Kontak Orang Asing Dengan Orang Papua pada Abad ke 13-14 (Sriwijaya dan Majapahit)
SORONG, PAPUASPIRITNEWS.com-Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit tidak mempunyai kekuasaan langsung atas Orang Papua dan Tanah Papua, baik dibidang Poltik maupun Perdagangan. Karena itu, hubungan sejarah politik dan Etnis ( hubungan garis keturunan) pun
tidak ada.
Alasan Politis dan Etnis oleh Soekarno (Presiden Pertama RI) untuk menjadikan Papua Barat sebagai bagian dari Indonesia sejak tahun 1945 sulit di pertahankan dan dipertanggungjawabkan.
Kekuasaan sriwijaya pada abad ke 13 dan Majapahit abad ke 14 tidak jelas atas Tanah Papua. adanya hubungan dengan Sriwijaya, entah langsung atau tidak langsung, di ketahui dari dua raja Sriwijaya bernama Sri Indra Warman yang mempersembahkan burung Tanah Papua kepada raja Tiongkok.
Hal ini diandaikan bahwa kerajaan Sriwijaya mempunyai kontak dengan Tanah Papua. Pada waktu itu Pulau Papua disebut “Janggi”, yang dalam sebutan dan dialeg Tionghoa disebut “Tungki” yang diperkenalkan oleh Musafir Tionghoa pada abad ke 13.
Sedangkan hubungan dengan kerjaan Majapahit hanya diketahui dari karya Pujangga Prapanca pada tahun 1365 yang berjudul “ Negarakertagama.”Dalam
karya itu disebut beberapa nama yang menurut beberapa ahli Jawa Kuno Identik dengan beberapa nama tempat di Tanah Papua, yakni Wanim (Onim); Sran (nama lain dari Koiwai); Timur ( nama lain dari bagian timur Papua Barat).
Pada 1453-1890 (Tidore dan Maluku) 1453 Orang Tidore mengadakan Kontak Intensif dengan orang-orang Papua yang
waktu itu disebut Papua Besar. Dalam buku Museum memorial Kesultanan Tidore Sinyie Mallige tertulis bahwa pada tahun itu sultan Tidore X yang bernama Ibnu Mansur bersama Sangaji Patani Sahmardan dan Kapitan Waigeo bernama Kurabesi memimpin Ekspedisi ke daratan Tanah Besar.
Ekspedisi yang terdiri dari satu armada kora-kora itu berhasil menaklukan beberapa wilayah di Tanah Besar dan pulau-pulau disekitarnya yang kemudian dinyatakan sebagai wilayah
Kesultanan Tidore. Kemudian kesultanan Tidore membagi wilayah Tanah Besar
menjadi tiga wilayah yakni, Kolano Nagruha ( Radja Ampat), Papou Ua Gam Silo (Papo Ua Sembilan Negeri), dan Mafor Soa Raha (Mafor Empat Soa).
Wilayah-wilayah di Tanah besar ini kemudian disebut dengan nama Papoua yang berarti tidak bergabung atau tidak bersatu atau tidak bergandengan.
Pada tahun 1649Di tahun ini ketika VOC memasuki wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore, maka Sultan Jamaluddin meminta bantuan Raja Papua bernama Kurabesi (Biak:tidak mendukung mereka).
Dengan Armada 24 perahu perang, Kurabesi berhasil memukul mundur VOC. Atas jasa baik itu, Sultan Jamaluddin mengikat Persahabatan dengan Kurabesi dan Pasukanya (kebanyakan dari Pom,Ansus dan Biak) “ dengan perkawinan dan menyediakan tanah untuk Mereka menetap di Maluku Utara”.
Hasil perkawinan (Matrilokal) itu kemudian menjadi penguasa-penguasa baru di sejumlah tempat Maluku Utara dan kepulauan Radja Amapat ( Kolano Fat). Karena hubungan perkawinan itu berdampak pula pembelaan
terhadap raja-raja Papua terhadap Sultan Maluku Utara di Tidore, Ternate dan
Tanah Papua Barat.
Pada tahun 1660-1667 tahun 1660, ini dibuat perjanjian antara VOC dengan Ternate, Tidore dan Bacan untuk menentukan batas-batas kekuasaan mereka atas Papua Barat. Pada tahun 1667 dipertegas kembali perjanjian 1660 di atas dimana VOC menyatakan tegas kekuasaan Tidore atas wilayah Papua Barat.
Pada tahun 1710-1773 Pada tahun 1710 ini VOC mengakui secara sah atas kekuasaan Tidore atas Pulau-pulau sekitar Papua Barat. Sejak itu Belanda memberikan kepercayaan kepada Tidore untk pengawasan atas Tanah Papua Barat. Tahun 1773 Perjanjian itu
diperbaharui lagi.
Pada Tahun 1511-1663 (Spanyol dan Portugal)Tujuan Usaha kedua negara ini Berkunjung ke Tanah Papua ialah dalam rangka Perdagangan, bukan untuk datang kemudian menjajah orang Papua atas motiv politik perluasan wilayah kekuasaan.
Pada tahun 1511 ini Pelaut Portugis bernama Antonio d’Abreu datang ke Papua dan ia beri nama Ilba de Papoia 1521-1522 Dilakukanya Pelayaran Magelhaens mengelilingi Dunia dengan kapal “Victoria” yang di nakhodai oleh Juan Sebastian Del Cano.
Seorang penulis Italia bernama
Antonio Pigafetta ikut dalam pelayaran itu. Dari catatan harian Antonio dan dalam laporan tertulisnya ia menyebut-nyebut nama Papua tetapi sebutan Papua yang Ia tulis tidak jelas diuraikan dalam laporanya. Pigafetta dalam laporanya ia menujuluki pulau ini dengan nama Isla de Ora artinya Pulau Emas.
Pada tahun 1522 para Pedagang Portugis mulai membuka perdagangan dan menetap di Ambon dan Ternate.
Pada tahun 1545 Seorang Spanyol bernama Kapten Ynigo Ortiz de Retez dengan kapalnya bernama “ San Juan” berlayar dari Tidore menuju Panama. Ia sempat mencapai Sarmi (Bier) di Muara Sungai Amberno (Mamberamo). Ia memberikan nama pulau ini Nueva Guinea dan mengklaimnya sebagai milik Raja Spanyol.
Pada tahun 1606 Kapten Torres (Spanyol) dari arah timur Pulau Papua menelusuri Pantai selatan Papua Barat dan mengklaim beberapa tempat sebagai milik Raja Spanyol.
Perjalanan ini yang pertama kali membuktikan bahwa Pulau Papua yang sebelumnya dikira bersatu dengan Australia ternyata terpisah dari Australia.
Pedagang-pedagang Spanyol di Maluku mulai menarik diri dan Pindah ke Philipina, karena gagal menguasai rempah-rempah di Maluku.
Pada Tahun 1606-1879 (Belanda)
Pada awalnya (1606-1828), Belanda berusaha menguasi perdagangan di Papua melalui Persatuan Perusahaan Hindia Timur atau bahasa belanda “Vereenigde Oost indische Compagnie (VOC) yang didirkan pada 20 maret 1602 di Batavia (Jakarta), dengan tujuan menghadapi persaingan dengan pedagang Eropa lainya, terutama Spanyol dan Portugis. Itu pun tidak ada kontak langsung dengan Orang Papua namun melalui sultan Tidore.
Pada tahun 1678 ini, tahun dimana Bendera Belanda pertama kali ditancapkan di beberapa tempat di pesisir pantai bagian barat Papua.
Pada tahun 1710 & 1779, Dari memorandum timbang terima Gubernur Claaz di Maluku terlihat bahwa VOC mengakui kekuasaan Tidore atas pulau-pulau di sekitar Pulau Papua.
Pada tahun 1779 Gubernur Belanda di Maluku (J.R.Thomaszen) mengakhiri kekuasaan Tidore atas kepualauan di perairan Papua, karena Sultan Tidore tidak dapat di kendalikan Belanda. Karena itu Belanda melakukan penangkapan terhadap Sultan Tidore bersama Putra Mahkota dan Sultan Bacan, lantas di asingkan (ditawan ) di Batavia (Jakara).
Pada tahun 1828 Setelah VOC dibubarkan Tahun 1800, Belanda tidak segera menguasai Papua Barat secara Politik sebagai daerah jajahan. Pemerintah Blenda baru mulaimemikirkan kekuasaan Politiknya atas New Guinea (Papua Barat) pada tahun 1828 dengan mendirikan benteng Fort Du Bus di Kaki Gunung Lemenciri, Lobo, Kaimana. Pembangunan benteng tersebut sebagai simbol kekuasaannya atas Pulau Papua.
Pada 1835-1850 Tujuh Tahun kemudian, Benteng Fort Du Bus tidak difungsikan lagi, karena situasi daerah ini tidak menguntungkan kesehatan Orang Belanda.
Pada tahun 1849-1850 pemerintah Belanda segera Mematok seluruh wilayah Papua Barat dari pantai utara sampai selatan sebagai wilayah kekuasaanya.
Pada tahun ini Pemerintah Belanda mengambil keputusan bahwa tidak akan mendirikan lagi benteng Fort Du Bus di daerah lain. Pada tahun yang sama Pemerintah Belanda melarang orang Tidore untuk Merampok dan mengambil Budak dari Tanah Papua.
Pada tahun 1871 ini Pemerintah Belanda menempatkan tanda patok batas kekuasaan Belanda di Pantai Utara bagian timur, di bawah kelapa-kelapa pada titik 141.9 BT. Patok itu berbentuk besi panjang dengan gambar Kerajaan Belanda. Pada tahun 1875 Setelah banyak mengalami kerugian dan tidak berfungsinya benteng Fort Du Bus, Pemerintah Belanda mulai memikirkan kekuasaan politik atas New Guinea di mulai pada akhir abad 18, yakni tahun 1875 dimana gubernur Belanda di Maluku secara resmi mengumumkan sebagai Daerah Jajahn Belanda.
Pada tahun 1879 Pemerintah Belanda membeli kembali semua Budak Papua yang ada di Ternate dan Tidore lalu membebaskan Mereka.
Pada tahun 1768-1855 ( Perancis, Inggris dan Jerman) Ketiga negara ini tujuannya sama dengan negara-negara sebelumnya,
bahwasanya mereka berkunjung ke Papua dengan tujuan melakukan perdagangan.
Namun aktivitas perdagangan ketiga negara ini tidak seperti negara sebelumnya, karena ada yang hanya sekedar lewat (Prancis dan Jerman) dan ada juga yang datang tapi tidak sampai melakukan aktivitas perdagangan di Papua.
Pada 1768Seorang Pelaut Perancis bernama Louis Antonie Baron de Bouganinville pernah singgah di Teluk Imbi (sekarang teuluk Yosudarso), lantas Ia berinama Gunung Dobonsolo menjadi Cycloop dan gunung Tami menjadi Bougainville sesuai mitos Yunani yang dipercayainya.
Pada 1775 Thomas Forrest dari usaha dagang Inggris di India tiba di Manokwari untuk mencari peluang perdagangan di Papua Barat. Pada kesempatan itu Kapten John Hayes mendirikan benteng Foet New Albion. Namun benteng tersebut segera dihancurkan oleh orang Arfun dan Arfak.
Pada 1791-1795 Seorang Inggris Bernama John McCluer membuat pemetaan di wilayah Teluk Bintuni. Teluk tersebut kemudian dinamakan teluk McCluer Gulf. Hasil pemetaan itu memperbaiki peta lama yang memisahkan bagian kepala burung dan Fak-Fak.
Pemetaan baru itu menghasilkan peta Papua Barat seperti sekarang yang sesuai
dengan kenyataan.
Pada tahun 1795 sesuai dengan cita-cita kapten John Hayes, saudagar Inggris
mendirikan benteng Fort Coronation yang lebih permanen di Manokwari, namun dihancurkan lagi oleh penduduk setempat setelah 20 hari berdiri. Dalam tahun ini juga Inggris mendukung pangeran Nuku dalam pertikaianya dengan sultan Tidore yang waktu itu didukung oleh Belanda.
Pada tahun 1810-1815 ini Inggris secara politik menguasai Indonesia sebagai wilayah jajahannya . Tanggal 27 Oktober 1814 diadakan perjanjian antara Inggris dan sultan Tidore yang disaksikan oleh W.B Martin (Residen Inggris di Malukuu).
Perjanjian itu untuk mengakhiri perjanjian Tidore dan Inggris atas Papua Barat.
Tidore diizikan untuk menguasai pulau-pulau perairan Papua Barat bagian Barat dan 4 distrik di Teluk Geelvink (Mansari, Karondefur, Amberfur dan Amberfon).
Pada tahun 1824 ini Inggris dan Belanda membuat Perjanjian di London karena sengketa mereka atas Papua Barat. Dalam perjanjian itu ditetapkan bahwa selain 4 distrik dalam perjanjian 1814 di atas, maka Papua Barat secara keseluruhan dinyatakan sebagai “ daerah tak bertuan”, No Mans Land / Nie Mans Land.
Pada 1827 Pelaut Perancis bernama Jules Sebastian Cesar d’Urville dalam perjalanannya keliling dunia, Ia singgah di teluk Imbi (Jayapura), lantas Ia memberikn nama teluk itu Humbolt (kini teluk Yosudarso), sesuai dengan nama Seorang Jermanyang bernama F.H Alexander Baron Von Humbolt yang pernah singgah sebelumnya antara tahun 1799-1805, sebagai Tanda penghargaan kepadanya.
Pada 1855 tanggal 15 februari 1855, Penginjil Zending Jerman yang pertama bernama Ottow dan Geisler menginjak kakinya di Tanah Papua, tepatnya di Pulau Mansinam (Manokwari). Menurut tradisi GKI Irian jaya, ketika menginjakan kaki di mansinam mereka mengucapkan kata-kata” dalam nama Yesus kami membaptis negeri ini dengan penduduknya.
[Redaksi)