Front Penolakan SN dan Militeristik di Tanah Papua mendesak Mentri HAM RI segera hentikan PSN di Merauke
SORONG, PAPUASPIRITNEWS.com-Front Penolakan Strategis Nasional dan Militeristik di Tanah Papua meminta dan mendesak Mentri Hak Asasi Manusia (HAM) RI hentikan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke sesuai rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) RI.
“Mentri HAM RI segera pastikan Presiden Republik Indonesia, Mentri Pertahanan dan Kemananan Republik Indonesia, Mentri Pertanian Republik Indonesia, Gubernur Propinsi Papua Selatan dan Bupati Kabupaten Merauke menghentikan Seluruh Aktifitas Proyek Strategis Nasional Di Merauke”pinta Front Penolakan SN dan Militeristik di Tanah Papua dalam release yang diterima Papua spirit news Selasa, (24/12/2024)
Dikatakan pada prinsipnya tugas Pemerintah dalam konteks Hak Asasi Manusia secara konstitusional telah diatur dengan tegas pada ketentuan “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah” sebagaimana diatur pada Pasal 28i ayat (4), Undang Undang Dasar 1945.
Selanjutnya ditegaskan kembali pada ketentuan “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah” sebagaimana diatur pada Pasal 8, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Secara khusus bagi tugas Pemerintah Propinsi, Kabupaten dan Kota diseluruh Tanah Papua dalam konteks Hak Asasi Manusia diatur dengan tegas dalam ketentuan “Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku.
Hak-hak masyarakat adat meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Pelaksanaan hak ulayat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, dilakukan oleh penguasa adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat setempat, dengan menghormati penguasaan tanah bekas hak ulayat yang diperoleh pihak lain secara sah menurut tatacara dan berdasarkan peraturan perundang-undangan” sebagaimana diatur pada Pasal 43 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Prubahan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua.
Secara institusional yang betugas untuk memastikan Pemerintah Pusat dan Daerah menjalankan kewajiban Hak Asasi Manusia adalah “Mentri Hak Asasi Manusia yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hak asasi manusia untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara” sebagaimana diatur pada Pasal 5, Peraturan Presiden Nomor 156 Tentang kementrian Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Secara praktek dalam melaksanakan tugas, “Kementerian Hak Asasi Manusia menyelenggarakan beberapa fungsi antara lain pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional dan pelaksanaan tugas pokok sampai ke daerah” sebagaimana diatur pada Pasal 6 huruf f dan huruf g, Peraturan Presiden Nomor 156 Tentang kementrian Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
“Atas dasar itu maka berkaitan dengan ambisi pemerintah pusat dalam mengembangkan Proyek Strategis Nasional diseluruh wilayah Indonesia yang menimbulkan Pelanggaran Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban Mentri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia menjalankan kewajibannya sesuai perintah Pasal 6 huruf f dan huruf g, Peraturan Presiden Nomor 156 Tentang kementrian Hak Asasi Manusia Republik Indonesia diatas”,terangnya.
Berdasarkan laporan Komnas Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam laporannya yang berjudul DAMPAK PROYEK STRATEGIS NASIONAL TERHADAP HAK ASASI MANUSIA yang dirilis oleh Komnas HAM Republik Indonesia yang menyimpulkan bahwa Proyek Strategis Nasional berdampak pada Pelanggaran HAM yang disimpulkan kedalam 4 (empat) empat jenis pelanggaran HAM sebagai berikut :
1. Hak Sipil dan Politik (hak berekspresi, ha katas informasi, hak atas rasa aman, hak atas berpartisipasi, hak hidup dan ha katas keadilan)
2. Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (Hak Atas Tanah, Hak Kepemilikan, Hak Atas Pekerjaan dan Hak Ata Tempat Tinggal),
3. Hak Kolektif (Hak Atas Lingkungan Hidup, Hak Atas Perdamaian dan Hak atas Pembangunan),
4. Hak Kelompok Rentan (Hak Anak, Perempuan, Masyarakat Adat, lansia dan lain-lain).
Atas dasar itu, Komnas HAM RI telah memberikan 7 (tujuh) rekomendasi kepada Pemerintah Republik Indonesia sebagai berikut :
1. Meninjau ulang model pembangunan dalam bentuk PSN karena sangat eksklusif, menimbulkan diskriminasi, penyalahgunaan wewenang, dan pelanggaran HAM yang terus berulang.
2. Melakukan evaluasi secara mendalam dan partisipatif atas PSN yang telah berjalan, dan melakukan penundaan atas PSN yang akan berjalan. Hal ini dilakukan sampai terdapat laporan yang komprehensif atas dampak-dampak PSN sebagai bahan bagi pemerintah dalam merumuskan langkah dan kebijakan tindak lanjut.
3. Mengevaluasi proses penentuan dan penetapan daftar program dan PSN, utamanya untuk memberikan kesempatan kepada para pihak, utamanya pihak terdampak, terlibat dalam memberikan masukan atas PSN.
4. Membangun mekanisme akuntabilitas dan pemulihan atas pelanggaran HAM sebagai dampak pembangunan PSN.
5. Menarik mobilisasi pasukan Polri dan TNI yang berlebihan dalam pengamanan PSN dan merumuskan ulang keterlibatan Polri dan TNI dalam PSN secara proporsional dan diperlukan, serta dibekali dengan pemahaman HAM yang baik dan memadai, bahwa Polri dan TNI bertugas melayani dan melindungi rakyat.
6. Memastikan bahwa semua proyek pemerintah termasuk PSN, baik dilakukan melalui APBN murni ataupun kerja sama dengan swasta atau masyarakat, adalah untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat, bukan untuk kepentingan kelompok atau kerabat. Hal ini sebagaimana pidato pertama Presiden RI Prabowo Subianto di dalam sidang MPR pada 20 Oktober 2024.
7. Memastikan pendekatan berbasis HAM dalam proses penyusunan agenda dan perencanaan pembangunan nasional, dalam hal ini Program Asta Cita Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.
Karena secara khusus Proyek Strategis Nasional di Papua dipraktekan dengan pendekatan Militer sesuai sikap Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto meresmikan 5 (lima) batalyon infanteri (Yonif) penyangga daerah rawan di lima daerah Papua untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah. Agus Subiyanto, menjelaskan bahwa lima batalyon di lima daerah di Papua bakal bekerja sama dengan Kementerian Pertanian dan masyarakat setempat untuk menanam komoditas pangan utama, salah satunya padi.
“Batalyon-batalyon ini di bawah komando daerah militer (Kodam), ada Kodam XVIII/Kasuari dan Kodam XVII/Cenderawasih. Batalyon ini punya spesifikasi ada batalyon konstruksi, ada batalyon produksi. Kami akan melaksanakan program pertanian di wilayah Papua dan batalyon-batalyon ini akan membantu”,ucapnya.
Sesuai Proyek Strategis Nasional dengan pendekatan Militer di Papua diatas, Komnas HAM RI menunjukan dampak temuan Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan rekomendasai yang secara tegas disampaikan oleh Prabianto Mukti Wibowo selaku Komisioner Komnas HAM bidang mediasi mengatakan bahwa masyarakat mempersoalkan proyek strategis nasional (PSN) food estate di Merauke yang sedang digarap Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, aduan itu berkaitan dengan kehadiran PSN menciderai hak asasi manusia (HAM) warga adat setempat khususnya tanah adatnya terutama masalah pengakuan wilayah adat yang digunakan untuk proyek PSN”.
Prabianto menjelaskan, aduan tersebut dikarenakan proses perencanaan pembangungan PSN yang dari awal tidak melibatkan masyarakat setempat dan tidak menerapkan prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC). “Artinya tidak menerapkan FPIC, (seharusnya) ada informasi awal dan prosedur awal dari masyarakat setempat. Tentu ini (PSN) sangat berpotensi untuk terjadinya pelanggaran hak-hak masyarakat adat setempat”.
Atas dasar itu maka Komnas HAM RI Desak Pemerintah Tunda PSN di Merauke. Untuk menindaklanjuti hal itu, Prabianto mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan penerapan prinsip FPIC dalam rencana maupun pelaksanaan pembangunan di seluruh provinsi Papua, termasuk PSN.
Dia pun meminta agar lahan yang masih menjadi sengketa tidak digarap sebelum semua sengketa selesai dengan damai. “Kami meminta pemerintah pusat dan daerah untuk menunda pelaksanaan PSN yang masih menghadapi sengketa dan mendorong proses penyelesaian melalui dialog dan partisipasi khususnya bagi masyarakat terdampak” (Baca : https://www.merdeka.com/peristiwa/komnas-ham-minta-pemerintah-tunda-proyek-strategis-nasional-di-merauke-karena-bermasalah-261443-mvk.html).
Mengingat Komnas HAM Republik Indonesia sebagai Lembaga Tinggi Negara yang dibentuk khusus untuk melakukan tugas “mengembangkan kondisi yang konduksif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan” sesuai Pasal 75, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sehingga temuan dan rekomendasinya wajib dipatuhi oleh Pemerintah dimana kepatuhannya wajib dipastikan oleh Kementrian Hak Asasi Manusia sesuai perintah tugas “perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang instrumen, penguatan, dan pelayanan dan kepatuhan hak asasi manusia” sesuai Pasal Pasal 6 huruf a, Peraturan Presiden Nomor 156 Tentang kementrian Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan wajib dijalankan oleh Presiden Republik Indonesia, Kementrian, Gubernur dan Bupati sesuai perintah “Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan berdasarkan asas pelindungan terhadap hak asasi manusia” sebagimana diatur pad Pasal 5 huruf b, Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Atministrasi Pemerintahan.
Berdasarkan uraian diatas maka kami Front Penolakan Proyek Strategis Nasional dan Militeristik Di Tanah Papua menegaskan :
1. Mentri Hak Asasi Manusia Republik Indoensia segera Pastikan Presiden Republik Indonesia, Mentri Pertahanan dan Kemananan Republik Indonesia, Mentri Pertanian Republik Indonesia, Guburnur Propinsi Papua Selatan dan Bupati Kabupaten Merauke hentikan Seluruh Aktifitas Proyeks Strategis Nasional Di Merauke Sesuai Rekomendasi Komnas HAM RI sesuai perintah Pasal 6 huruf f dan huruf g, Peraturan Presiden Nomor 156;
2. Mentri Hak Asasi Manusia Republik Indoensia segera perintahkan Panglima TNI bubarkan 5 (lima) Batalion Pendukung Proyek Strategis Nasional di Papua;
3. Mentri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia segera perintah seluruh Perusahaan Pengemban Proyek Strategis Nasional di Merauke Hentikan Seluruh Aktifitas Proyeks Strategis Nasional Di Merauke Sesuai Rekomendasi Komnas HAM RI segala aktifitasnya.
Yang tergabung dalam Front Penolakan Proyek Strategis Nasional dan Militeristik di Tanah Papua yaitu LBH PAPUA, ELSHAM PAPUA, KIPRA PAPUA, WALHI PAPUA, FOKER LSM, ALDP, SKP FRANSISKAN, YADUPA, GREEN PEACE, VOLUNTER GREEN PEACE, GREEN PAPUA, TONG PU RUANG AMAN, PAPUA VOICES, ASOSIASI WARTAWAN PAPUA, LBH PERS, FIM-WP, GPRP, IKATAN MAASISWA MERAUKE, PERWAKILAN BEM DAN INDIVIDU PROGREESIF)
Editor: redaksi