Obet Gobay Manusia Bermoral Tinggi Dari Tanah Papua Barat
Pintu moral dan hati nurani
“Kalau di dunia ini ada toko yang menjual manusia, saya ambil uang 4 milyar ini untuk menggantikan kematian anak saya. Tapi, di dunia ini tidak ada toko untuk memperdagangkan manusia, maka saya menolak uang ini” (Obet Gobai).
Oleh Gembala Dr. A.G. Socratez Yoman
Pada 27 Juni 2023, dalam Grup Dewan Gereja Papua (WPCC) Yones Douw, pegiat kemanusiaan membagi pesan yang saya kutip ini.
“Nai pikir darah manusia itu bisa di bayar dengan uang Negara, itu sesat. Obet Gobai orang tua Oktovianus Gobai korban kasus Paniai mengatakan saat jumpa pers Kantor Amnesty Indonesia Jakarta: “Kalau dunia ini ada pasar manusia saya bisa ambil uang itu atau benda lain, dengan uang itu saya pergi bayar penggantinya Oktovianus Gobai. Tetapi dunia ini tidak ada pasar manusia jadi percuma ambil uang . Jadi Negara Indonesia dan TNI- POLRI minta maaf kepada keluarga korban dan korban atau Negara bertanggung jawab secara jujur dan adil. Orang Tua Korban mengatakan demikian apa jawaban para Pendeta dan kita sebagai anak Tuhan?”
Setelah saya membaca pesan ini, saya langsung copy tulisan ini. Saya juga langsung telepon pak Yones Douw minta datanya. Karena menurut saya, pesan moral dan iman dari orang tua korban ini luar biasa dan ini pendidikan moral dan iman kepada penguasa Indonesia dan kita semua.
Media Kompas, pada 7 Desember 2018 menulis komentar Obet Gobai orang tua korban Oktoviamus Mote sebagai berikut:
“Uang Rp 4 miliar yang ditawarkan pemerintah, saya menolak, bantuan apapun saya tolak. Pak Jokowi, Kapolri, keadilan harus ada”.
“Kalau saya mau ambil Rp 4 miliar yang ditawarkan pemerintah saya bisa ambil. Kalau itu sapi atau babi yang terbunuh saya bisa pergi ke pasar untuk ganti beli. Tapi ini manusia, tidak dijual di pasar. Darah saya yang ditembak”.
“Jika memang pemerintah tak mampu tuntaskan kasus tersebut, ia berharap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bisa menyelesaikannya”.
Pernyataan moral dan iman yang luar biasa ini menyikapi terhadap tawaran uang 4 miyar dari pemerintah terhadap tewasnya empat siswa ditangan TNI pada 8 Desember 2014 di Paniai. Nama-nama korban sebagai berikut:
1. Alpius Youw (18), siswa SMA Yayasan Pendidikan Pelayanan Katolik (YPPK) Enarotali, Paniai.
2. Yulian Yeimo (17), siswa SMA Yayasan Pendidikan Pelayanan Gereja Injili (YPPGI) Enarotali, Paniai.
3. Simon Degei (17) siswa SMA Negeri 1 Paniai Timur, Enarotali, Paniai.
4. Apius Oktovianus Gobai (16) siswa SMA Negeri 1 Paniai Timur, Enarotali, Paniai.
Pernyataan moral dan iman ini disampaikan oleh Obet Gobai mewakili orang tua orang empat siswa pada saat siaran perss di Kantor Amnesty Internasional di Jakarta.
1Ungkapan nurani ini juga adalah ungkapan nurani dan pergumulan semua orang, lebih khusus pihak yang selalu dan terus menjadi korban Penduduk Orang Asli Papua (POAP).
Jendela atau pintu moral ini menjadi kekuatan untuk kita semua dalam memperkuat dan mendorong untuk penyelesaian akar konflik di Tanah Papua Barat dari Sorong-Merauke.
Pernyataan moral ini memiliki dampak besar, kalau kita kelola dengan baik. Pernyataan moral dan imam ini benar-benar membungkam mulut para penguasa Indonesia yang selalu dan dengan gampang mengukur nilai dan martabat kemanusiaan Penduduk Orang Asli Papua (POAP) dengan nilai uang.
Pernyataan moral dan iman pak Obet Gobay sesungguhnya amunisi dan kekuatan yang besar untuk menuntut semua kejahatan Negara dan pelanggaran berat HAM yang terjadi di Tanah Papua Barat. Pernyataan moral ini menjadi pijakan dan pedoman kita, bahwa kita bukan manusia-munusia bermoral rendah, murahan yang bisa dibeli dengan nilai uang.
Pernyataan ini juga pintu untuk mengungkap jejak-jejak kekerasan dan kejahatan Negara yang disoroti PBB yang tidak menjadi rahasia umum seperti:
1. Biak Berdarah pada 6 Juli 1998;
2. Abepura (Abe) berdarah pada 7 Desember 2000.
3. Wasior berdarah pada 13 Juni 2001.
4. Kasus Theodorus (Theys) Hiyo Eluay dan Aristoteles Masoka pada 10 November 2001.
5. Wamena berdarah pada 4 April 2003.
6. Kasus Musa (Mako) Tabuni 14 Juni 2012.
7. Kasus Paniai berdah pada 8 Desember 2014.
8. Kasus Pendeta Yeremia Zanambani pada 19 November 2020.
9. Kasus empat warga sipil ditemukan tewas ditemukan dengan kondisi tubuh tidak lengkap atau korban mutilasi di Mimika, Papua Barat pada Jumat 26 Agustus 2022. Mereka adalah Arnold Lokbere (AL), Irian Nirigi (IN), Lemaniol Nirigi (LN), dan Atis Tini (AT) diketahui berasal dari Kabupaten Nduga, Papua Barat.
10. Masih banyak pelanggaran HAM berat yang dilakukan Negara selama 62 tahun sejak 19 Desember 1961 sampai sekarang.
Menurut saya, pernyataan moral dan iman dari Obet Gobay memberikan kekuatan dan semangat kepada kita semua, terutama pegiat kemanusiaan dan Dewan Gereja Papua untuk mendukung penyelesaian 4 akar konflik yang sudah dirumuskan LIPI.
Melihat persoalan ketidakadilan dan kemanusiaan seperti ini, Indonesia sebaiknya mengambil langkah-langkah yang lebih adil dan manusiawi untuk menyelesaikan luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia yaitu 4 pokok akar masalah Papua. Terlihat bahwa Pemerintah dan TNI-Polri bekerja keras dengan berbagai bentuk untuk menghilangkan 4 akar persoalan Papua yang dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tertuang dalam buku Papua Road Map: Negociating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008).
Empat akar persoalan sebagai berikut:
1) Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia;
(2) Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian;
(3) Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri;
(4) Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.
Diharapkan, solusi untuk mengakhiri semua persoalan ini, Dewan Gereja Papua (WPCC) dalam seruan moral pada 21 November 2022 diserukan, sebagai berikut:
“Meminta kepada Dewan HAM PBB (Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa) datang berkunjung ke Tanah Papua untuk melihat secara langsung situasi penderitaan panjang orang Papua selama 58 tahun.”
“Sudah saatnya pemerintah Indonesia menghentikan kebijakan rasisme sistemik pada orang asli Papua yang terus-menerus meningkat.”
“Presiden Joko Widodo tetap konsisten mewujudkan statemennya pada 30 September 2019 untuk berdialog dengan kelompok Pro Referendum, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dimediasi pihak ketiga sebagaimana yang pernah terjadi antara Pemerintah RI dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di Helsinki pada 15 Aguatus 2005.”
Doa dan harapan saya, penyataan Obet Gobay menjadi seperti cahaya bintang kecil yang menuntut kita untuk menghadapi bangsa kolonial Indonesia firaun dan Goliat modern berwatak rasis yang kejam dan babar ini.
Ita Wakhu Purom, Kamis, 29 Juni 2023
Penulis: Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua, Pendiri, Pengurus dan Anggota Dewan Gereja Papua (WPCC), Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC) dan Anggota Baptist World Alliance (BWA).
Nomor kontak penulis: 08124888458//08128888712 HP/WA