Krisis Kemanusiaan di Papua: Sebuah Jeritan yang Terus Bergema
TORAJA, PAPUASPIRITNEWS.com-Udara di Auditorium UKI Tana Toraja terasa berat, dipenuhi dengan kegelisahan dan keprihatinan. Senin, 11 November 2024, para pemimpin gereja, aktivis HAM, dan jurnalis berkumpul dalam Sidang Raya PGI untuk menyaksikan sebuah presentasi yang menggugah hati nurani: “Papua: Krisis Kemanusiaan Tanpa Akhir: Masih adakah Masa Depan bagi Orang Papua?”.
Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, membuka presentasi dengan data-data yang mengiris hati. Ia memaparkan tentang pelanggaran HAM yang terus terjadi di Papua, mulai dari kekerasan militer, penangkapan sewenang-wenang, hingga pembatasan akses informasi dan kebebasan berekspresi. “Keadaan di Papua bukan sekadar masalah keamanan, tetapi krisis kemanusiaan yang nyata,” tegas Usman, suaranya bergetar menahan emosi.
Rika Korain, aktivis dari Solidaritas Kemanusiaan untuk Papua (SKP) Katolik Jayapura, menguatkan pernyataan Usman dengan menyoroti dampak krisis kemanusiaan terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat Papua. “Anak-anak kehilangan akses pendidikan, perempuan mengalami kekerasan seksual, dan masyarakat terjebak dalam kemiskinan dan kesulitan mendapatkan akses kesehatan,” ungkapnya, matanya berkaca-kaca.
Pdt. Hiskia Rollo, Ketua Majelis Sinode GKI Tanah Papua, menambahkan bahwa krisis kemanusiaan di Papua telah menghancurkan tatanan sosial dan budaya masyarakat. “Budaya dan tradisi kami terancam punah, tanah kami dirampas, dan identitas kami terpinggirkan,” ucapnya dengan nada getir.
Presentasi tersebut diakhiri dengan sebuah pertanyaan yang menggantung di udara: “Masih adakah masa depan bagi orang Papua?”. Ketiga narasumber sepakat bahwa masa depan Papua terletak pada tangan semua pihak, baik pemerintah, masyarakat internasional, maupun gereja.
“Kami menyerukan kepada pemerintah untuk menghentikan kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua, serta membuka ruang dialog yang inklusif untuk mencari solusi damai,” ujar Usman Hamid.
“Gereja akan terus menjadi suara bagi orang Papua, memperjuangkan keadilan dan perdamaian,” tegas Pdt. Hiskia Rollo.
Rika Korain menambahkan, “Kami juga mengajak masyarakat internasional untuk memberikan tekanan kepada pemerintah Indonesia agar menghormati hak asasi manusia di Papua.”
Presentasi ini menjadi sebuah jeritan yang menyayat hati, sebuah pengingat akan penderitaan yang dialami oleh orang Papua. Di tengah kegelapan, pesan harapan tetap terpancar: bahwa masa depan Papua masih bisa diselamatkan, jika semua pihak bersatu untuk memperjuangkan keadilan dan perdamaian. [*]