Kehidupan Kebudayaan Sosialisme Suku Lani (Part 3) Suku Lani dan Aturan Perang
Oleh Gembala Dr. Ambirek G. Socrates Yoman
Dalam suku Lani memicu perang karena tiga masalah mendasar, yaitu:
(1) Masalah Tanah; (2) Masalah perempuan; (3) Masalah pencurian babi.
Perang akibat dari tiga masalah ini,maka dalam perang orang Lani ada norma-norma atau peraturan yang harus ditaati dan wajib diikuti oleh kedua kelompok yang bertikai atau berperang.
(1) Dilarang membunuh anak-anak.
(2) Dilarang membunuh perempuan.
(3)Â Dilarang membunuh orang tua.
(4) Dilarang membunuh orang lumpuh.
(5) Dilarang membunuh orang buta dan tuli.
(6) Dilarang membunuh pemimpin.
(7)Â Dilarang mengambil barang-barang di medan perang sebagai barang jarahan.
(8) Dilarang memperkosa perempuan di medan perang.
Membunuh musuh harus dengan alasan yang jelas. Jangan membunuh orang tanpa dasar dan alasan yang jelas kuat. Dalam.membunuh musuh jangan hancurkan muka, kepala, jangan potong leher, potong kaki dan tangan manusia yang dibunuh. Jangan keluarkan isi perut orang yang dibunuh. Jangan membunuh orang dari bagian belakang. Manusia dibunuh dibagian dada/lambung.
Setelah manusia dibunuh mayatnya dilarang keras buang dijurang. Dilarang disembunyikan ditempat tersembunyi. Orang yang dibunuh dilarang dibuat telanjang. Dilarang meletakkan mayatnya terlentang. Mayat orang yang dibunuh diatur posisi tidur menyamping kanan atau kiri, tetapi dilarang biarkan terlentang muka ke arah langit atau muka ke arah tanah.
Setelah dibunuh pihak pembunuh berkwajiban sampaikan informasi kepada keluarga korban. Supaya keluarga korban datang mengambil jenazah dan berkabung dan mengabukannya (membakarnya).
Akibat dari melanggar norma-norma perang tadi, para atau pihak pelaku mengalami musibah kutuk dan murka turun-temurun. Keturunan mereka tidak pernah selamat karena darah orang yang dibunuh itu menentut balasan.
Biasanya, musibah dan malapetaka itu berhenti ketika para pelaku kejahatan mengaku bersalah, minta maaf dan minta pengampunan dari keluarga korban.
Dilarang membunuh dan wajib lindungi pemimpin kedua pihak yang sedang berperang dan bermusuhan karena pemimpin adalah simbol pelindung dan perdamaian. Kalau pemimpin dibunuh berarti kehancuran dan malapetaka bagi rakyat kedua belah pihak yang sedang berperang.
Keyakinan, nilai luhur dan ilahi orang Lani bahwa pemimpin adalah NDUMMA sebagai pemegang kebenaran, keadilan, kasih, kejujuran, pengharapan, pembawa angin sejuk, kenyamanan, ketenangan dan harmoni hidup. Karena itu, pemimpin sebagai Ndumma harus dilindungi, dijaga dan dihormati. Kalau orang menggamggu Ndumma berarti mengganggu seluruh penduduk orang Lani.
Kedua belah pihak juga berdamai dengan cara yang unik dan bersahabat, walaupun bermusuhan. Karena pada dasarnya orang-orang Papua pada umumnya dan orang Lani lebih khusus, orang-orang paling jujur, tulus, tidak berpura-pura dan munafik. Mereka orang-orang mencintai KEDAMAIAN dan PERSAUDARAAN. Mereka berdamai dengan makan bersama dengan menyembelih beberapa ekor babi. Mereka saling bertukaran ternak babi yang mereka miliki.
Adapun daun pisang yang diatasnya diletakkan daun ubi adalah simbol perdamaian antar orang Lani yang sedang berperang. Orang-orang Lani adalah bangsa Melanesia yang sangat unik ada di planet ini. Aku bangga karena aku orang Lani, aku orang gunung, aku orang Papua, aku orang Melanesia. Aku bukan orang Indonesia dan saya bukan bangsa Indonesia.
Kita komparasikan dengan watak dan perilaku bangsa kolonial modern Indonesia yang menduduki dan menjajah rakyat dan bangsa Papua Barat, sangat bertabrakan dengan kehidupan kebudayaan sosialisme bangsa Papua Barat yang digambarkan melalui suku Lani.
Aparat TNI-Polri berperilaku seperti bangsa barbar,kriminal, teroris, dan sangat brutal dan kejam yang melewati batas-batas nilai kemanusiaan yang dialami oleh rakyat dan bangsa Papua Barat selama 62 sejak 19 Desember 1961 sampai sekarang.
Benarlah apa yang dikatakan alm. Hermanus Wayoi seperti dikutip ini:
“….Rakyat Papua yang terbunuh dalam operasi-operasi militer di daerah-daerah terpencil atau pelosok pedalaman dilakukan tanpa prosedur dan pandang bulu, apakah orang dewasa atau anak-anak. Memang ironis, ketidakberpihakan hukum yang adil menyebabkan nilai orang-orang Papua dimata aparat keamanan Pemerintah Indonesia tidak lebih dari seekor binatang buruan” (Sumber:Â Â Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah Kebisuan Sejarah Papua Barat: Yoman, 2007:143).
Bukan saja apa yang disampaikan alm. Hermanus Wayoi, tapi kita melihat dan menyaksikan selama ini. Manusia dibantai seperti hewan dan manusia dimutilasi dan berbagai bentuk kejahatan yang ditunjukkan dan dipertontonan bangsa Indonesia.
Membaca tulisan Kehidupan Kebudayaan Sosialisme Suku Lani Part 3, ini membuktikan bahwa rakyat dan bangsa Papua Barat adalah bangsa yang bermartabat, manusiawi dan terhormat.
Pertanyaannya ialah siapa yang kkb, teroris, gpk, yang membuat kekacauan, keonaran, kegaduhan, kekerasan di Tanah Papua Barat?
Kepentingan apa dan siapa kekerasan dan kekacauan dan Papua dipelihara sebagai wilayah konflik?
Doa dan harapan saya, tulisan singkat ini memberikan pencerahan dan ilmu pengetahuan tentang Kehidupan Kebudayaan Sosialisme Suku Lani.
Terima kasih. Selamat membaca.
Ita Wakhu Purom, Rabu, 24 Mei 2023
Penulis:
Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
=========
HP/WA:08124888458;
WA: 08128888712
Catatan: Tulisan ini perlu diberikan saran, koreksi, masukan, perbaikan dan kritik.