Mahasiswa Pro Demokrasi Rakyat Papua Minta, Korban Salah Tangkap Abraham Fatemte dan Abraham Mate dibebaskan
Sorong, papuaspiritnews.com-Masa aksi yang mengatasnamakan mahasiswa pro demokrasi rakyat Papua demo di depan kantor pengadilan Kelas 1 B Sorong, pada Senin, (17/10/2022) sekitar pukul 11.00 Wit
Masa aksi yang diperkirakan sebanyak belasan orang itu meminta majelis hakim agar segera bebaskan Abraham Fatemte dan Abraham Mate tanpa syarat. Karena mereka dua ini bukan pelaku peristiwa Kisor 2 Seotember 2021, tetapi korban salah tangkap aparat Kepolisian Polres Sorong Selatan.
Salah seorang orator mengutarakan rakyat Papua lagi dan sedang memantau proses keadilan hukum seperti apa yang dilakukan negara terhadap rakyat dan bangsa Papua.
“Rakyat Papua setiap saat alami ketidakadilan hukum di negara ini, terjadi diskriminasi, kriminalisasi yang dilakukan negara secara sistematis, terstruktur, masif dan terorganisir bagi bangsa dan rakyat papua selama ini,” tegasnya.
Ada tiga tuntutan masa aksi yaitu 1. Abraham Mate dan Abraham Fatemte adalah korbam salah tangkap 2. Kami meminta keadilan dalam proses peradilan dan 3 segera bebaskan Abraham Mate dan Abraham Fatemte.
Sementara Kuasa Hukum, Johanes Mambrasar, SH dan Leonardus Isir, SH mengatakan pihaknya memastikan dari proses pemeriksaan dan kronologis benar bahwa Abrahan Fatemte dan Abraham Mate itu korban salah tangkap dari aparat Kepolisian.
Karena, aparat kepolisian dalam upaya proses hukum peristiwa penyerangan Posramil Kisor 2 September 2021, yang mengakibatkan 4 anggota TNI korban, sehingga dua orang itu ditangkap.
Abraham Fatemte ditangkap oleh kepolisian Sorong Selatan pada tanggal 24 Maret 2022, di Jalan Bandara, Distrik Mariat, Kabupaten Sorong, sekitar pukul 13.00. Polisi menangkapnya dengan tuduhan sebagai pelaku atau terlibat dalam peritiwa penyerangan pos Koramil Persiapan Kisor pada 02 September 2021 yang menewaskan 4 anggota TNI.
“Polisi menangkapnya tanpa memberikan surat perintah penangkapan, penahanan dan menjelaskan dugaan kejahatan pidana yang dilakukan atau dituduhkan kepadanya, polisi langsung membawanya secara paksa ke Polres Sorong Selatan.
Lalu tanpa pemeriksaan yang mendalam dan tanpa dasar dua alat bukti yang cukup, selanjutnya Kepolisian Sorong Setatan menetapkannya sebagai tersangka, dan menahannya hingga kini. Karena, Polisi menuduhnya melakukan kejahatan pembunuhan berencana, atau kekerasan yang mengakibatkan matinya orang, atau menyuruh atau turut terlibat melakukan pembunuhan, yang dalam Pasal 340 Subsider Pasal 338, Pasal 170 ayat (2) ke 3, Pasal 353 ayat (3) jo 55 ayat (1) ke 1e KUHP.
Padahal, Abraham Fatemte bukanlan pelaku atau tidak terlibat dalam bentuk apapun dalam peristiwa penyerangan pos koramil persiapan Kisor 2 September 2021. Saat peristiwa penyerangan pos koramil dimaksud terjadi, ia tidak bersada di Kampung Kisor serta juga tidak berada di Kabupaten Maybrat. Abraham Fatemte saat itu sedang berada di Kabupaten Tual, Provinsi Maluku, bersama istri dan anaknya.
Ia ke Kota Tual Maluku sejak bulan April 2021, lima bulan sebelum peristiwa di Kisor, ia pun baru kembali ke Sorong, pada 22 Desember 2022, tiga Bulan setelah peristiwa itu. Istrinya, dan orang tuanya bersama banyak warga Kampung telah menjelaskan bahwa saat peristiwa ia sedang berada di Kota Tual.
Sedangkan Abraham Mate pada saat kejadian, memang tidak ada di TKP tetapi ada di kampung Kamat Distrik Aifat Timur Tengah Kabupaten Maybrat Papua Barat. Itu artinya Abraham Fatemte dan Abraham Mate tidak ada TKP, bagaimana mungkin aparat kepolisian menuduhkan sebagai pelaku. Untuk itu, pihaknya berpendapat bahwa mereka dua adalah korban salah tangkap”,terangnya.
Kemudian dalam dakwaan Kepolisian tangkap mereka dan jaksa menuduh mereka sebagai pelaku. Sebenarnya dakwaan itu sangat keliru dan kami menilai penangkapan itu dilakukan aparat kepolisian secara sewenang-wenang dan dilanjutkan penuntutan di pengadilan, menurut dia proses hukum bagi kedua korban itu tidak adil malahan merugikan warga maybrat.
Dimana, sidang yang dilakukan hari ini adalah sidang eksepsi atau kuasa hukum mengajukan pendapat keberatan terhadap dakwaan kepada Abraham Mate dan Abraham Fatemte.
“Pendapat kami sebagai kuasa hukum itu keberataan. Karena mereka ini yang seharian sebagai warga biasa jadi korban salah tangkap aparat Kepolisian”,terang Yohanes Mambrasar
Selain itu, syarat materil dan formil dari dakwaan jaksa itu tidak lengkap, syarat formilnya itu adalah dari proses penangkapan sampai pengadilan itu tidak prosedural atau tidak sesuai aturan hukum.
Sedangkan secara materil dakwaan itu kabur karena ada peristiwa jaksa menggunakan dakwaan alternatif yaitu primer dan subsider. Tetapi kemudian Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya menggunakan satu kronologis atau acuan yang dipakai untuk mengukur tindakan-tindakan yang dituduhkannya.
Hal itu sangat berbeda dengan peristiwa pembunuhan yang dilakukan sendiri, rencanakan sendiri dan ada penganiayaan.
Tetapi dakwaan ini, kata Mambrasar jaksa jadikan satu tindakan yang dapat mengakibatkan peristiwa tersebut.
“Jadi, itu terlihat kabur, penganiayaan itukan kejadiannya berbeda-beda, itu harus dijelaskan. Bagi kita dakwaan itu kabur,”tegasnya.
Jadi, kuasa hukum dan keluarga korban minta pengadilan harus bebaskan dua korban salah tangkap terkait kasus Kisor itu.
Karena dinilai dakwaan kepada dua orang, itu kabur.
Pengadilan harus berani keluar dari bayangan-bayangan intervensi dari pihak lain. Tetapi menegakan hukum secara adil, melihat dan mengkaji selanjutnya memutuskan. Sehingga, proses hukum bagi yang mencari keadilan itu benar-benar terjadi.
Maka pengadilan perlu membuat keputusan yang benar-benar memberi keadilan bagi berbagai pihak yang mencari keadilan,”tandasnya. (ES)