Ambisi AFU Maju Pilgub PBD akan Terhalang UU Otsus Papua?
SORONG, PAPUASPIRITNEWS.con- Ambisi Alfaris Umlati atau AFU yang telah direkomendasikan Partai Demokrat untuk pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya kemungkinan akan terganjal Undang-undang Otonomi Khusus (UU Otsus) Papua. Pencalonan AFU menjadi sorotan publik terutama orang asli Papua di Provinsi Papua Barat Daya, karena AFU disinyalir bukan orang asli Papua sebagai mana diatur dalam UU Otsus bahwa calon gubernur dan wakil gubernur harus orang asli Papua.
Pengamat politik Papua Barat Daya, Ortisan Kambu menyoroti ambisi besar AFU maju di Pilgub Papua Barat Daya yang mencoba merebut hak kesulungan orang asli Papua di Provinsi ke 38 ini.
“Betul bahwa dia (AFU) maju berkontestasi di pilkada itu hak setiap warga negara Indonesia. Tetapi ingat bahwa tanah Papua itu ada khususan yang diberikan pemerintah Indonesia melalui undang- undang Otsus Papua. Kekhususan dimaksud adalah pemerintah pusat ingin memperbaiki kesejahteraan orang Papua. Pemerintah ingin orang Papua bisa berkarya , mengaktualisasikan dirinya dalam politik, ekonomi, sosial dan budaya di negeri ini dilindungi undang-undang Otsus. Karena itu berilah kesempatan berpolitik itu bagi putra- putri terbaik orang asli Papua. Biarlah orang Papua dengan orang Papua bersaing dalam kontestasi politik pilkada. Yang non Papua sebaiknya tahu diri, berilah kesempatan kepada orang asli Papua untuk menjadi pemimpin di negerinya sendiri,” ungkap Ortis Rabu (31/7).
Pencalonan AFU di Pilgub Papua Barat Daya kata Ortis karena dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa masih ada ruang untuk orang non Papua. Dimana mereka melihat ruang itu masih abu-abu bahwa orang Papua dan orang non Papua yang diakui itu bisa maju calon kandidat.
“Di sini saya mau pertanyakan, dasar hukumnya apa? harus jelas. Sekarang ini orang Papua mulai sadar bahwa hak politik mereka tidak boleh diambil orang lain. Sudah ada kesadaran kolektif bahwa saatnya orang Papua harus dipimpin orang Papua.
Saya kutip orang Timur NTT bilang ‘Baik sonde Baik tanah Timor lebih baik’. Mau baik tidak baik lebih baik orang Papua. Artinya mau tanah ini baik atau tidak baik ya pemimpinnya harus orang asli Papua. Apa yang susah, kalau kamu pintar kenapa tidak pergi bangun daerahmu saja, kan jauh lebih bagus,” katanya dengan nada tanya.
Ia pun mengkritisi partai Demokrat yang mengeluarkan rekomendasi kepada calon gubernur Papua Barat Daya yang bukan orang asli Papua. “Bahwa Kami menolak adanya soal pengakuan.Yang kedua kami Papua menganut paham patriarki atau garis keturunan ayah karena ini untuk membangun politik Papua ke depannya.Mari kita belajar dari pengalaman kasus Lukas Enembe di Pilkada provinsi Papua. Pernah Lukas Enembe berpasangan dengan wakil gubernur yang bukan Orang asli Papua pernah ditolak . Padahal itu sudah direkomendasikan partai Demokrat tapi akhirnya ditolak oleh MRP dan wakilnya diganti.
“Saya melihat hak ini juga akan terjadi di Papua Barat Daya. MRP PBD akan bersikap tegas pada hal yang sama seperti yang pernah terjadi di provinsi Papua yang pernah terjadi pada pasangan wakil gubernur dari Bapak Lukas Enembe,” kata Otis optimis.
Selain itu, pencalonan AFU nantinya akan melalui tiga tahapan seleksi keaslian sebagai orang asli Papua.
Tahap pertama sebut Otis, kesepakatan bersama seluruh MRP di Tanah Papua ( dari 6 provinsi) yang telah dirumuskan dan sudah diajukan kepada Presiden Joko Widodo untuk dikeluarkan Perpu, dimana Perpu ini kemungkinan akan ditandatangani presiden Jokowi dalam waktu dekat. Perpu ini untuk menyelamatkan hak politik orang asli Papua.
“Dalam kesepakatan bersama MRP ini ada poin poin yang mengatur dengan tegas soal Kepala daerah di seluruh Tanah Papua harus Orang asli Papua. Jadi tidak hanya gubernur dan wakil gubernur tetapi bupati walikota dan wakil bupati/wakil walikota juga harus OAP,”terang Otis.
Kemudian tahapan kedua yang dihadapi AFU, adalah judicial review UU Otsus yang diajukan Fopera Papua Barat Daya di Mahkamah Konstitusi (MK). Dimana sidang perdana sudah dilakukan dan akan berlanjut hingga adanya putusan MK.
“Di dalam judicial review (pengujian kembali) UU Otsus ini ada pasal yang ditinjau atau diuji kembali. Pasal- pasal yang masih memberi ruang akan ditutup sehingga benar- benar ada keberpihakan kepada orang asli Papua,” jelasnya.
Kemudian tatapan ketiga yang dihadapi AFU adalah keputusan MRP Papua Barat Daya. Menurut Otis, MRP PBD sebagai benteng terakhir untuk mempertahankan hak politik orang asli Papua di Provinsi Papua Barat Daya yang tentunya akan dikawal langsung masyarakat asli Papua yang ada di provinsi Papua Barat Daya.
“Keputusan bersama MRP di seluruh Tanah Papua itu menolak orang bukan asli Papua. Jadi ruang yang selama ini masih terbuka bagi non Papua itu sudah ditutup oleh keputusan bersama MRP seluruh Tanah Papua,”tegas Otis.
Menurut Otis, jika MRP PBD masih memberi ruang itu kepada orang non Papua, maka ini akan berimbas pula kepada kandidat lain dan situasi politik di lima provinsi lainnya di tanah Papua. Olehnya itu, Otis menyarankan MRP PBD harus berdasar pada hasil keputusan bersama MRP seluruh Tanah Papua sehingga tidak menimbulkan gejolak politik di Papua.
Pada kesempatan itu, pengamat politik Papua Otis mengingatkan partai politik tidak boleh main tabrak saja, dengan menyepelekan UU Otsus. Itu sama halnya dengan menciptakan kekacauan politik di Papua.
“Kalau partai politik tabrak undang- undang Otsus itu sama dengan anda cepat -cepat membuat Papua bergejolak.Ini tentu negara akan rugi. Hanya gara -gara mau selamatkan satu orang kemudian menimbulkan gejolak di Papua, apakah mau seperti itu? Pikir baik-baik itu. Indonesia akan rugi kalau itu terjadi,”tandas dia.
“Kemudian saya berharap saudara- saudara (non Papua ) yang mau calon gubernur, bupati, walikota di wilayah Papua untuk tahu diri soal budaya timur. Tahu diri bahwa kita sudah makan enak, tidur enak di sini (Papua), bahwa ini orang punya hak politik, jangan diambil lagi. Biarlah orang Papua menjadi tuan di negerinya sendiri, biarlah orang Papua yang pimpin orangnya sendiri. Saya sudah berulang kali sampaikan bahwa biarlah orang Papua berkarya, mengurus negerinya sendiri , dengan begitu orang Papua bangga menjadi orang Papua dan bangga pula menjadi orang NKRI. Untuk itu saya menghimbau kepada tokoh masyarakat Papua, tokoh adat, tokoh agama bahwa ada cerita yang saya dapatkan didalam Alkitab pada lima ribu tahun silam, menceritakan bahwa hanya karena semangkok kacang merah Yakob Esau menjual hak kesulungannya. Jangan itu terjadi lagi di Papua . Jangan karena makan dan minum kita jual hak kesulungan kita,” pesan Otis Kambu mengingatkan.(*)