Fakta: Tuntutan Jenderal Egianus Kogeya legal dan Dijamin Konstitusi Negara Indonesia
JENDERAL KELLY KUALIK DI MAPENDUMA (1996), JENDERAL DANIEL TABUNI DI ILAGA (2001), JENDERAL EGIANUS KOGEYA DI PARO-NDUGAMA (2023)
Oleh Gembala DR. A.G. Socrates Yoman
“Peristiwa penyanderaan terus terulang dari waktu ke waktu dan tidak ada solusi tuntas yang bermartabat. Apakah konflik di Papua sengaja dijaga Negara? Papua masih terus bergolak. Ini tidak lepas dari kepentingan elit Jakarta” (A.C. Manulang).
Tiga kali Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) melakukan penyanderaan warga asing untuk mencari perhatian dan dukungan komunitas internasional untuk hak penentuan nasib sendiri atau Papua Barat Merdeka.
TPNPB meminta Pemerintah Indonesia, PBB dan komunitas internasional mengakui 1 Desember 1961 sebagai Hari Kemerdekaan Rakyat dan bangsa Papua Barat. TPNPB tahu, sadar dan mengerti sejarah Kemerdekaan ini ada alat kelengkapan Negara dan simbol-simbol negara. Lambang-lambang atau simbol-simbol Negara, yaitu Nama Negara: Papua, nama bendera: Bintang Kejora, lagu kebangsaan: Hai Tanahku Papua, Mata uang Gulden, lambang negara: Burung Mambruk dan Parlemen: Papua New Guinea Raad, ada rakyat, yaitu rakyat Papua.
Kemerdekaan bangsa Papua Barat ini dianeksasi atau dibubarkan oleh Ir. Sukarno Ppada 19 Desember 1961 di Alun-alun Yogjakata Ir. Sukarno dalam Maklumatnya yang dikenal Tiga Komando Rakyat (Trikora) menyampaikan:
1. Gagalkan pembentukan Negara Papua buatan Belanda.
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat.
3. Tanah Air Indonesia bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
Dalam pidato aslinya disebutkan Gagalkan Pembentukan Negara Papua, tanpa kata “boneka”. Jadi, di sini terbukti bahwa penguasa Indonesia menganeksasi atau membubarkan sebuah Negara merdeka.
Rakyat dan bangsa Papua dan komunitas global dibeberapa Negara setiap 1 Desember dirayakan sebagai Hari Nasional bangsa Papua Barat dengan mengibarkan bendera Bintang Kejora.proses pengenalan dan kesadaran 1 Desember 1961 tidak pernah pudar, walaupun penguasa Indonesia, TNI-Kepolisian alergi atau anti dengan bendera Bintang Kejora.
Tuntutan Jenderal Egianus Kogeya legal dan dijamin konstitusi Negara Indonesia yang tertuang dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945.
“Sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.”
Jadi, “Sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak bangsa Papua Barat, dan oleh sebab itu, maka penjajahan Indonedia di atas rakyat dan bangsa Papua harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.”
1. Jenderal Kelly Kwalik di Mapenduma
Pada 8 Januari 1996, Jenderal Kelly Kwalik menahan dan menyandera 26 anggota Tim Ekspedisi Lorentz.
Penyanderaan 26 orang ini selama 130 hari sejak 8 Januari s/d 9 Mei 1996. Sebanyak 8 orang tewas dalam pembebebasan penyanderaan ini.
Peristiwa ini membawa dampak sangat buruk dan tragedi kemanusiaan yang luar biasa. Korban rakyat sipil yang tidak terhitung. Ini pengalaman sangat buruk.
Siapa yang mendapat keuntungan dalam peristiwa ini?
Komandan Kopassus Jenderal Prabowo Subianto nama naik ke langit, pangkat naik, kedudukan juga naik.Â
Dipihak Jenderal Kelly Kwalik mendapat akibat buruk dan mendapat ancaman dari berbagai pihak. Walaupun ada media massa internasional, tapi TPNPB waktu itu OPM menyebabkan penderitaan rakyat sipil dan juga Tim Lorentz.
OPM dianggap organisasi teroris dan nama atau label OPM teroris itu betul-betul dilegalkan dalam kepemimpinan Ir. Joko Widodo.
Mahfud MD melabelkan dan menempatkan OPM dengan label teroris. Pernyataan Mahfud MD pada 29 April 2021, sebagai berikut:
“Pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris.”
Dalam pernyataan para penguasa Indonesia dari waktu ke waktu dan dari berbagai media massa, bahwa Penduduk Orang Asli Papua itu dilabelkan separatis, gpk, gpl, opm, kkb, monyet, gorila, kopi susu, tikus-tikus kecil.
Negara dengan cerdik dan licik melabelkan OPM sebagai wadah teroris, maka pemerintah menutup pintu rapat-rapat, bahwa OPM tidak ada ruang untuk berunding dengan Indonesia. OPM dimasukkan dalam kotak hitam dengan label kejam dan keras “teroris” tanpa melihat sejarah panjang OPM. Walaupun OPM dikunci atau diborgol dengan label organisasi teroris, tapi sejarah panjang tetap hidup dalam lembaran sejarah rakyat dan bangsa Papua untuk selamanya.
Hari ini, TPNPB, KNPB dan ULMWP tetap eksis dan berdiri kokoh, sementara kakak tuanya atau induknya, yaitu OPM diborgol, diikat, dan dipenjarakan dan dihukum seumur hidup dengan label organisasi teroris.
2. Jenderal Daniel Tabuni di Ilaga
Jenderal Daniel Tabuni menyandera dua orang Belgia di Ilaga pada awal Januari 2001. Penyanderaan ini dimuat di beberapa media besar di Eropa dan beberapa media asing.
Dua warga negara Belgia ini dibebaskan melalui meditor. Dua mediator yang ditunjuk Jenderal Daniel Tabuni ialah Theo van den Broek dan Pdt. Dr. Benny Giay, Ph.D.
Walaupun dua sandera warga negara Belgia dibebaskan tapi rakyat dan bangsa Papua Barat belum bebas dari sandera penguasa kolonial modern Indonesia atas rakyat dan bangsa Papua.
Untuk mengetuk hati nurani penguasa dan rakyat Indonesia dan komunitas internasional Tuan Jenderal Egianus Kogeya menyandera Capt Pilot Phillip Mark Mahrthens.
3. Jenderal Egianus Kogeya di Paro, Nduga
Pimpinan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Jenderal Egianus Kogeya menyandera Capt. Pilot Philip Mahrthens pada 7 Februari 2013 di Distrik Paro-Ndugama.
Penyanderaan ini sudah 21 hari dan tiga minggu. Penyanderaan Capt. Pilot Phillip Mark Mehrtens diliput oleh sebagaian media internasional dan termasuk media Israel dan dalam media-media internasional mengakui bahwa Egianus Kogeya Komandan TPNPB dan anggotanya menahan orang asing. Anda sudah berhasil memenangkan dan membangun opini media publik internasional secara masif.
Oleh karena itu, saya meminta dengan hormat, Anda MEMBEBASKANÂ DAN MENYERAHKAN Capt. Pilot Phillip Mark Mehrtens kepada para Tokoh pemimpin Gereja dan Tokoh Masyarakat yang datang menemui Anda.
Komandan TPNPB Egianus Kogeya adalah orang besar dan juga pemimpin besar, pemilik Tanah Papua, maka dengan terhormat membebaskan Capt. Pilot Phillip Mark Mehrtens, maka masyarakat Selandia Baru dan komunitas internasional bersimpati dan menghormati Anda dan perjuangan TPNPB.
Anda orang besar, pemimpin besar, pejuang hebat, maka Anda juga berpikir dan melangkah dengan bijaksana untuk menjaga keselamatan Pilot Phillip Mark Mehrtens, dan menjaga ketenangan atau kenyamanan untuk istri dan anak-anaknya dan juga seluruh masyarakat Selandia Baru.
Saran dari saya kepada bapak Jenderal Egianus Kogeya, yaitu;
1. Bebaskan Pilot Phillip Mark Mehrtens secara langsung dengan syarat-syaratnya
2. Tunjuk secara langsung dan secara terulis dan umumkan nama satu atau dua orang yang dapat dipercaya TPNPN, Penduduk Orang Asli Papua (POAP), rakyat Indonesia dan komunitas internasional dan suratnya ditembuskan secara luas.
Dewan Gereja Papua (WPCC) sudah sampaikan dalam Surat Terbuka No.03/ST/DGP/2023, berbunyi:
“….kami minta Tuan Egianus Kogeya SEGERA membebaskan pilot ini baik secara langsung atau melalui tim mediasi”
Salam hangat, doa dan harapan saya kepada Tuan Jenderal Egianus Kogeya dan juga Pilot Phillip Mark Mehrtens.
Tuhan memberkati kita semua.
Ita Wakhu Purom, 28 Februari 2023
Penulis: Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua; Pendiri, Pengurus dan Anggota Dewan Gereja Papua Barat (WPCC), Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC) dan Anggota Aliansi Baptis Dunia (BWA).
Editor: Redaksi