Ibrahim Peyon: Politik Statistik Penduduk dan pembohongan Publik
JAYAPURA, PAPUASPIRITNEWS.com-Dosen Universitas Cendrawasih, Ibrahin Peyon dalam penelitiannya telah menemukan sejumlah data fiktif terkait statistik kependudukan di tanah Papua yang lantas disebut Politik Statistik Penduduk adalah politik pembohongan.
“Saya melakukan penelitian etnografi di sejumlah Kabupaten di tanah Papua, seperti Jayapura, Jayawijaya, Yalimo, Tolikara, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Mapi, Nabire, Biak, Sorong Selatan, Bintuni dan Asmat, dan bebepa yang lain, selama beberapa tahun. Saya menemukan satu pola yang sama, dimana jumlah penduduk dalam suatu kampung 50-300 jiwa dan paling banyak 500 jiwa. Tetapi, data yang tertulis di kantor desa (kampung), kampung dengan 50 jiwa ditambahkan menjadi 200 orang, dan penduduk real 500 jiwa dalam suatu kampung ditambahkan menjadi 1000-2000 jiwa”,ujar Ibrahim Peyon dalam keterangannya di group WA Artikel Gembala Dr. Ambirek G Socrates Yoman Kamis, (12/12/2024)
Ibrahim Peyon menjelaskan pada waktu dirinya bertanya kepada masyarakat dan kepala kampung, mereka mengemukakan bahwa jumlah penduduk fiktif terdiri dari nama pohon, nama burung, nama hewan, nama sungai, nama gunung, data nama yang sudah masuk data penduduk dan DPT di kota lain dan termasuk nama orang yang sudah mati
Seperti dikemukakan oleh seorang informan di kampung Tomu di Bintuni, pada waktu dirinya bertanya, berapa anak-anak bapak, ia mengakui 12 orang anak, saya bertanya dimana mereka tinggal? ia mengatakan 6 anak tinggal bersama di rumahnya, dan anak lain tinggal di kampung sebelah. Saya tanya lagi, dimana kampung sebelah, ia mengatakan di kubukan karena mereka sudah meninggal. Tetapi, mereka masih masuk dalam jumlah keluarga kami. Termasuk juga nama-nama orang dari kampung itu yang tinggal di kota lain.
“Saya tanya lagi kepada mereka, mengapa kalian buat penduduk fiktif? Jawaban mereka bervariasi, antara lain: Kami tambah penduduk agar mendapatkan pemekaran desa, dan melalui pemekaran mengilir uang desa. Alasan lain, mereka didesak oleh Bupati dan pejabat Dinas kependuduk. Selain itu, ada jumlah penduduk fiktif banyak untuk kepentingan mendapatkan kursi DPRD dan politik PIKADA khusus Bupati. Ketika ditanya kepada pemerintah daerah, alasan mereka adalah di suatu kabupaten jumlah penduduknya banyak maka mendapatkan anggaran lebih banyak dari pusat”,terangnya
Ibrahim Peyon, yang mengakhiri studi Ph.D atau S3 di Universitas Ludwig Maximilian, Munich, Jerman ini bahwa para anggota Dewan, Bupati dan Gubernur yang terpilih di Papua ini mayoritas adalah suara fiktif, bukan suara manusia. Apabila pendata penduduk dilakukan dengan KTP Elekronik, jumlah penduduk real tiap Kabupaten di Papua ini sedikit, Kabupaten seperti Yalomo, Mamberamo Tengah, Asmat, Nduga, Bintuni, Kaimana mungkin 20-30 ribu jiwa, Kabupaten seperti Yahukimo, Tolikara, Puncak, mungkin sekitar 80-100 ribu jiwa.
Jadi hari ini kata dia orang konflik dimana-mana terkait pilkada untuk merebut suara-suara fiktif ini.
“Saya harap suatu saat negara menerapkan aturan pemilu yang tegas, bahwa semua orang yang ikut pemilu menggunakan harus dibuktikan dengan menunjukkan E-KTP dan kartu keluarga”,pungkasnya. [engel semunya]