Kalau Lukas Enembe Gubernur Papua di Jemput Paksa dan Ada Konflik, Ada Korban, Siapa yang Mendapat Manfat & Keuntungannya?
Jayapura, papuaspiritnews.com-Gembala DR. A.G. Socratez Yoman Presiden Persekutun Gereja-gereja Baptis Papua mengatakan penguasa pemerintah, KPK, aparat keamanan TNI dan Kepolisian, dalam kelola negara tidak harus menggunakan pendekatan kekerasan. Pemanggilan atau penjemputan paksa bukan satu-satunya jalan, tapi masih banyak jalan yang lebih manusiawi, adil, beradab, bermartabat untuk harmoni dan kedamaian semua orang.
Fakta membuktikan, bahwa Lukas Enembe Gubernur Papua benar-benar dalam proses pemulihan kesehatan. Kita sama-sama berpendapat bahwa kemanusiaan harus menjadi pilar penting untuk keselamatan semua orang.
Penguasa, KPK, jangan benturkan aparat keamanan TNI/Kepolisian dengan rakyat. Langkah-langkah preventif harus ditempuh, supaya aparat keamanan dan rakyat tidak saling melukai, saling menyakiti dan saling membunuh.
“Kalau terjadi penyemputan paksa Lukas Enembe dan terjadi konflik dan ada korbn, siapa yang memperoleh manfaat keuntungan? Saya pikir hanya ada air mata dan kesedihan dan kebencian yang merusak persaudaraaan, kemanusiaan dan harmoni”,ujar Socratez S Yoman kepada papuaspiritnews Rabu, (5/10/2022)
Sementara, dampak lain yang unimaginable or unpredictable situation (situasi yang tidak dibayangkan dan tidak diprediksikan) itu berdampak meluas ke seluruh Papua.
“Jangn Korbankan Rakyat Sipil yang Melayani, Bekerja dan Mencari Hidup yang Tidak Tahu Masalah di Pegunungan, di Lembah -lembah, Pinggiran Danau dan Laut.” terang Yoman
Sicratez S Yoman yang juga anggota persekutuan Gereja-gereja Papua ini berharap kepada pemerintah jangan keluarkan darah dan air mata rakyat kecil yang polos, murni, ceria yang sedang berada di Tanah ini. Tidak ada urgensi untuk menjemput paksa Lukas Enembe Gubernur Papua.
Karena, Lukas Enembe gubernur Papua sedang dalam proses pemulihan kesehatan, maka tulisan ini menyentuh nurani kemanusiaan kita semua. Biarkanlah LE Gub Papua sembuh, pulih dan kuat.
“Jadi, jangan tumpahkan darah aparat TNI-Polri dan rakyat Papua hanya dengan nilai 1 milyar rupiah. Nilai kemanusiaan TNI dan Polri dan rakyat Papua tidak bisa disamakan dengan nilai uang 1 milyar.
Karena, Ikan di kepala banyak yang busuk dan badannya juga semuanya ikut menjadi busuk. Jadi, korupsi di Indonesia itu berjalan telanjang. Guru korupsi berdiri dan murid-muridnya di Papua korupsi berlari
“Save TNI, Save Kepolisian, Save Brimob, Save LE Gub Papua, Save Rakyat Papua, Save Papu, Save Indonesia, Save G-20.”tutup Socratez S Yoman. (es)