Kehidupan Kebudayaan Sosialisme Suku Lani (Part 6)

ORANG LANI DAN PEREMPUAN
Oleh Gembala Dr. Ambirek G. Socrates Yoman
Dalam kehidupan kebudayaan sosialisme suku Laniz, perempuan Lani identik dengan keberhasilan seorang laki-laki, artinya, peran perempuan Lani ialah selalu mengangkat martabat seorang laki-laki dan dinobatkan menjadi pemimpin hebat yang dihormati oleh orang Lani dengan gelar “Ap Nagawan” atau “Ap Ndumma” yaitu laki-laki pengayom masyarakat, pelindung rakyat, pembawa damai, penutur kebenaran, keadilan, kasih dan kedamaian.
Perempuan Lani identik dengan pembawa dan pendamai. Di medan peperangan, perempuan Lani sering bahkan selalu tampil di depan menyatakan perang harus dihentikan, maka perangpun berhenti.
Perempuan Lani ditempatkan dalam ruang kehidupan lebih sentral sebagai sumber kekayaan dan kehidupan. Karena itu, orang Lani selalur menghormati perempuan sebagai roh dari keluarga dan masyarakat suku Lani. Perempuan adalah jantung, urat dan darah orang Lani. Dalam suku Lani, terutama dalam keluarga, orang menempatkan di tempat terhormat, karena dalam tangan perempuan, ada kekayaan dan kehormatan.
Maka tidak heran, dalam nilai hidup suku Lani, peperangan besar terjadi karena dipicu oleh msalah perempuan. Memang, pada umumnya terjadi perang karena tiga masalah besar, yaitu: tanah, perempuan dan babi.
Laki-laki orang Lani sangat menghormati perempuan sejak turun-temurun karena perempuan Lani sebagai pembawa kesuburan. Jadi, laki-laki suku Lani jarang merendahkan dan meremehkan martabat perempuan Lani. Intinya, perempuan Lani itu sumber air, sehingga sumber air itu harus dijaga, dilindungi, dan dipelihata kejernian sumber air itu dengan penuh rasa tanggungjawab.
Dalam suku Lani, soal ‘mas kawin’ perempuan itu sesungguhnya bukan berarti membayar atau membeli perempuan. Ini pemahaman yang sangat menyesatkan, keliru dan salah, yang dikembangkan oleh orang-orang dari luar yang tidak tahu dan mengerti makna mas kawin.
Suka Lani tidak pernah ‘membayar’ atau ‘membeli’ perempuan. Beberapa ekor babi yang diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan itu dengan beberapa tujuan:
(1) Tanda bahwa perempuan itu sudah tidak gadis lagi, dan dia sudah menjadi milik laki-laki, sehingga tidak ada laki-laki yang melirik atau menggoda gadis itu;
(2) Tanda membangun hubungan harmonis turun-temurun antara pihak-pihak laki-laki dengan perempuan;
(3 Tanda ucapan terima kasih dari pihak keluarga laki-laki kepada pihak perempuan, karena kedua orang tua perempuan dab saudara-saudara telah memelihara dan membesarkan anak perempuan. Singkat kata, Laki-laki meminta permisi atau izin dengan cara beradab, bermartabat dan terhormat untuk menyambut gadis itu sebagai teman hidupnya;
(4) Yang terakhir, untuk menghindari supaya perempuan atau gadis itu tidak ada beban moril karena laki-laki belum atau tidak pernah berterima kasih kepada orang tua dan keluarga yang membesarkan perempuan.
Dalam suku Lani, perempuan dilarang bekerja berat seperti membuat honai, membuat pagar, kerja kebun dan pekerjaan yang membutuhkan tenaga atau fisik yang kuat. Mereka adalah wanita-wanita mulia dan terhormat di hati laki-laki. Perempuan Lani adalah surganya laki-laki suku Lani.
Jadi, di depan mata laki-laki suku Lani, jangan pernah marah atau pukul saudari perempuan. Pihak perempuan seluruh kampung itu akan marah dan menyerang keluarga laki-laki yang meremehkan dan merendahkan harga diri saudara perempuan mereka. Karena peradaban di dalam hidup orang Lani, perempuan itu mulia dan segala-galanya.
Kalau ada laki-laki orang Lani yang memukul dan melukai perempuan atau istri itu patut dipertanyakan. Perbedaan pendapat dalam rumah tangga itu sudah merupakan dinamika sosial dalam keluarga dan itu hal yang normal. Tetapi, memukul dan melukai perempuan itu bukan nilai hidup orang Lani.
Tulisan ditulis dengan tujuan untuk meluruskan, bahwa selama ini dikembangkan mitos bahwa laki-laki suku Lani membayar ‘mas kawin’ dan ia memperlakukan perempuan sesuka hatinya karena sudah ‘membayar mas kawin’. Hal ini mitos yang sangat menyesatkan dan tidak benar dan juga merendahkan martabat laki-laki suku Lani. Mitos ini dikembangkan oleh orang-orang luar yang tidak bertanggungjawab dan mereka yang selalu merendahkan martabat kemanusiaan orang-orang Papua di bagian pegunungan. Dalam tradisi dan budaya, orang-orang Lani hidup dengan martabat kemenusiaan yang tinggi dan tidak pernah diatur oleh orang-orang luar atau asing.
Hal yang benar ialah laki-laki suku Lani sangat menghormati dan menghargai istrinya sebagai pengganti mamanya dalam kehidupannya dan laki-laki suku Laki sering tunduk pada wibawa dan otoritas istrinya. Laki-laki suku Lani menempatkan istrinya sebagai teman seumur hidupnya, sahabat dalam suka dan duka.
Terima kasih. Selamat membaca.
Ita Wakhu Purom, Kamis, 25 Mei 2023
Penulis:Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
=========
HP/WA:08124888458;
WA: 08128888712
Catatan: Tulisan ini perlu diberikan saran, koreksi, masukan, perbaikan dan kritik.