KWI dinilai Diskriminatif dalam melihat dinamika Pastoral di Tanah Papua
JAYAPURA, PAPUASPIRITNEWS.com-Pada hari ini, Minggu, 17 November 2024, Suara Kaum Awam Katolik Papua kembali melakukan aksi minggu kali ke 7 di Jayapura. Aksi ini masih memprotes sikap dan pernyataan Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC.
“Aksi tersebut dilakukan di dua tempat yang berbeda, yakni Paroki “Gembala Baik” Abepura” dan Paroki “Kristus Terang Dunia” Waena, Kota Jayapura Papua. Aksi rutin ini dilakukan setiap hari Minggu pada pukul 08:30-13:30 WIT. Sekitar 20-an orang terlibat dalam aksi tersebut”,ujar Suara Kaum Awam Katolik Papua dalam siaran pers yang diterima papuaspiritnews.com Minggu, (17/11/2023)
Massa aksi katanya berasal dari kalangan umat Katolik sendiri. Aksi protes dimaksud dilakukan setelah mengikuti misa pertama dan kedua dari dua gereja katolik terbesar di kota Jayapura ini. Sejumlah spanduk, dan pamflet dalam bahasa Latin, Italy, Inggris dan Indonesia dibentangkan di hadapan ribuan umat di pintu utama masuk keluar.
Uskup Jayapura, Mgr. Yanuarius Teofilius Matopai, Pr sendiri sempat melihat aksi di Mulia memimpin gereja Paroki Waena. Karena pada hari minggu ini, misa kedua untuk menerima sakramen krisma kepada 130-an orang. Pastor paroki, dewan pengurus paroki dan umat yang lain dari kedua paroki tersebut dapat menyaksikan aksi tersebut.
Hingga banyak bertanya soal sikap pernyataan dan keberpihakan Uskup Mandagi terhadap masyarakat adat dan umat Katolik di Kampung Wogekel, dan Wanam, distrik Iwayab, Merauke, Papua Selatan. Dampak Pernyataan Uskup Mandagi banyak umat asal di Papua Selatan mengkhawatirkan terhadap respon umat Katolik di Keuskupan Agung Merauke.
“Mereka katakan bahwa sikap, pernyataan dan keberpihakan Uskup Mandagi yang bias pada penguasa dan perusahaan dapat berdampak pada perubahan sikap dan pilihan hidup umat setempat. Banyak umat, terutama di Kampung Wogekel dan Wanam makin tidak percaya terhadap gereja Katolik. Karena Mandagi sebagai pimpinan gereja dapat umat dapat mengkhianati umat,”terangnya dalam siaran pers tersebut.
Uskup juga dinilai tidak mampu membangun dialog pastoral. Tidak mampu juga alam menjadikan suka duka umat, bahkan berjalan bersama semangat gereja sinodal.
Suara Kaum Awam Katolik Papua telah mengikuti per kembangan dinamika pastoral setelah Mandagi mendukung penuh perusahaan yang men caplok tanah-tanah adat milik umat dan merusak keutuhan alam setempat. Banyak umat mulai bicara dan mempertimbangkan untuk meninggalkan gereja Katolik dan pindah ke agama lain akibat sikap dan keberpihakan Mandagi yang kontroversial tersebut.
Sidang KWI dan PGI pada tanggal 13-16 Mei dan 7-13 November 2024, Konferensi Wali gereja Indonesia (KWI) melakukan sidang dua kali dalam rangka 100 tahun berdirinya KWI. Dalam sidang tersebut mengusung tema “berjalan bersama membangun gereja dan bangsa.
Uskup Mandagi juga hadir dalam pertemuan itu dan dalam konferensi pers duduk paling depan. Uskup Mandagi mengeluarkan pernyataan kontroversialnya pada akhir September lalu, kemudian hingga awal November 2024, perdebatan di khalayak umum meningkat secara signifikan.
Bahkan sebelum KWI melakukan sidang kedua pada 7-13 November, sejumlah pihak bertemu dengan KWI, terutama pada komisi terkait. Tujuannya adalah agar suka duka umat di Keuskupan Agung Merauke dapat dibicarakan juga dalam rapat, bila perlu dalam pers release tersebut dapat dimasukan poin terkait hak-hak dasar umat Katolik di Keuskupan Agung Merauke yang dilanggar atas nama Program Strategis Nasional.
Tetapi dalam pers release tersebut tidak ada satu pun poin tentang dinamika pastoral di Tanah Papua, termasuk yang disuarakan oleh umat di Merauke. Sementara itu, peristiwa gunung berapi, yakni Gunung Lewotobi, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terjadi pada 4 November 2024 dibicarakan serius. Bakal para Uskup menyepakati agar menjalankan bantuan solidaritas di seluruh keuskupan di Indonesia.
“Bagi kami, solidaritas semacam ini sangat diperlukan dan kami sangat menghormati niat baik KWl untuk membantu saudara saudari kita mengalami nasib buruk. Inilah yang baik bagi gereja Katolik dan para Uskup menjadikan duka duka umat menjadi suka duka gereja universalnya. Tetapi di lain sisi, kami melihat sangat diskriminatif.
KWI tidak adil dalam menyikapi dinamika pastoral di Indonesia. Dimana, peristiwa yang baru terjadi di NTT, lebih cepat merespon, akan tetapi nasib buruk yang dialami orang Papua juga sebagian umat Katolik di Tanah Papua akibat konflik bersenjata hingga PSN di Merauke tidak diperhatikan sama sekali dalam konferensi pers”,tanyanya dalam siaran pers tersebut.
KWl mendorong tema tentang “berjalan bersama dalam membangun gereja dan bangsa” yang artinya tanpa memandang latar belakang SARA. Namun, dalam sikap dan keberpihakan KWI dalam sidang tahun ini, terutama dalam pers release yang berkembang menunjukkan sebuah diskriminasi rasial dalam postur gereja Katolik di Indonesia. Sikap KWI ini memperlebar ketidakpercayaan umat Katolik di Tanah Papua.
Sampai kapanpun orang Papua sulit mengakui KWl. KWI tidak memiliki sikap dan keberpihakan kepada umat yang lemah, miskin, tersingkir, teraniaya dan tertindas di Tanah Papua. Padahal sebelumnya, umat di Papua sangat menantikan suara kenabian dari KWI dan PGI (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia) yang menggelar rapat pada waktu yang hampir bersamaan. Bedanya, KWI tidak menyinggung sama sekali terkait masalah apapun di Tanah Papua.
Sedangkan PGI menyoroti krisis kemanusiaan di Tanah Papua. Sikap dan keberpihakan PGI ini menampar keras terhadap KWI yang terkesan buta, bahkan pura-pura buta atas luka, dan penderitaan umatnya di Tanah Papua.
Sikap KWI yang “abu-abu” terhadap dinamika persoalan di Tanah Papua kami member ikan “kartu/raport kuning” bagi KWl, termasuk para Uskup regio Papua. Kami melihat banyak Uskup di, khususnya Mandagi bikin jalan baru dan cela, khu jalan sendiri. Ajaran Sosial para Uskup agar Paus Fransiskus mengajak para mengajak umat supaya melawan ancaman masa depan manusia, yakni
pemanasan global dengan cara melindungi tanah dan hutan adat. Tetapi dalam hal ini, Uskup Mandagi dukung penguasa dan perusahan untuk membabat habis-habisan hutan bagi umat dan tentu akan berdampak pada pemanasan global.
“Harapan kami agar para Uskup di Indonesia yang tergabung dalam KWI, termasuk para Uskup di Tanah Papua ini sejalan dengan Paus Fransiskus. Jangan Paus bicara lain, para Uskup melakukan lain. Yesus hadir dengan misi yang jelas yaitu membelah yang lemah, miskin dan lainnya, para pemuka agama seperti Mandagi membelah perusahan, penguasa, pejabat dan orang kaya yang punya uang banyak”,akuinya.
Jika model pendekatan pastoral demikian, apa bedanya gereja saat ini bukan pro pada martabat kesederhanaan dan keniskinan. Tetapi justru membangun mentalitas gereja yang elitis, penuh kepentingan, dan bertentangan dengan kehendak Allah.
“Untuk itu, kami harap pimpinan gereja lokal disini tidak membangun kesan, seperti ini umat kecil di bawah mengikuti Paus Fransiskus yang pro kemanusiaan, dan ekologis. Sementara para Uskup dan jajarannya pro pada penguasa dan perusahaan”,tegasnya
Jika hal seperti ini benar terjadi, maka pendekatan pastoral macam ini tidak dapat dibenarkan atas nama apapun di Tanah Papua. Harap KWI kedepan berani merendahkan diri untuk menjadikan suka duka umat di Tanah Papua juga sebagai suka duka gereja dan bangsa Indonesia. Tidak perlu membangun kesan diskriminasi rasial dalam postur KWl, walaupun KWl lahir dari rahim nasionalisme Indonesia.
Tetapi harus dipahami bahwa kemanusiaan melampaui nasionalisme tersebut. KWI dan
tentunya para uskup di Indonesia harus berlaku adil. Jangan melihat masalah Papua selalu dari sudut pandang Indonesia 100 persen dan Katolik 100 persen yang kaku dan tidak relevan. Namun hendaknya memperhatikan nilai kemanusiaan yang satu dan universalitas.
Khusus untuk pernyataan Uskup Mandagi yang kontroversial, pihaknya masih mengharapkan kehendak baik dan kerendahan hati Mandagi untuk melakukan klarifikasi dan meminta maaf. Kalau tidak, aksi-aksi mingguan kami akan terus lakukan. Bahkan akan melaporkannya kepada pihak berwenang untuk diproses hukum lebih lanjut.
Aksi suara kaum awam Katolik tersebut dipelopori Stenly Dambujai dan Kristianus Dogopia.
Editor: Engel Semunya