DPR Papua Barat Daya, RDP bersama Masyarakat Adat Malamoi

SORONG, PAPUASPIRITNEWS.COM-Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua Barat Daya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat Daya, Pemerintah Kabupaten Sorong, serta Lembaga Masyarakat Adat Malamoi.
Kegiatan ini berlangsung di Hotel Aquarius, Kelurahan Malawili, Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, dan dihadiri oleh sejumlah tokoh adat, pemuda, perwakilan masyarakat adat, serta jajaran pemerintah daerah pada Selasa (17/6/2025) pagi.
RDP yang dilakukan DPR Provinsi Papua Barat Daya dalam rangka mendapatkan masukan dari pemerintah dan masyarakat, khususnya terkait pengembangan Proyek Strategis Nasional (PSN) industri kelapa sawit di Kabupaten Sorong.
Wilayah yang menjadi sasaran proyek pengembangan yaitu Salawati, Seget, Beraur, Klamono, Sayosa, Buk, Segun, dan Klaso.
Ketua Komisi III DPRP Papua Barat Daya Zeth Kadakolo saat ditemui awak media menyatakan, bahwa kunjungan ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPRP sekaligus bentuk keseriusan dalam menyerap aspirasi masyarakat
“Anggota DPR PBD gabungan Komisi yang hadir bukan hanya di Kabupaten Sorong terkait issu pengembangan industri kelapa sawit tetapi juga di Sorong Selatan dan Tambrauw membahas isu yang sama sedagkan Raja Ampat terkait isu Tambang ” ujar Zeth.
Zeth menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima dokumen resmi dari PT Fajar Surya Persada berupa surat permohonan dukungan tertanggal 27 Maret 2025, bernomor 002/FSP-JKT/III/2025.
Perusahaan tersebut kata Zeth mengusulkan pembangunan proyek industri pangan terpadu berbasis kelapa sawit dengan total nilai investasi mencapai Rp24 triliun dengan lahan seluas ±98.824,97 hektare yang tersebar di Kabupaten Sorong dan Kabupaten Tambrauw.
PT Inti Kebun Sawit – 18.425,78 hektare, PT Inti Kebun Sejahtera – 14.307,91 hektare, PT Sorong Global Lestari – 12.112,59 hektare, PT Omeli Makmur Subur – 40.000,00 hektare, PT Graha Agrindo Nusantara – 13.799,51 hektare
“Proyek industri kelapa sawit ini memunculkan pro dan kontra, masyarakat yang mendukung karena diyakini dapat mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dan yang menolak karena mengkhawatirkan kerusakan lingkungan, pelanggaran hak ulayat, serta trauma masa lalu akibat investasi yang merugikan masyarakat lokal”,akui Zeth