Mengungkap Fakta untuk Membangun Kesadaran
Tubuh Mama/Ibu Kami Dipotong-potong, Dirabik, Dicabik-cabik, Dipecah-Belah dan Dihancurkan Tapi Anak-anaknya Takut, Diam, Membisu & Bersemhunyi Dibalik Silau NKRI Harga Mati
“Semua isi perut Mama/Ibu kami dikeruk, tulang rusuk dipatahkan, paha dilepas, tangan dilepas, tangan dan kaki dipotong-potong, leher dipotong, kepala dihancurkan, isi kepala dirampok, jantung dirampok.”
“SAYANG, anak-anaknya ada yang terlibat langsungĀ memperkuat dan mendukung kejahatan untuk membunuh MAMA atau Ibu mereka. Ada yang membisu dan diam menyaksikan Mama/Ibunya dipotong-potong. Ada yang menikmatiĀ “zona nyaman semu” dan melihat dan menyaksikan MAMA atau Ibunya menjadi korban kekejian dan kekejaman para perampok, pencuri, pembunuh, dan penipu”.
Oleh Gembala Dr. Ambirek G. Socratez Yoman
Haji Dr. Muhammad Tito Karnavian Menteri Dalam Negeri, waktu Kapolri pernah sampaikan kepada Lukas Enembe Gubernur Papua seperti ini:
“Pak Lukas, jangan kirim anak-anak Papua ke luar Negari. Karena, kalau mereka semua menjadi pintar, mereka akan tahu sejarah Papua, mereka akan menggugat Indonesia. Pak Lukas gunakan uang Otsus keperluan apa saja, tapi pak Gubernur tolong jaga NKRI”.
KARENA, Tito mengerti dan sadar bahwa kebodohan, ketidaktahuan, ketidaksadaran, keterpercahan, dan ditambah ketakutan selalu menjadi senjata ampuh bagi bangsa penjajah untuk menindas lebih kejam dan keras terhadap bangsa yang diduduki dan terjajah.
“Mereka (Indonesia berfikir, kami semua orang-orang bodoh yang dengan mudah dibodohi dan ditundukkan pandangan rasisme dan fasisme mereka. Kami masih ada di atas TANAH leluhur Papua Barat sebagai MAMA/Ibu kami.”
Para penguasa Indonesia, saudara-saudara kami orang-orang Indonesia, perlu sadar bahwa TANAH PAPUA BARAT dari Sorong sampai Merdeka atau TANAH Papua dari Sorong-Samarai adalah MAMA dan IBU kami yang memelihara, merawat dan menghidupi leluhur dan nenek moyang, orang tua kami, kami saat ini dan anak cucu kami ke depan.
Tulang belulang leluhur dan orang tua kami dicungkil, ditelanjangi dan dihambur saja di atas tubuh Mama ini. Roh-roh mereka diganggu atau diusik dan tidak ada kenyamanan dan ketenangan.
Di atas tulang belulang leluhur dan orang tua kami, pemerintah kolonial firaun atau Goliat modern Indonesia membangun kantor-kantor, dibangun jalan-jalan dan terjadi berbagai bentuk kekejaman dan kejahatan yang berdampak buruk dalam kehidupan bangsa Papua Barat.
Maksudnya, Pemerintah Indonesia dalam wilayah koloninya di Tanah Papua Barat dari Sorong-Merauke dibuat banyak provinsi Boneka Indonesia dengan banyak nama masing-masing di atas satu pulau atau TANAH ini yang sudah dan sedang menghancurkan, memotong, mencabik-cabik TANAH PAPUA BARAT sebagai tubuh MAMA atau IBU kami yang memelihara, merawat dan menghidupi kami bangsa Papua Barat sejak nenek moyang atau leluhur dan kami sekarang ini.
Penguasa Indonesia tidak melihat kebutuhan kami. Tapi melihat kepentingan dipihak mereka dari aspek politik dan ekonomi saja selama ini, sehingga kami menjadi korban kepentingan mereka. Kami dipinggirkan, dimusnahkan secara sistematis, terstruktur, terprogram, terpadu/kolektif, meluas dan masif.
Ir. Joko Widodo, Abdullah Mahmud Hendropriyono, Muhammad Tito Karnavian di Indonesia melakukan peristiwa seperti dilakukan oleh Pieter Willem Botha di Afrika Selatan.
Apa maksudnya ini?
Menteri Dalam Negeri Indonesia, Haji Dr. Muhammad Tito Karnavian yang menjadi tokohĀ kunci dan aktor utama pemekaran provinsi-provinsi BONEKA di TANAH Papua mengatakan:
“Ini kan situasi nasional. Kita kan dasarnya data intelijen. Kemudian data-data lapangan kita ada. Situasi nasional.”
“Aturan teknisnya kan, bisa dibuat. Yang enggak bisa diubah kan Kitab Suci.”
“Sementara itu, Moratorium tetap di wilayah lain.”(Sumber: CNN Indonesia, Jumat, 1 November 2019).
Jenderal (Purn) TNI Prof. Dr. Ir. Drs. H.Abdullah Mahmud Hendropriyono, S.T., S.H. S.E., S.I.P., M.B.A., M.A., M.H., lebih dikenal A.M. Hendropriyono adalah salah satu tokoh intelijen dan militer Indonesia memperjuangkan:
“7 provinsi, syarat untuk meredam pemberontakan. Ini masalah keamanan dan masalah politik. …syarat-syarat administratif nantiĀ kalau sudah aman bikin syarat-syarat administratif.Ā Seluruh Irian, tidak sampai dua juta orang.”Ā
Dalam artikel ini, saya kembali bagikan artikel saya tanggal, 22 MaretĀ 2023. Tujuannya ialah supaya para pembaca dapat menangkap secara utuh maksud judul artikel: Tubuh Mama/Ibu dipotong-potong dan dihancurkan ini.
EMPAT DOB BONEKA INDONESIA DI TANAH PAPUA MERUPAKAN BUKTI PENDUDUKAN DAN KOLONIALISME INDONESIA YANG PALING KEJAM SEBAGAI MESIN PEMUSNAHAN ETNIS PENDUDUK ORANG ASLI PAPUA
“4 DOB boneka adalah seperti 4 binatang harimau buas dan 4 buaya liar yang paling kejam yang dilepas oleh bangsa kolonial Indonesia untuk menerkam habis dan memusnahkan Penduduk Orang Asli Papua”
Pieter Willem Botha, biasanya dipanggil “P.W.” dan “Die Groot Krokodil” dalam bahasa Afrikaans (bahasa orang Afrika) yang berarti “Si Buaya Besar”, adalah Perdana Menteri Afrika Selatan dari 1978 hingga 1984 dan juga presiden dari 1984 hingga 1989.Ā
Pieter Willem Botha adalah pemimpin penguasa kolonial apartheid yang menduduki dan menjajah rakyat dan bangsa Afrika Selatan. Si Buaya Besar ini, membentuk Negara-Negara Boneka untuk menekan dan memecah-belah, memperlemah kekuatan rakyat dan bangsa Afrika Selatan, dengan tujuan Si Buaya Besar ini dengan penguasa Apartheid tetap berkuasa dan menindas rakyat dan bangsa Afrika Selatan.
Penguasa kolonial Apartheid di Afrika Selatan pada tahun 1978, Peter W. Botha menjalankan politik adu-domba dengan memecah belah persatuan rakyat Afrika Selatan dengan mendirikan Negara-negara boneka:
1. Negara Boneka Transkei.
2. Negara Boneka Bophutha Tswana.
3. Negara Boneka Venda.
4. Negara Boneka Ciskei.
(Sumber:16 Pahlawan Perdamaian Yang Paling Berpengaruh: Sutrisno Eddy, 2002, hal. 14).
Dalam konteks West Papua, penguasa kolonial Indonesia membuka kabupaten dan provinsi boneka Indonesia di Papua. Di dalamnya membangun basis-basis TNI-Polri untuk mengawasi kehidupan Orang Asli Papua, bahkan membantai mereka dengan berbagai bentuk stigma dan merampok, mencuri, menjarah sumber daya alam (uranium, emas, gas, minyak, rotan, gaharu, ikan, buaya dan masih banyak) dan diangkut pulang ke negara mereka atau daerah mereka.
Provinsi-provinsi boneka Indonesia di Tanah Papua sama seperti negara-negara boneka di Afrika Selatan sebagai berikut:
1. Provinsi boneka Papua Selatan.
2. Provinsi boneka Papua Tengah.
3. Provinsi boneka Papua Pegunungan. 4. Provinsi boneka Papua Barat Daya.
Sesuai teori ilmu politik dan pemerintahan, pemekaran suatu daerah, desa, kecamatan, kabupaten/provinsi lazimnya mempunyai atau memenuhi beberapa kriteria. Kriteria/syarat itu sebagai berikut.
(a) Luas/letak wilayah;
(b) Jumlah penduduk;
(c) Sumber Daya Manusia;
(d) Sumber daya alam.
Dalam konteks West Papua dari Sorong-Merauke, sebagai wilayah koloni atau pendudukan dan penjajahan Indonesia, syarat-syarat ini tidak berlaku. Karena, Daerah Otonomi Baru Boneka Indonesia di Tanah Papua (DOB) adalah wujud wajah modern dari Daerah Operasi Militer (DOM). Dengan kata lain, DOB adalah DOM atau REMILITERISASI.
DOB Boneka Indonesia 100% bukan untuk Penduduk Orang Asli Papua. Karena, Jenderal (Purn) TNI Prof. Dr. Ir. Drs. H.Abdullah Mahmud Hendropriyono, S.T., S.H. S.E., S.I.P., M.B.A., M.A., M.H., dan Jenderal Polisi (Purn) Prof. Drs.Ā H. Muhammad Tito Karnavian, M.A, Ph.D., mengatakan: DOB itu kepentingan militer, intelijen, politik untuk meredam pergerakan Papua Barat merdeka. Pindahkan orang Papua 2 juta ke Manado dan orang-orang Manado dipindahkan ke Papua, supaya orang asli Papua segera puna
Pemekaran kabupaten/provinsi di West Papua sebagai operasi militer itu terbukti dengan dokumen-dokumen Negara sangat rahasia.
Departemen Dalam Negeri, Ditjen Kesbang dan LINMAS: Konsep Rencana Operasi Pengkondisian Wilayah dan Pengembangan Jaringan Komunikadi dalam Menyikapi Arah Politik Irian Jaya (Papua) untuk Merdeka dan Melepaskan Diri Dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. ( Sumber: Nota Dinas. No.578/ND/KESBANG/D IV/VI/2000 tanggal 9 Juni 2000 berdasarkan radiogram Gubernur (caretaker) Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya No. BB.091/POM/060200 tanggal 2 Juni 2000 dan No.190/1671/SET/tertanggal 3 Juni 2000 yang berhubungan dengan tuntutan penentuan nasib sendiri orang Asli Papua.
Adapun data lain: āDokumen Dewan Ketahanan Nasional Sekretariat Jenderal, Jakarta, 27 Mei 2003 dan tertanggal 28 Mei 2003 tentang: āStrategi Penyelesaian Konflik Berlatar Belakang Separatisme di Provinsi Papua melalui Pendekatan Politik Keamanan.ā
Lembaga-lembaga yang melaksanakan operasi ini ialah Departemen Dalam Negeri, Departemen Pertahanan dan Keamanan, Departemen Luar Negeri, khusus untuk operasi diplomasi, Kepolisian Kepolisian Indonesia,Tentara Nasional Indonesia, Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN), Badan Intelijen Stategis (BAIS TNI), KOSTRAD dan KOPASSUS.
DOB boneka Indonesia adalah seperti binatang harimau liar dan buas ini tidak memenuhi syarat-syarat jumlah penduduk sebagai syarat mutlak suatu wilayah pemerintahan baru.
1. Jumlah Penduduk Jawa Barat 46.497.175 jiwa.
2. Jumlah Penduduk Jawa Tengah 35.557.248 jiwa.
3. Jumlah Penduduk Jawa Timur 38.828.061 jiwa.
4. Jumlah Penduduk Papua Barat dalam dua provinsi masing-masing: Papua 3.322.526 jiwa dan Papua Barat 1.069.498 jiwa.
Total Papua dan Papua Barat hanya 4.392.024.
Dari perbandingan jumlah Penduduk Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan West Papua terlihat terlampau jauh dan tidak rasional dan realistis untuk pemekaran kabupaten/provinsi di West Papua dari Sorong-Merauke.
Pertanyaannya ialah apakah penduduk hanya 4.392.024 membutuhkan banyak pemekaran kabupaten dan provinsi? Dari kenyataan seperti ini, Pemusnahan Etnis Melanesia adalah nyata di depan mata kita.
Ini kejahatan Negara dalam keadaan sadar. Ini kejahatan pemerintah Indonesia dengan cara sistematis, terstruktur, terprogram dan masif. Pemekaran kabupaten dan provinsi juga Politik Adu-Domba-Devide et Impera bagi rakyat dan bangsa West Papua.
4 provinsi boneka, dan 2 provinsi yang adalah pendudukan dan penjajahan dari penguasa kolonial modern Indonesia. Dalam provinsi-provinsi boneka kolonial ini, akan dibangun 4 Kodam, 4 polda, dan ditambah 2 Kodam dan 4 Polda yang sudah ada, maka bangsa kolonial modern Indonesia yang menduduki, menjajah dan menindas dan memusnahkan Penduduk Orang Asli Papua mempunyai 6 kodam dan 6 polda dan beberapa korem, kodim, polres, polsek, dan brimob dan masih banyak kesatuan bangsa kolonial Indonesia.
Benarlah apa yang ditulis Made Supriatma dalam artikel berjudul: “KOLONIALISME PRIMITIF DI PAPUA,” dan kutip sebagai berikut:
“Orang Indonesia mau kekayaannya.Tetapi tidak mau dengan manusianya. Orang Indonesia tidak pernah peduli pada nasib orang Papua. Tujuan hadirnya aparat kolonial di Papua adalah untuk melakukan penjarahan. Dan, semua yang dibangun di sana pun untuk tujuan memudahkan penjarahan.”
Theo van den Broek dalam Nota Diskusi Kelompok Kerja Gabungan Gereja-gereja/Dewan Gereja PapuaĀ dengan tema: “IMAN UNTUK DAMAI” sampaikan pengamatannya sebagai berikut:
“Permasalahan di Papua menjadi makin rumit dan makin sulit untuk diatasi. Apalagi ‘rasa aman dan damai’ makin jauh dari penghayatan kita sehari-hari, secara khusus di wilayah-wilayah konflik di Papua, yang jumlahnya makin bertambah… Lingkaran kekerasan makin kuat dan gaya brutal pelanggaran HAM Berat makin kentara… permasalahan/konflik yang makin kompleks dan rumit…Keadaan di Papua sangat kritis dan bersifat darurat…” (Ā Paper, 15 Desember 2022).
Prof. Dr. Frans Magnis-Suseno menggambarkan akar konflik dan kekerasan Negara di Papua sebagai berikut:
“Situasi di Papua adalah buruk, tidak normal, tidak beradab, dan memalukan, karena itu tertutup bagi media asing. Papua adalah luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia.” (hal.255).
“…kita akan ditelanjangi di depan dunia beradab, sebagai bangsa yang biadab, bangsa pembunuh orang-orang Papua, meski tidak dipakai senjata tajam.” (hal.257). (Sumber: Kebangsaan, Demokrasi, Pluralisme Bunga Rampai Etika Politik Aktual, 2015).
Pastor Frans Lieshout menimpulkan penyebab akar konflik Papua sebagai berikut:
“PAPUA TETAPLAHĀ LUKA BERNANAH di Indonesia.” (Sumber: Pastor Frans Lieshout OFM: Gembala dan Guru Bagi Papua, (2020:601).
Almarhum Herman Wayoi pernah mengatakan:
āPemerintah Indonesia hanya berupaya menguasai daerah ini, kemudian merencanakan pemusnahan Etnis Melanesia dan menggatinya dengan Etnis Melayu dari Indonesia. Hal ini terbukti dengan mendatangkan transmigrasi dari luar daerah dalam jumlah ribuan untuk mendiami lembah-lembah yang subur di Tanah Papua. Dua macam operasi yaitu Operasi Militer dan Operasi Transmigrasi menunjukkan indikasi yang tidak diragukan lagi dari maksud dan tujuan untuk menghilangkan Ras Melanesia di tanah iniā¦āĀ Ā (Sumber: Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan Di Papua Barat: Yoman, 2007, hal. 143). Dikutip dari Makalah Tanah Papua (Irian Jaya) Masih Dalam Status Tanah Jajahan: Mengungkap Hati Nurani Rakyat Tanah Papua ( Bandar Numbay, Medyo Februari 1999).
Wayoi menegaskan pula:
āSecara de facto dan de jure Tanah Papua atau Irian Jaya tidak termasuk wilayah Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945. Jadi, Tanah Papua bukan wilayah Indonesia, melainkan dijadikan daerah perisai/tameng atau bumper bagi Republik Indonesiaā ( Yoman: hal. 137-138).
Semua penindasan, penjajahan dan kejahatan negara yang berbasis rasisme ini harus kita akhiri. Mari, kita bersama-bersama dalam posisi kita masing-masing, suarakan, bahwa masalah kejahatan kemanusiaan, marjinalisasi, diskriminasi, ketidakadilan dan rasisme yang terjadi sebelum dan selama Otonomi KhususĀ harus diselesaikan. Untuk penyelesaian semua persoalan di Papua ada empat pokok akar konflik yang sudah dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI: sekarang Badan Riset Inovasi Nasional -BRIN) yang tertuang dalam buku Papua Road Map: Negociating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008),Ā yaitu:
1) Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia;
(2) Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian;
(3) Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri;
(4) Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.
Doa dan harapan penulis, para pembaca mendapat pencerahan.Ā
Selamat membaca. Tuhan memberkati.
Waa…Waa…Kinaonak!
Ita Wakhu Purom, Rabu, 30 MeiĀ 2023Ā
Penulis: Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua; Pendiri, Pengurus dan Anggota Dewan Gereja Papua Barat (WPCC), Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC) dan Anggota Aliansi Baptis Dunia (BWA).
===========
Kontak: 08124888458 (WA)
08128888712 (HP)