Kasus Persetubuhan, PH, Yan C Warinussy Kesal Majelis Hakim tidak Memberi Kesempatan Menyampaikan Nota Pembelaan
MANOKWARI, PAPUASPIRITNEWS.com-Yan Christian Warinussy Penasihat Hukum dari salah satu Anak Pelaku berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum Umiyati M. Saleh dari Kejaksaan Negeri Manokwari terkait perbuatan pidana persetubuhan terhadap anak.
“Dalam hal ini saya ingin memberikan tanggapan terkait putusan Majelis Hakim Pidana Nomor: 3/Pud.Sus-Anak/2023/PN Mnk. Dimana sejatinya menurut catatan kami bahwa selama persidangan berlangsung sesungguhnya terbukti tidak ada kekerasan yang terjadi terhadap anak korban L tersebut”,ujar Warinussy dalam keterangannya yang diterima papuaspiritnews.com Selasa, (18/4/2023).
Hak itu kata Warinussy terbukti dari keterangan para saksi dewasa, saksi anak Aska maupun saksi anak Angga serta keempat anak pelaku. Intinya anak L tidak menolak saat diajak untuk datang ke tempat kejadian perkara dengan tujuan minum minuman keras.
“Buktinya ketika dijemput oleh anak Aska, anak korban L tidak sama sekali menolak dan ikut saja hingga di TKP. Kedua, saat ada di TKP, menurut anak korban L dia dipaksa minum, padahal faktanya dia sendiri dibantu dengan menengak gelas minuman yang diserahkan oleh anak MMRR dan meminumnya sendiri. Bahkan sekitar 3 sampai 4 gelas diminum oleh anak korban L. Itu artinya tidak ada unsur paksaan saat menegak minuman keras jenis anggur merah dicampur dengan Vodka.
Ketiga, karena mengeluh kepalanya pusing, maka anak MMRR dan anak G mengajak anak korban untuk masuk tidur di kamar di rumah saksi HSL. Keempat, saat terjadi persetubuhan dari awal hingga selesai, anak korban sama sekali tidak melakukan perlawanan atau memberontak terhadap para anak pelaku”,terangnya.
Malahan saat akhirnya, anak-anak pelaku sempat mendengar kalau anak korban L berkata : “Wei siapa lagi, cepat sudah, sa mau pulang nih”? Tidak ada bekas kekerasan pada diri anak korban dan anak korban bangun sendiri dan mengenakan celana dalam maupun celana pendeknya dan keluar dari kamar lalu sempat menanyakan kepada anak saksi Angga : “anak-anak dong kemana kah”? Dijawab anak saksi Angga : “dong sudah pergi”, lalu anak korban duduk sambil chat temannya yang datang dan menjemputnya.
“Sehingga kami selaku Penasihat Hukum anak pelaku memandang bahwa sesungguhnya tidak terjadi kekerasan dalam perkara a quo.
Sayang sekali karena Majelis hakim sama sekali tidak memberi kesempatan yang cukup bagi Tim Penasihat Hukum untuk menyampaikan nota pembelaan (pledoi). Padahal hal itu sudah jelas diatur dalam UU No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)”,jelas Warinussy
Bahkan anehnya, persoalan persetubuhan anak ini dapat dilaporkan ke Polres Manokwari setelah ibu guru wali kelas anak korban menerima informasi bahwa kasus tersebut sudah viral di video.
Sementara video tersebut sama sekali tidak pernah ada dan tidak dimasukkan sebagai barang bukti dalam perkara ini. Di akhir menjelang putusan, justru orang tua anak korban meminta agar anak-anak pelaku dan orang tua nya beritikad baik memberikan santunan bagi orang tua anak korban yang hendak membawa anak korban keluar Manokwari untuk melanjutkan studinya dan diperiksa kesehatannya maupun psikologinya.
“Ini sudah dipenuhi oleh orang-orang tua dari para anak pelaku sebesar Rp. 40 Juta rupiah. Sayang sekali dalam vonis justru berbeda dari tuntutan JPU yaitu 3 tahun dan 6 bulan. Sedangkan Putusan Majelis Hakim memberi pidana badan 2 tahun dan 6 bulan penjara serta pelatihan kerja selama 3 bulan bagi tiga anak pelaku yaitu MMRR, JN, dan GW.
Sedangkan bagi anak MYP dipidana pembinaan dalam LPKA selama 1 tahun dan pelatihan kerja selama 3 (tuga) bulan”,pungkasnya. (Engel S)