JDP Menilai Kehadiran Presiden RI, Joko Widodo belum memberi setetes air sejuk” terbangunnya Papua Tanah Damai
MANOKWARI, PAPUASPIRITNEWS.com Jaringan Damai Papua (JDP) menilai kunjungan Presiden Republik Indonesia Ir.H.Joko Widodo lagi-lagi tidak membawa perubahan signifikan terhadap situasi perdamaian di Tanah Papua.
Jaringan Damai Papua (JDP) tidak melihat adanya keinginan luhur dari Presiden Joko Widodo dan jajarannya untuk membangun suasana perdamaian serta kejelasan sikap negara untuk mengakhiri konflik sosial politik yang telah berlangsung lebih dari 50 tahun di Tanah Papua.
Hadirnya Bapak Presiden Joko Widodo di Biak dan “turun lapangan” bermain sepakbola dengan sejumlah anak-anak muda berbakat di Lapangan Sepak bola Sorido, Biak Selatan, Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua pada Rabu(22/11) sekitar pukul 17:00 wit.
“Itu tidak bisa dilihat secara sederhana, lalu dengan serta merta disimpulkan sebagai bentuk sikap seorang Jokowi yang baik kepada rakyat Papua? Karena nun jauh di balik balutan gunung-gunung nan tinggi dan ngarai yang dalam dan luas, masih ada sejumlah warga bangsa ini yang masih mengungsi untuk mempertahankan hidup dan kehidupan nya”,ujar Jubir JDP, Yan Christian Warinussy dalam keterangannya yang diterima media ini Kamis, (23/11).
Hal mana terjadi kata Watinussy karena mereka merasa tidak nyaman dan tidak akan hidup di kampung-kampung nya lagi akibat adanya pertikaian bersenjata antara pasukan TNI dan Polri dengan Kelompok Sipil Bersenjata (KSB) atau Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB).
“Pertikaian bersenjata atas dasar ambisi politik dari TNI dan Polri dengan TPN PB tersebut sesungguhnya cukup melahirkan banyak kasus saling membunuh dan tidak jarang senantiasa “mengorbankan” rakyat sipil asli Papua yang tidak bersalah dan bahkan tidak memiliki kepentingan apapun dengan konflik bersenjata tersebut”,teraangnya.
Untuk itu, Sebagai Juru Bicara (Jubir) JDP, say melihat bahwa kedatangan Jokowi selaku Kepala Negara sekali lagi menunjukkan bahwa Jokowi hendak memberi sebuah gambaran bahwa hanya “seorang Jokowi” saja yang bisa memposisikan dirinya sebagai Presiden yang dekat dengan rakyatnya.
Jokowi bisa meninggalkan elitisme sebagai Presiden untuk turun bermain sepakbola dengan rakyatnya. Sebuah contoh yang mungkin belum tentu dapat diperankan atau dimainkan oleh calon-calon pemimpin atau calon-calon Presiden pasca Jokowi nantinya.
Namun Jokowi dan jajaran pemerintahannya lupa bahwa persoalan dugaan pelanggaran HAM, konflik bersenjata yang tidak pernah usai secara damai serta penegakan hukum yang tidak berkeadilan bagi rakyat Papua sedang terus terjadi dan memarginalisasi masyarakat adat Papua dari sumber-sumber hidup mereka dewasa ini.
“Ini hal yang JDP lihat bahwa kedatangan Jokowi sebagai Presiden jelang akhir masa pemerintahannya sekali lagi belum mampu memberi “setetes air sejuk” bagi terbangunnya Papua Tanah Damai” akuinya.
Sebab kehadiran Presiden Jokowi menurutnya justru ditafsirkan oleh pihak keamanan di Indonesia sebagai pentingnya melakukan upaya “penebalan” personil militer di Tanah Papua yang pada akhirnya tidak selalu menjadi jaminan bagi terciptanya keamanan yang substansial di Bumi Cenderawasih ini.
“Sesungguhnya penambahan atau penebalan pasukan TNI dan Polri bakal meningkat secara signifikan jelang awal bulan Desember 2023 mendatang. Alasan klasik bahwa perlu mewaspadai 1 Desember 2023 sebagai Hari Papua Merdeka adalah sebuah “kiasan” tidak lucu yang sudah kian dipahami oleh rakyat Papua kebanyakan. Karena sesungguhnya tidak ada upacara maupun perayaan secara besar-besaran yang bakal perlu diantisipasi dengan menggunakan pendekatan militer atau keamanan sekalipun”,tandasnya.
Untuk itu, JDP sangat yakin bahwa langkah-langkah penambahan personil keamanan sesungguhnya mempertontonkan gambaran tentang adanya upaya penyedotan anggaran pengamanan yang tersedia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sektor keamanan.
“Ini sesungguhnya sangat tidak adil bagi sebuah negara demokrasi sebesar Indonesia yang sejatinya perlu pula menata ulang cara pandang dan cara pendekatan yang bisa digunakan dalam membangun kembali Ke Indonesian di tengah-tengah aspirasi ke Papuaan yang tak bisa terus diberangus melalui model pendekatan keamanan yang bersifat klasik semata”,pungkasnya. [Engel Semunya]