Gereja Harus Melawan “6P” yang Didasari Diskriminasi Rasial yang Merusak Penduduk Orang Asli Papua Selama 62 Tahun
Refleksi Minggu, 26 Februari 2023
Gereja Harus Melawan “6P” yang Didasari Diskriminasi Rasial yang Merusak Penduduk Orang Asli Papua Selama 62 Tahun Sejak 19 Desember 1961 Sampai Sekarang
“Apa itu 6P? Peranpokkan, Pencurian, Penjarahan, Penipuan, Pembohongan, Pembunuhan yang berbasis diskriminasi rasial”
Oleh Gembala DR. A.G. Socrates Yoman
Nabi Hosea sampaikan kepada raja-raja, pemimpin-pemimpin, para perdana menteri, para presiden, bahwa:
“…tidak ada kesetiaan dan tidak ada kasih, dan tidak ada pengenalan akan Allah di negeri ini. Hanya mengutuk, berbohong, membunuh,mencuri, berzinah, melakukan kekerasan dan penumpahan darah menyusul penumpahan darah” (Hosea 4:1-2).
Dalam konteks Papua, apa yang dikritik oleh nabi Hosea masih relevan. Karena di negeri ini ada Pancasila dan undang-undang dan hukum, tapi tidak ada kesetiaan pada semuanya itu. Dalam Pancasila ada Sila Ketuhanan yang Maha Esa, tapi para penguasa sepertinya tidak mengenal Tuhan.
Yang ada dalam penguasa Indonesia hanya mengutuk, berbohong, membunuh, mencuri dan menumpahkan darah Penduduk Orang Asli Papua (POAP) dari waktu ke waktu.
Contoh terbaru 9 orang tewas ditangan aparat penguasa Indonesia di Wamena pada 23 Februari 2023. Sebanyak 7 POAP dan 2 orang saudara-saudara kita pendatang.
Prof.Dr. H. Mahfud MD mengutuk POAP dengan mengungkapkan kata-kata rasialis yang sangat keji dan kejam.
“Kelompok Egianus Kogeya itu tikus-tikus kecil hanya lima orang.” (Kompas pagi, 25 Februari 2023).
Mahfud MD juga melabelkan perjuangan POAP itu adalah gerakan teroris. Dan sebelumnya itu ada ujaran-ujaran dan ungkapan-ungkapan diskriminasi rasial yang merendahkan martabat kemanusiaan POAP seperti: monyet, gorila, kkb, opm, separatis, kopi susu, dan tikus-tikus.Diskriminasi rasial ini terus dirawat dan dipelihara oleh penguasa dan orang-orang yang tergolong dalam 6P: Peranpok, Pencuri, Penjarah, Penipu, Pembohong, Pembunuh.
Pembunuhan POAP terus berlangsung karena ada perintah Negara. Perintah itu disampaikan Presiden Republik Indonesia yang dodukung dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Perintah itu belum dicabut sampai saat ini. Perintah itu digunakan TNI-Polri di Tanah Papua.
1. Ir. Joko Widodo mengeluarkan perintah Operasi Militer pada 5 Desember 2018 sebagai berikut:
“Tangkap seluruh pelaku penembakan di Papua. Tumpas hingga akar.” (Detiknews, 5/12/2018).
2. Wakil Presiden (mantan) Haji Jusuf Kalla mendukung operasi militer di Papua, sebagai berikut:
“Kasus ini, ya, polisi dan TNI operasi besar-besaran…” (Tribunnews.com, 6/12/2018).
3. Ketua MRP RI Bambang Soesatyo mendukung operasi militer di Papua sebagai berikut;
“…MPR usul pemerintah tetapkan operasi militer selain perang di Papua” (Kompas.com, 13/12/2018).
4. Wiranto (Mantan Menkopolhukam) mendukung operasi militer di Papua, sebagai berikut: “Soal KKB di Nduga Papua, kita habisi mereka” (Kompas.com, 12/12/2018).
5. Mahfud MD melabelkan dan menempatkan POAP dengan label teroris. Pernyataan primitifnya Mahfud MD pada 29 April 2021, sebagai berikut:
“Pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris.”
Tidak heran, militer dan kepolisian Indonesia diberikan legitimasi Negara untuk operasi militer di Papua dan untuk orang-orang di Papua dikagegorikan sebagai teroris. Karena label teroris, maka mutilasi dan penyiksaan dan pembunuhan POAP dianggap sah, tidak berdosa, tidak bersalah dan pelaku kejahatan dilindungi, ada impunitas dan dihargai sebagai pahlawan.
Pemerintah Indonesia melalui Menkopolhukam mengatakan organisasi dan….dikategorikan sebagai teroris. Jadi, Organisasi Papua Merdeka (OPM) dikategorikan teroris. Ini pesan kuat dari negara bahwa OPM tidak punya akses untuk berunding dengan pemerintah. Pemerintah dianggap mempunyai posisi kuat karena demi keutuhan NKRI mengkategorikan OPM adalah organisasi teroris.
Kata dipakai Negara/Pemerintah melalui Menkopolhukam ialah efektif, yaitu kata organisasi. Kata Organisasi berarti Organisasi Papua Merdeka (OPM) bukan ditujukan kepada Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
Harapan dan doa supaya untuk mengakhiri 6P di Tanah Papua, yaitu Peranpokkan, Pencurian, Penjarahan, Penipuan, Pembohongan, Pembunuhan yang berbasis diskriminasi rasial yang dilakukan penguasa Indonesia ini dibutuhkan orang-orang yang mengasihi Tuhan dan mengasihi sesamanya, seperti Firman Tuhan.
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan segenap akal budimu. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 22:37, 39).
Kekuatan lain yang harus dimiliki oleh orang-orang yang mencintai keadilan, kesamaan derajat, dan kedamaian ialah harus mempunyai dasar pengetahuan yang benar tentang akar persoalan Papua dan mengerti dengan baik tentang 6P di Tanah Papua, yaitu Peranpokkan, Pencurian, Penjarahan, Penipuan, Pembohongan, Pembunuhan yang berbasis diskriminasi rasial ini.
Gereja-gereja, para, pemimpin Gereja, para pendeta, gembala dan orang-orang Kristen tidak bisa tidur bangun dan makan minum di Tanah Papua ini dengan 6P, yaitu Peranpokkan, Pencurian, Penjarahan, Penipuan, Pembohongan, Pembunuhan yang berbasis diskriminasi rasial ini.
Berapa lama lagi pemimpin-pemimpin gereja tertidur di depan 6P ini? Kapan waktunya pemimpin gereja koreksi 6P ini dari mimbar-mimbar gereja?
Gereja-gereja diam dan membisu, maka 6P mengakar, mendominasi dan menguasai Papua dan menghancurkan POAP.
Hari ini dibutuhkan nabi-nabi Hosea untuk menghancurkan 6P dengan kuasa Allah, Yesus Kristus, Roh Kudus.
Era ini dibutuhkan nabi Hosea yang menggunakan kekuatan Injil untuk menghancurkan dab mengakhiri 6P.
Sekarang ini dibutuhkan nabi Hosea untuk menggunakan kekuatan kebenaran, keadilan, kasih untuk menghancurkan 6P di Tanah Papua.
Tuhan Yesus Kristus memberkati.
Ita Wakhu Purom, Minggu, 26 Februari 2023
Penulis: Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua, Pendiri, Pengurus dan Anggota Dewan Gereja Papua Barat (WPCC), Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC) dan Anggota Aliansi Baptis Dunia (BWA).
Editor: Redaksi