Kehidupan Kebudayaan Sosialisme Suku Lani (Part 10 )
ORANG LANI DAN BAHASA
Oleh Gembala Dr. Ambirek G. Socrates Yoman
Orang Lani mempunyai Wone/Wene/Firman. Wone atau Wene artinya Firman atau Bahasa.
Nama Ibu atau Mama kandung saya Woneninggirik Wakerkwa. Wone atau Weneninggirik ada dua kata.
Wone/Wene artinya Firman. Ninggirik artinya kumpulan perbendaharaan firman. Jadi, Wone/Weneninggirik artinya kumpulan firman.
Bahasa (Firman) yang digunakan oleh orang Papua Pegunungan ada yang berbeda-beda. Tetapi, bahasa yang dipakai atau digunakan lebih luas adalah bahasa Lani. Suku Lani yang menggunakan bahasa Lani adalah suku terbesar di Papua, yang hidup, tinggal/mendiami dan bermukim berabad-abad di Pegunungan West Papua di bagian Barat dari Lembah Balim. Wilayah yang didiami pemilik dan pengguna bahasa Lani meliputi: Piramit, Makki, Tiom, Kelila, Bokondini, Karubaga, Mamit, Kanggime, Ilu, Mulia, Nduga, Kuyawagi, Sinak dan Ilaga.
Saya orang Melanesia, bangsa Papua berasal atau dilahirkan oleh kedua orang tua, ayah dan mama pengguna bahasa Lani, sehingga bahasa pertama atau bahasa asli saya adalah bahasa Lani.
Bahasa Lani ini digunakan oleh bangsa berideologi sosialisme yang bermukim di jantung Papua, tepatnya di Tiom atau Ti Eyom Mbok Iyok Peregim
Tiom dan Mbok Iyok Peregim ada mengandung arti yang luas.
Tiom berasal dari dua kata “Ti Eyom.” Kata “Ti” artinya “Itu”. Kata “Eyom” artinya “saat atau waktu.”
Jadi, Ti Eyom atau Tiom artinya “Saat itu
atau Waktu Itu.”
Kita hubungkan “Ti Eyom “dengan tiga kata: “Mbok Iyok Peregim” menpunyai pengertian utuh yang saling melengkapi dan menyempurnakan.
Jadi, kata “Mbok” adalah TUHAN. Kata “Ijok” artinya “kaki”. Sedangkan kata “Peregim” artinya “meletakkan.”
Pemahaman atau pengertian utuhnya ialah “Saat atau Waktu Itu, TUHAN meletakkan kaki-Nya.” Atau “Ti Eyom, Mbok Iyok Peregim”.
Kembali pada pokok bahasa Lani (back to the topic).
Bahasa Lani digunakan lebih luas. Bahasa Lani dalam penggunaannya mempunyai bentuk-bentuk waktu, tepatnya seperti bahasa Inggris.
Bahasa Lani mempunyai bentuk-bentuk waktu. Waktu lampau, waktu lampau dekat, waktu sedang berjalan, waktu akan datang.
Contohnya: Nogogwarak (telah lama pergi/ had gone), Nagarak (baru pergi/has/have gone), Nogwe (sedang pergi/being going), Nagun (akan pergi/will go).
Bahasa Lani adalah bahasa yang sangat kaya, dalam dan luas dengan istilah-istilahnya. Bahasa Lani ada tingkatan penggunaan. Dalam memanggil orang-orang ada klasifikasi dan standar-standar moral dan etika.
Contohnya: Kalau memanggil saya, tidak bisa langsung dengan nama saya, tapi dengan panggilan yang terhormat, paling elegan dan sopan, yaitu: “Owaganak” atau “Owakelu” atau nama kehormatan sekarang dengan gelar dan terhormat dalam kalangan seluruh suku Lani, yaitu, “Ap Ndumma.”
Panggilan dengan kata “Owaganak, Owakelu dan Ap Ndumma” mempunyai arti atau mengandung makna yang dalam.
“Owaganak” artinya sebutan dari marga Mama kandung saya. Orang memanggil saya dengan kata “Owaganak” artinya Pak Yoman anak dari ibu atau perempuan suku bermarga Wakerkwa. Seharusnya saya dipanggil Wakerkwanak, tapi mengapa saya dipanggil Owaganak?
Ada kisanya. Orang Lani dari keluarga Wakerkwa sebagai bagian dari orang-orang sosialis sejati, biasanya mereka memotong tulang-tulang babi, bukan dagingnya, dan bagian tulang yang dipotong itu dibagi-bagi diantara mereka. Maaf, tidak melulu tulang, tapi ada daging dan lemak juga dibagi dengan tulang-tulang yang sudah dipotong
Kata Owaganak mempunyai dua kata. Owak artinya tulang. Kata “ganak” artimya “anak”. Jadi, Owaganak artinya anak dari perempuan keturunan orang suku Wakerkwa yang “memotong tulang babi dan membagi-bagi”. Artinya orang-orang yang selalu peduli dengan sesamanya, tidak tamak, tidak rakus, tidak egois.
Sedangkan kata “Owakelu” ada dua kata. “Owak” artinya tulang. “Elu” artinya “tinggi”. Jadi, artinya bukan orang tulang tinggi. Panggilan “Owakelu” itu khusus kepada orang-orang atau laki-laki suku Lani yang berpostur atau berbadan tinggi.
Kata “Ndumma” artinya satu kehormatan paling bergengsi dalam suku Lani. Panggilan penghomatan dengan kata “Ndumma” adalah bagi orang khusus dengan kriteria-kriteria ketat yang terbentuk dengan satu proses alami dalam kurun waktu dan jangka panjang.
Gelar “Ndumma” tidak ada unsur karbitan, pemaksaan, unsur keturunan, ikatan keluarga, tapi melalui seleksi alam atau proses alam yang memakan waktu.
Intinya, gelar atau panggilan seseorang dari kalangan dengan kata “Ndumma” itu dengan sendirnya dan orang-orang suku Lani tahu dan mengerti proses dan siapa yang layak dan pantas disebut “Ndumma.”
Gelar Ndumma. Kata “Ndumma” artinya satu gelar kehormatan paling bergengsi dalam suku Lani.
Ndumma adalah pemimpin pembawa damai dan pembawa ketenangan, pelindung rakyat, pemimpin yang selalu ada di hati rakyat. Pangakat ini adalah pangkat yang paling tinggi dan termahal dalam suku Lani.
Sebutan “Ndumma” pada seseorang tidak mudah didapatkan. Orang dinobatkan “Ndumma” itu tanda jaminan keamanan pada masyarakat Lani. Semua orang mendengarkan apa yang dikatakan oleh Ndumma.
Ndumma adalah gelar kehormatan yang kepada orang yang layak, terhormat dan terpandang dalam masyarakat Lani. Kalau ada orang yang mengganggu orang yang sudah dinobatkan gelar “Ndumma”, maka turunlah malapetaka, kutuk, dan bencana yang besar terhadap orang-orang pengganggu itu.
Oleh karena itu,seorang yang sudah lahir sebagai Ndumma dengan proses yang panjang itu harus dihargai dan dilindungi oleh semua orang-orang Lani. Karena, “Ndumma” juga pelindung rakyat. Penghargaan gelar “Ndumma” kalau dalam level internasional, orang selalu sebut “Nobel Perdamaian.”
Kembali pada topik, yaitu bahasa.
Dalam generasi orang suku Lani sekarang, pemuda yang menggunakan bahasa Lani dengan fasih dan mengerti berbagai tingkatan istilah bahasa Lani ialah John Tabo. John Tabo mantan bupati Tolikara, sekarang bupati Mamberamo Raya. Karena kemahitan dan kemampuannya itu, orang-orangnya sendiri, suku Lani memberikan kehormatan dengan sebutan “Ambolom” kepada John Tabo.
Ambolom dalam bahasa suku Lani artinnya “tunggal” atau.”belum ada yang lahir atau ada seperti dia.”
Dalam bahasa ada “kuasa kata-kata” atau ada “kuasa firman”.
“Karena setiap kata Anda dan saya keluarkan dari mulut menggunakan bahasa itu memuat arti, makna, pesan dan tujuan. Setiap kata selalu mempunyai pengaruh dan berdampak besar bagi para pendengar…:
“Biasanya, ada kata-kata yang mrmbangun, meneguhkan, menyadarkan memotivasi. Sebaliknya, ada kata-kata yang meruntuhkan semangat membuat orang tersinggung, marah dan terluka.”
John C. Maxwell (dalam The Maxwell Daily Reader, 2016: 48, 181) mengatakan: “Sepatah kata yang lembut yang memancar dari hati selalu diterima dengan baik. Lalu, perkataan yang salah dapat menghancurkan impian seseorang, tapi dengan kata-kata tepat dapat menginspirasi mereka untuk mrngajar impian itu.”(Sumber: Kuasa Kata-Kata, Yoman: 2022, hal.1).
Bahasa ini semakin hilang dengan budaya dan bahasa asing. Bahasa asli suku Lani dan 250 suku bangsa Papua Barat harus diselamatkan.
Catatan Penting untuk seluruh rakyat dan bangsa Papua Barat 250 suku dari Sorong-Merauke.
Penguasa Indonesia sebagai bangsa kolonial modern sudah, sedang dan akan menghancurkan bangsa Papua Barat beberapa pilar penting, yaitu:
1. Bahasa kita;
2. Sejarah kita sudah dibakar sejak 1 Mei 1963:
3. Budaya kita;
4. Putuskan relasi kita dengan leluhur;
5. Tanah kita dirampok atas nama pembangunan bias pendatang/orang-orang asing.
6. Hancurkan persatuan bangsa Papua Barat.
Syed Ussein Alatas dalam buku berjudul: Mitos Pribumi Malas: Citra Orang Jawa, Melayu dan Filipina Dalam Kapitalisme Kolonial (1988:37; 44) menulis sebagai berikut;
“Mereka (orang diduduki dan dijajah) harus direndahkan dan dibuat merasa bodoh dan bersikap tunduk, karena kalau tidak mereka akan bergerak untuk memberontak (hal.37)….Penghancuran kebanggaan pribumi dipandang sebagai suatu kebutuhan; karenanya dilakukan pemcemaran watak pribumi” (hal.44).
Kutipan menjadi sangat jelas, terbuka dan terang, bahwa penguasa Indonesia dengan ideologi Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI harga mati dapat merendahkan, menghancurkan, mencemarkan watak pribumi Penduduk Orang Asli Papua (POAP) sejak 1 Mei 1963 dengan membakar buku-buku sejarah dan kebudayaan rakyat dan bangsa Papua Barat.
Penghancuran sejarah, kebudayaan, bahasa, dan nilai-nilai sosialisme bangsa Papua Barat berlangsung sampai saat ini dengan berbagai kebijakan pembangunan bias pendatang.
Ada perampasan TANAH atas nama pembangunan terjadi dimana-mana di seluruh TANAH Jajahan kolonial modern Indonesia di seluruh TANAH Papua Barat dari Sorong-Merauke.
Terima kasih. Selamat membaca.
Ita Wakhu Purom, Sabtu, 27 Mei 2023
Penulis: Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
=========
HP/WA:08124888458;
WA: 08128888712
Catatan: Tulisan ini perlu diberikan saran, koreksi, masukan, perbaikan dan kritik.