Kesejahteraan Bukan Akar Persoalan Papua Dan Kata “KESEJAHTERAAN” Hanya Topeng Untuk Menutupi Akar KEKERASAN Dan KEJAHATAN NEGARA Di PAPUA

Artikel
Kesejahteraan Bukan Akar Persoalan Papua Dan Kata “KESEJAHTERAAN” Hanya Topeng Untuk Menutupi Akar KEKERASAN Dan KEJAHATAN NEGARA DI PAPUA
“Papua berintegrasi dengan Indonesia dengan tulang punggungnya pemerintah militer” (Sumber: Amiruddin Al Rahab: Heboh Papua, Perang Rahasia, Trauma dan Separatisme: 2020:42).
Oleh Gembala DR. A.G. Socratez Yoman
Kata “Kesejahteraan” (well being atau welfare) itu saudara kembar Kedamaian. Untuk mewujudkan rakyat dan bangsa Papua “sejahtera” dan “damai” itu ada syaratnya. Persyaratan Kesejahteraan dan Kedamaian ialah keadilan dan kebenaran. Tanpa rasa keadilan dan kebenaran untuk mewujudkan kesejahteraan dan kedamaian itu mimpi-mimpi kosong.
Di Merauke, pada 14 Juli 1969, Jenderal TNI (Purn.) Amir Machmud kelahiran Cimahi, Bandung, Jawa Barat, 21 Februari 1923, orang pertama yang menanamkan bibit kebohongan atau penipuan kata “KESEJAHTERAAN Palsu” kepada rakyat dan bangsa Papua melalui peserta Pepera 1969 yang diseleksi dan diawasi ABRI, kini TNI.
Kebohongan atau penipuan dengan kata “Kesejahteraan Palsu” itu diabadikan dalam laporan Dr. Fernando Ortiz Sanz, diplomat dari Bolivia yang mewakili Sekretaris Jenderal PBB, Maha Thray Sithu U.Thant, sebagai berikut:
“Menteri Dalam Negeri Indonesia (Jenderal TNI-Purn, Amir Machmud) menyatakan: pemerintah Indonesia, berkeinginan dan mampu melindungi untuk KESEJAHTERAAN rakyat Papua Barat; oleh karena itu, tidak ada pilihan lain, tetapi tinggal dengan Republik Indonesia.”
(Sumber: United Nations Official Records: 1812th Plenary Meeting of the UN Assembly, agenda item 98, 19 November 1969, paragraph 18, p. 2).
Pada Minggu, 29 Januari 2023, ada seorang teman diskusi sampaikan pesan singkat kepada saya. Pesan singkat dari teman berbunyi seperti dikutip di bawah ini:
“Sehat selalu bapak. Kami senang dapat selalu diskusi dengan bapak untuk KESEJAHTERAAN masyarakat Papua secara luas. KESEJAHTERAAN itu point yang mendesak diatasi.”
Saya memberikan tanggapan sebagai berikut:
“Persoalan Papua bukan Kesejahteraan, masih ada masalah sangat kompleks. Waa…”
Muhammad Jusuf Kalla (mantan wakil presiden) pernah mengatakan:
“Masalah Papua adalah masalah kesejahteraan. Semuanya dikasih jadi mereka menuntut dan meminta apa lagi” (Sumber: TVOne, 8 Novemver 2011).
Membaca pernyataan Jenderal TNI (Purn) Amir Machmud dengan teman saya ini sepertinya rekaman lama yang dijaga, dipelihara dan dirawat dengan baik selama bertahun-tahun sejak 14 Juli 1969 dalam upaya pendudukan dan penjajahan Indonesia terhadap rakyat dan bangsa Papua.
Mari, para pembaca bandingkan perkataan dari Jenderal TNI (Purn) Amir Machmud dengan pernyataan teman diskusi ini sebagai berikut:
Amir Machmud mengatakan:
“…pemerintah Indonesia, berkeinginan dan mampu melindungi untuk KESEJAHTERAAN rakyat Papua Barat.”
Sementara teman diskusi ini mengatakan:
” Kami senang dapat selalu diskusi dengan bapak untuk KESEJAHTERAAN masyarakat Papua secara luas.”
Dan teman ini menambahkan:
“KESEJAHTERAAN itu point yang mendesak diatasi.”
Orang ini sangat keliru dan melihat persoalan Papua hanya sebatas kesejahteraan. Orang ini berpikir bahwa orang Papua bodoh dan tidak tahu apa-apa. Kesejahteraan bukan point yang mendesak diatasi. Ini kerdil, sempit dalam melihat akar persoalan di Papua.
Rakyat dan bangsa Papua bukan lapar, bukan butuh makan dan minum. Kami orang-orang kaya dan mempunyai segala sesuatu sebelum bangsa Indonesia datang menduduki dan menjajah dan memiskinkan kami secara sistematis seperti keadaan sangat buruk sekarang ini.
Dengan penghasilan tambang emas di Mimika, Gas di Bintuni, Minyak di Sorong sangat cukup untuk untuk membangun, memajukan dan mensejahterakan rakyat dan bangsa Papua, kalau sumber daya alam itu dikelola untuk kesejahteraan kami sebagai pemilik.
Benar apa yang disampaikan M. Din Syamsuddin Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiah dan Said Agil Siroj Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, yaitu:
“Akar persoalan di Papua adalah KETIDAKADILAN, terutama dalam kesejahteraan ekonomi. Kekayaan alam di wilayah itu dikeruk dan hasilnya dinikmati perusahaan asing dan pemerintah pusat. Rakyat setempat justru miskin dan kurang pendidikan” (Kompas, Jumat, 11 November 2011).
Kata “KESEJAHTERAAN” adalah sebagai tameng untuk menutupi empat akar persoalan Papua sudah berhasil ditemukan dan dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tertuang dalam buku Papua Road Map: Negociating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008).
Empat akar persoalan Papua sebagai berikut:
1) Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia;
(2) Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian;
(3) Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri;
(4) Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.
Ada juga akar persoalan Papua lain yang disembunyikan penguasa kolonial moder Indonesia dengan bertopeng atau bersembunyi dibalik kata “KESEJAHTERAAN” palsu sejak 14 Juli 1969, yaitu:
” Ketidakadilan, rasisme, fasisme, diskriminasi, kolonialisme, kapitalisme, imperialisme, genocide (genosida) atau pemusnahan etnis Papua, dan militerisme.”
Selain kata “KESEJAHTERAAN” palsu ini, penguasa Indonesia juga memproduksi mitos,stigma dan label: separatis, makar, anggota OPM, KKB dan teroris, monyet, gorila dan tikus-tikus, pemabuk, terbelakang, dan lain-lainnya diciptakan sebagai TAMENG atau TOPENG untuk menyembunyikan akar sejarah konflik yang sebenarnya, yaitu: Rasisme, Fasisme, Militerisme, Kolonialisme, Neo-Kapitalisme, Ketidakadilan, Pelanggaran berat HAM, marginalisasi, genocide, sejarah penggabungan Papua ke dalam wilayah Indonesia melalui rekayasa Pepera 1969.
Semua akar persoalan ini seperti LUKA MEMBUSUK DAN BERNANAH di dalam tubuh bangsa Indonesia dan juga “batu kerikil” dalam sepatu Indonesia atau “duri” dalam tubuh bangsa Indonesia. Semua akar persoalan Papua ini tidak dapat diselesaikan pendekatan keamanan atau militer, uang, Otsus jilid 1, dan pemaksaan Otsus sentralisasi jilid 2 dan pemaksaan DOB Boneka di Tanah Papua dan kata Kesejahteraan Palsu.
Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno mengatakan:
“…Situasi di Papua adalah buruk, tidak normal, tidak beradab, dan memalukan, karena itu tertutup bagi media asing. PAPUA ADALAH LUKA MEMBUSUK di tubuh bangsa Indonesia.”( Sumber: Magnis: Kebangsaan, Demokrasi, Pluralisme: 2015, hal. 255).
Pastor Frans Lieshout melihat:
“PAPUA TETAPLAH LUKA BERNANAH di Indonesia.” (Sumber: Pastor Frans Lieshout OFM: Gembala dan Guru Bagi Papua, (2020:601).
“Meskipun kebohongan itu lari secepat kilat, satu waktu kebenaran itu akan mengalahkannya.”_ • In Memoriam Prof. Dr. Jacob Elfinus Sahetapy.
Doa dan harapan saya, tulisan singkat ini memberikan pencerahan kepada semua saudara dan sahabat bahwa akar persoalan Papua bukan KESEJAHTERAAN palsu.
Terima kasih. Selamat membaca. Tuhan Yesus memberkati.
Ita Wakhu Purom, Senin, 30 Januari 2023
Penulis:
1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
3 Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC)
4. Anggota Baptist World Alliance (BWA).
__________
NO HP/WA: 08124888458