Apakah Benar Pak Gembala Ambirek Socrtaez Yoman Mengurus Politik Papua Barat Merdeka dan Tidak Mengurus Gereja?
Mengubah Paradigma Gereja
Oleh Gembala Dr. Ambirek G. Socratez Yoman
Saya mau jelaskan mengapa saya konsisten bersuara untuk keadilan dan perdamaian di Papua Barat. Supaya para pembaca dapat belajar bersama-sama untuk memahami hakekat Injil dan kemanusiaan untuk menghadirkan atau membumikan Kerajaan Allah di TANAH Papua Barat dari Sorong-Merauke.
“…datanglahKerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu, di bumi seperti di sorga” (Matius 6:10).
(1) Mengapa Pak Socratez mengurus politik Papua Barat Merdeka dan tidak mengurus Gereja?
Pertanyaan ini sangat penting. Saya belum tahu berapa orang mengatakan saya mengurus politik dan tidak urus Gereja. Saya tahu mereka yang mengatakan saya mengurus politik dan tidak urus Gereja. Itu hanya kelompok kecil dalam Gereja dan juga aparat keamanan. Saya mengerti dan tahu arah tujuan mereka. Saya tahu siapa mereka.
Saya tahu tingkat pendidikan mereka. Saya tahu pengalaman mereka. Saya tahu apa yang mereka kerjakan. Saya tahu dengan siapa mereka bergaul. Saya tahu mereka berdiri dan berpihak dimana. Saya tahu mereka sedang melaksanakan agenda siapa. Saya tahu siapa sponsor mereka.
Saya harap mereka berdiri di kaki dan pikiran mereka sendiri. Mereka sebenarnya orang-orang hebat di TANAH Papua. Saya hargai kritik mereka untuk saya. Mereka adalah gembala-gembala yang baik dan berjalan dan melayani dengan apa yang mereka yakini benar. Di sini tergantung tingkat kita memahami dan menafsirkan isi Firman TUHAN sesuai dengan konteks.
Kalau bilang, mengurus politik adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam salah satu partai politik, menjadi politisi dan mengurus partai politik seperti; Golkar, PDIP, PDI, PAN, PKB, Gerindra, Hanura, NasDem, dan lain-lain. Bukan saja menjadi pengurus partai politik, tapi yang mencalonkan diri dalam pencalonan anggota DPRD, DPRP, DPR RI, DPD RI atau mencalonkan diri sebagai calon walikota, bupati, atau gubernur.
Saya tidak terlibat dalam kampaye-kampaye politik dan melakukan orasi-orasi politik untuk mendukung calon bupati, walikota, atau gubernur di setiap mimbar-mimbar politik. Itu domainnya dan bidang tugas orang-orang politik praktis atau berprofesi politisi.
Saya sendiri tidak mengerti apa yang dimaksud dari teman-teman bahwa Pak Socratez mengurus politik. Saya sendiri tidak pqernah mengurus partai politik tertentu dan tidak pernah mencalonkan diri sebagai anggota DPRD, DPRP, DPR RI, DPD RI, dan mencalonkan diri sebagai calon bupati, walikota, gubernur.
Kalo saya ditawarkan untuk mengurus dan menjadi calon anggota dewan dari partai tertentu, dan ada yang menawarkan saya untuk menjadi wakil gubernur sudah berapa kali. Hanya saja, saya belum ada hati untuk kearah politik praktis. Dan juga saya merasa belum ada waktunya. terlibat dalam politik praktis dan menjadi politisi. Saya tidak mau mempunyai banyak musuh, tapi saya rindu mempunyai banyak kawan dan teman.
Resiko menjadi pengurus partai politik. kita harus menghadapi dan mengalami kenyataan disintegrasi sosial dan disharmoni antar sesama manusia yang sangat menganggu hati nurari dan psikologi kita. Karena dalam wilayah politik hanya ada kepentingan dan di sana tidak ada kawan yang abadi dan lawan abadi. Resikonya kita harus bayar harga mengorbankan kawan-kawan kita.
Kalau teman-teman itu mengatakan saya mengurus politik hanya karena saya menyuarakan suara kenabian dan seruan-seruan moral sebagai pemimpin umat dalam misi kemanusiaan, maka patut kita pertanyakan status mereka sebagai gembala.
Injil apa yang mereka sampaikan? Saya bersuara bagi umat TUHAN yang diperlakukan tidak manusiawi, tidak adil dan martabat mereka direndahkan dengan cara ditangkapi, dikejar, disiksa, dibunuh, diperkosa, dan dipenjarahkan oleh Pemerintah dan Aparat keamanan Indonesia selama ini dengan stigma separatis, GPK, GPL, OPM, KKB, Makar dan Teroris.
Saya tidak mengerti arah pelayanan mereka selama ini. Mereka rupanya keliru menyebut saya mengurus politik hanya karena saya melakukan kewajiban saya sebagai gembala membela domba-domba Allah dan sahabat manusia.
Saya hanya seorang sahabat mereka yang tak bersuara dan membisu dan takut di atas TANAH leluhur mereka. Saya sahabat dan gembala mereka yang disingkirkan dan dimusnahkan. Saya suara mereka yang mengalami ketidakadilan dan rasisme. Saya suara mereka yang dimutilasi. Saya hanya suara mereka yang dikriminalkan dan ditangkap dan dipenjarakan.
Pesan salib sangat jelas bagi Gereja TUHAN di bumi ini. Pesan Injil sangat tegas bagi orang-orang percaya dunia ini. Pesan Yesus kepada rasul Simon Petrus dan kita semua sangat jelas. Pesan itu selalu para hamba TUHAN mengkhotbahkannya disetiap mimbar-mimbar Gereja bahwa:
“Gembalakan Domba-Domba Ku, Gembalakan Domba-Domba Ku, Gembalakan Domba-Domba Ku.” (Yoh 21:15-19).
Karena, “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang supaya mereka mempuyai dalam segala kelimpahan.” (Yohanes 10:10).
Gereja harus hadir dalam dunia realitas. Gereja tidak boleh berada dibalik mimbar dan menghibur diri sendiri dengan ayat-ayat Alkitab. Karena Injil bukan khotbah. Injil bukan juga teori. Injil bukan bermeditasi. Injil itu nyata dan hadir ditengah-tengah realitas hidup umat manusia.
Yesus hadir nyata dan lahir juga nyata melalui bunda Maria di kandang Bethlehem. Yesus mati di kayu salib adalah peristiwa nyata. Yesus bangkit kembali dari kuburan adalah peristiwa nyata.
Karena itu, Gereja tidak boleh berada di wilayah abu-abu dan menonton dan juga tidak boleh acuh tak acuh ketika umat TUHAN dibantah seperti hewan di bumi ini, terutama orang asli Papua pemilik negeri dan tanah ini.Gereja sudah bekerja keras dengan melaksanakan amanat Agung Yesus Kristus:
“KepadaKu telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah segala bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Ku perintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:18-20).
Amanat Yesus sudah jelas untuk Gereja-Nya bertindak. Gereja tidak boleh berada di wilayah netral karena Yesus tidak Pernah mengajarkan Gereja untuk netral. Gereja benar-benar menjadi garam dunia dan terang dunia dalam sikap dan langkah dan aksi nyata untuk umat TUHAN. Yesus tidak pernah hadir sebagai seorang pribadi yang netral, tapi Dia datang menetang dosa, kegelapan, ketidakadilan, ketidakbenaran, ketidakjujuran, kejahatan. Yesus hadir di tengah-tengah umat-Nya yang teraniaya dan tertindas dan berpihak kepada mereka yang mencari keadilan.
Gereja tidak boleh membiarkan mereka umat TUHAN di tanah Papua ini diperlakukan tidak adil, tidak manusiawi, atas nama keamanan dan kepentingan nasional. Gereja harus berpihak kepada umat TUHAN untuk mengembalakan dan melindungi mereka.
Apakah Gereja setuju dengan rakyat Papua diberikan stigma Separatis, Makar, OPM, KKB, teroris? Apakah Gereja setujuhl dengan anggota KNPB dikejar dan dibantah seperti hewan buruan? Apakah Gereja setuju rakyat Papua yang dikejar oleh pemerintah dan aparat keamanan Indonesia dan membunuh mereka?
Jadi, tugas saya sebagai gembala dan pemimpin umat yang berpegang pada Injil adalah kekuatan Allah. Apa yang diajarkan dari TUHAN sudah jelas kepada saya.
Pertama, manusia Papua itu gambar Allah (Kejadian 1:26). Tidak boleh gereja diam ketika gambar Allah ini dirusak oleh pemerintah Indonesia atas nama kepentingan nasional atau atas nama NKRI.
Kedua, Yesus Kristus lahir, mati, dan bangkit itu dalam misi penyelamatan umat Manusia.
Ketiga, Orang asli Papua adalah pemilik negeri dan ahli waris tanah Papua yang mereka harus dibela dan didukung penuh untuk masa depan yang lebih adil, bermartabat, bebas, dan terhormat.
Keempat, saya tahu, melihat dan memahami rakyat Papua dari mata iman dan mata hati saya bahwa rakyat dengan terbuka dan jujur mau berdiri sendiri sebagai negara yang berdaulat.
Mengapa Gereja takut berbicara terus terang kepada penguasah sesuai dengan nilai kebenaran dan kejujuran yang ada dalam firman TUHAN bahwa bangsa Papua mau merdeka. Pikiran umat harus disampaikan terbuka.
Apakah Gereja boleh bersuara Papua Barat Merdeka?
Jawabannya: Boleh.
Karena, Tuhan Allah tidak melarang Papua Barat merdeka. Alkitab tidak melarang Papua Barat merdeka. Orang Kristen tidak melarang Papua Barat merdeka. Orang Baptis tidak melarang Papua Barat merdeka. Karena, rakyat dan bangsa Papua Barat ingin merdeka di atas TANAH leluhur mereka.
TETAPI, yang dilarang TUHAN, dilarang Alkitab, dilarang orang Kristen, dilarang orang Baptis ialah “JANGAN MEMBUNUH dan JANGAN MENCURI”, (Keluaran 20:13,15).
Dalam membela dan mempertahankan kehormatan dan martabat umat manusia itu tidak boleh berdiri di wilayah abu-abu. Tidak ada kompromi dengan kejahatan dan pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan. Gereja dalam menyampaikan pesan-pesan Injil Yesus Kristus harus berdiri kokoh diatas Injil kekuatan Allah. Dalam menyapaikan nilai kebenaran, keadilan, kejujuran, kasih itu harus disampaikan tegas.
Injil Yesus harus disampaikan dengan tegas dan konsisten supaya di dunia ini ada ketertiban dan kedamaian. Karena Injil adalah kekuatan Allah yang mampu dan sanggup mengubah segala sesuatu seperti Rasul Paulus berkata:
“Walaupun tubuh saya di penjarahkan dan dibelenggu, tapi kuasa Injil tidak akan belenggu dengan kekuatan dan kuasa apa pun di bumi ini.”
2. Mengapa Pak Socratez berbicara tegas dan tidak pernah takut pada aparat keamanan?
Pertanyaan seperti ini sering saya dengar dimana-mana. Apakah Pak Yoman tidak takut dengan Aparat Keamanan Indonesia? Saya sering menjawab dan berkata kepada mereka:
“Kalau kita benar, jangan takut dan memenjarahkan diri dalam perkara ketakutan. Kalau kita mau membebaskan rakyat yang takut, kita harus bebas dan merdeka dari rasa ketakutan itu sendiri karena musuh terbesar dan kegagalan terbesar dalam hidup manusia adalah rasa takut itu sendiri. Kita harus melawan rasa takut itu dan berdiri diatas salib yang memerdekakan.”
“Kalau saya sendiri melihat aparat keamanan itu adalah bagian dari umat TUHAN yang saya gembalakan dan melayani walaupun tidak bersentuan secara langsung. Jadi, mereka bukan musuh yang harus ditakuti saya sebagai gembala mempunyai tugas, kewajiban moral, dan harus memberikan kritik, saran dan koreksi supaya mereka tidak membunuh sesama manusia seperti terjadi terhadap penduduk asli Papua. Kalau saya tidak tegur berarti saya seorang gembala yang salah.”
“Komentar-komentar saya kepada aparat keamanan itu bagian dari tugas seorang gembala. Teguran keras dan tegas yang disertai dengan kasih dan nilai kebenaran tidak akan membuat aparat keamanan tersinggung karena Roh Kudus yang ada dalam hati mereka juga turut memberikan kesaksian.”
“Aparat keamanan tidak perlu ditakuti. Mereka bukan hantu dan setan. Mereka adalah umat Allah yang menjalankan tugas negara. Kalau orang kristen, dari antara mereka juga banyak majelis gereja, penatua, dan bahkan ada gembala. Itu sangat aneh dan lucu kalau aparat keamanan itu ditakuti.”
3. Mengapa Pak Socratez Melawan Pemerintah Indonesia?
Di sini masalahnya. Orang sering salah dalam menilai dan menafsirkan. Saya tidak pernah melawan pemerintah Indonesia. Kami tidak setuju dengan kekerasan, kejahatan terhadap kemanusiaan. Gereja tidak setuju dengan penangkapan, penculikan, pembunuhan, dan penyiksaan serta pemenjaraan penduduk asli Papua atas nama keamanan nasional atau atas nama NKRI.
Cara-cara yang tidak manusiawi dan tidak beradab itulah yang kita lawan dan tidak setuju. Apakah gereja harus diamkan dan setujuh dengan pembunuhan umat manusia atas nama keamanan nasional? Gereja tidak boleh diam kalau martabat umat TUHAN direndahkan oleh pemerintah dengan alasan apapun. Karena nilai manusia Papua lebih tinggi dari pada harga NKRI.
Manusia diciptakan TUHAN dan milik TUHAN. Gereja dengan otoritas Ilahi harus membela rakyat. Karena gereja memiliki otoritas Ilahi. Gereja juga didirikan oleh TUHAN melalui kuasaNya. Kalau NKRI dibentuk atas kepentingan manusia dan memiliki otoritas konstitusi buatan tangan manusia yang akan lenyap. Di sini ada perbedahan subtansial antara Gereja dan negara.
Jadi, saya tidak Pernah melawan pemerintah Indonesia. Kemudian hal yang paling hakiki dalam hidup saya ialah saya tidak Pernahh janji dan sumpah setia pada NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika. Saya bersumpah dan janji setia kepada TUHAN, FirmanNya, dan umat TUHAN yang memilih dan mempercayakan saya sebagai pemimpin mereka. Otoritas saya ada dalam kuasa Injil Yesus Kristus, kepercayaan TUHAN, dan kepercayaan dari umat TUHAN. Jadi saya ini hanya seorang hamba TUHAN dan melayani, menjaga, melindungi, dan mengembalakan umat TUHAN.
Doa dan harapan saya, tulisan singkat ini menjadi berkat bagi para pembaca.
Selamat membaca. Tuhan Yesus memberkati.
Ita Wakhu Purom, Sabtu, 10 Juni 2023
Penulis: Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
=========
HP:08124888458;
WA: 08128888712
Editor: Redaksi