Pak Yoman Seorang Gembala Tapi Tulisannya Banyak Seperti Mendukung Papua Merdeka
“Tulisan bisa menjadi senjata” (Mayon: 392). “Lebih berbahaya lagi kalau saya diam saja” (Mayon: 2001: 266). “Kita akan memilih jalan perjuangan tidak dengan kata-kata, tetapi dengan PENA” (Mayon: hal. 254). “Ketidakadilan ini harus dilawan dengan tulisan” (Mayon: hal. 388). “Tulis semua kau tahu tentang bangsamu! Bangsa tertindas yang selama berabad-abad membisu. TULIS.” (hal. 203).
Oleh Gembala Dr. Ambirek G. Socrates Yoman
Pada Jumat, 19 Mei 2023, seorang teman diskusi saya mengirim pesan singkat kepada saya sebagai berikut:
“…Pak yoman seorang gembala tapi dari tulisannya bsnyak menulis dan berpendapat yang seperti mendukung Papua merdeka…”
Teman yang sama menanyakan saya, bahwa, “Pak Yoman binaan siapa?”
Teman saya ini rupanya tidak tahu atau belum mengerti tugas, peran, dan tanggungjawab seorang gembala atau pemimpin agama atau gereja.
Tugas, peran dan tanggungjawab dan kewajiban seorang gembala dan pemimpin gereja ialah menjaga, melindungi dan menggembalakan umat Tuhan.
Karena ada mandat resmi dan sah dari Tuhan Yesus Kristus. Ada penugasan dan tanggungjawab yang diberikan secara langsung dari Tuhan Yesus Kristus.
Tuhan Yesus bertanya kepada Simon Petrus: “Simon, anak Yohanes Apakah engkau mengasihi Aku?
Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau”.
Kata Yesus kepada Simon Petrus: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?”
Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku”.
Yesus pula kepadanya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?”
Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku”. (Yohanes 21:16-17).
“Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10).
Dalam TNI dan Polri ada mandat Negara, dan ada pertanyaan apakah Saudara-Saudari setia pada NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika.
Seluruh prajurit TNI-Polri menjawab: “Siap..jiwa raga dan seluruh hidup kami pertaruhkan untuk NKRI.”
TNI-Polri memberikan pertanggungjawaban kepada pemimpin atau kepada Presiden Republik Indonesia.
Saya, Gembala Dr. Yoman memberikan pertanggungjawaban kepada Tuhan Yesus Kristus yang memberikan tugas, tanggungjawab dan mandat kepada saya untuk menggembalakan umat Tuhan. Umat Tuhan itu sudah termasuk didalamnya anggota TNI-Polri.
Dalam tugas penggembalan itu tugas pokok dan penting ialah menegakkan kebenaran, memperjuangkan keadilan, martabat manusia, kesamaan derajat, kebebasan/kemerdekaan rohani dan politik untuk perdamaian permanen di bumi dan di sorga.
“TULIS-kanlah apa yang telah kaulihat, baik yang terjadi sekarang maupun yang akan terjadi sesudah ini” (Wahyu 1:19)
Mayon Sutrisno mengajak kita dalam bukunya berjudul: Arus Pusaran Sukarno, Roman Zaman Pergerakan: 2001:201), sebagai berikut:
“Ingat gadis Jepara itu, ingat Mutatuli, ingat Hatta, ingat Suwardi Suryoningrat, Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, semua menggoncangkan sendi-sendi pemerintah kolonial dengan tulisan.Ya, dengan TULISAN!
“Tulisan bisa menjadi senjata” (Mayon: 392).
“Lebih berbahaya lagi kalau saya diam saja” (Mayon: 2001: 266).
“Kita akan memilih jalan perjuangan tidak dengan kata-kata, tetapi dengan PENA” (Mayon: hal. 254).
“Ketidakadilan ini harus dilawan dengan tulisan” (Mayon: hal. 388).
Seperti rasul Yohanes Pembaptis menulis dalam Kitab Wahyu. Dewasa ini dalam realitas kehidupan Penduduk Orang Asli Papua (POAP) harus ditulis tentang semua yang sedang terjadi, supaya para penindas tidak seenaknya menindas rakyat dan bangsa Papua Barat.
“TULIS-kalah kepada malaikat jemaat di Efesus. TULIS-kanlah kepada malaikat jemaat di Smirna. TULIS-kanlah kepada malaikat jemaat di Pergamus. TULIS-kanlah kepada malaikat jemaat di Tiatira. TULIS-kanlah kepada malaikat jemaat di Sardis. TULIS-kanlah kepada malaikat jemaat di Filadelfia. TULIS-kanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia” (Yohanes 2:1; 8, 12, 18; 13:1,7, 14).
“Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan…” (Wahyu 2:7, 11, 17, 29; 3:6, 13, 22).
“Kalau saja setiap orang mau menuliskan pengalamannya, aku yakin, tidak menunggu waktu setahun lagi pemerintahan kolonial bakal tumbang” ( hal. 165).
“Tulis semua kau tahu tentang bangsamu! Bangsa tertindas yang selama berabad-abad membisu. Tulis.” (hal. 203).
“Saya akan menyatakan sebagai musuh kepada siapa saja yang akan merobah bangsa Hindia Belanda menjadi bangsa Eropa. Selama matahari dan bintang masih bersinar, saya akan melawan mereka” (hal. 171).
“Kalau selalu menunggu pertolongan orang lain, kita tidak pernah memulai. Setiap hari kami berusaha menerobos pagar penjajahan. Zaman akan berubah. Peta politik yang sekarang, adalah peta politik yang sedang berubah. Bagaimana pun bodoh dan primitifnya suatu bangsa, ia akan tumbuh, berkembang, dan memiliki naluri mempertahankan hidup.” (Arus Pusaran Soekarno: Roman Zaman Pergerakan: Mayon Sutrisno: 2001).
“Kalau kau punya keberanian beberkan di koran agar penguasa tahu bagaimana nasib mereka sesungguhnya. Jangan takut, karena sudah saatnya kita harus berani bicara” (hal.147).
Harga dan nilai Penduduk Orang Asli Papua (POAP) menjadi terlalu murah di mata penguasa Indonesia. POAP dipandang sangat rendah dan disamakan dengan monyet, gorila, tikus, nyamuk, kopi-susu, belalang, maka dengan mudah tanpa merasa salah dan dosa dimutilasi dan tewas di tangan aparat keamanan Indonesia dengan stigma, label dan mitos separatis, opm, kkb, dan teroris.
Siasat pecah belah yang dilancarkan penguasa kolonial Indonesia membuat POAP dibuat tidak berdaya dan dibuat seperti tamu dan orang asing di atas Tanah leluhur sendiri. Otonomi Khusus jilid nomor 2 tahun 2021 dan DOB boneka adalah siasat pecah belah atau politik de vide et impera di depan mata kita. DOB boneka ialah bentuk pendudukan dan penjajahan paling kejam, barbar dan tidak ada nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. DOB boneka ada mesin pemusnah Penduduk Orang Asli Papua. DOB adalah senjata ampuh tanpa bunyi untuk pemusnahan POAP.
Pada saat POAP bersuara untuk membela kehormatan, harga diri, martabat kemanusiaan dan hak atas Tanah, hak politik dan hak demokrasi dibungkam mulut dengan pasal makar dan melawan negara dan diproses hukum dan dipenjarakan.
Suara yang disampaikan untuk keadilan dan kesamaan derajat dibungkam dengan kekuatan militer, brimob dan kepolisian yang selalu siap menyerang, menangkap dan menembak mati. Hidup POAP sangat malang dan berada seperti berhadapan langsung dengan Iblis dalam kerajaan dan kekuasaannya.
“Sukmatari, kau sudah melangkah. Jangan mundur. Tulis sebanyak-banyaknya tentang bangsamu. Bangsa tertindas yang selama berabad-abad membisu. Tulis, umumkan, jangan sampai tak melakukan perlawanan. Ingat gadis Jepara itu, ingat Mutatuli, ingat Hatta, ingat Suwardi Suryoningrat, Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, semua menggoncangkan sendi-sendi pemerintah kolonial dengan tulisan. Ya, dengan TULISAN! Menulis dan menulis sangat berbeda, ada orang menulis untuk klangenan, ada orang menulis untuk memperjuangkan sesuatu. Dan semua patriot yang kusebut, mereka menulis untuk memperjuangkan asas. Menulis hanya sebuah cara! Tulis Sukma.Tulis semua yang kau ketahui mengenai bangsamu. Tulis semua gejolak perasaanmu tentang bumi sekitarmu. Karena dengan menulis kau belajar bicara. …” (Mayon Sutrisno: Arus Pusaran Sukarno, Roman Zaman Pergerakan: 2001:201).
Saya menulis untuk rakyat dan bangsaku. Saya menulis untuk kemuliaan dan kehormatan bangsaku. Saya menulis untuk martabat bangsaku. Saya menulis untuk sampaikan pesan tentang penderitaan bangsaku kepada siapa saja. Saya menulis untuk nyalakan cahaya lilin kecil untuk bangsaku. Saya menulis untuk umumkan secara terbuka kepada semua orang tentang krisis dan tragedi kemanusiaan berkepanjangan yang dialami bangsaku.
Saya menulis dengan visi kebangsaan. Saya menulis dengan tujuan. Saya menulis digerakkan dengan kekuatan visi, tujuan dan target. Saya menulis dengan keadaan sadar. Saya menulis apa yang saya tahu. Saya menulis apa yang saya mengerti. Saya menulis apa yang saya lihat. Saya menulis apa yang saya saksikan. Saya menulis apa yang saya alami. Saya menulis apa yang saya pikir. Saya tulis apa yang saya rasakan.
Saya menulis untuk melawan rasisme, ketidakadilan, kolonialisme, kapitalisme, neo imperialisme, diskriminasi, marginalisasi, pemusnahan etnis Penduduk Orang Asli Papua (POAP) secara sistematis, terprogram, terstruktur, masif, meluas dan kolektif yang dilakukan oleh penguasa kolonial modern Indonesia yang bertangan besi dan kejam dan tidak mengenal rasa kemanusiaan.
Saya menulis menyuarakan yang tak bersuara. Saya menulis untuk bangsaku yang tertindas dan terjajah. Saya menulis untuk bangsaku yang terabaikan. Saya menulis untuk bangsaku yang dibuat tidak berdaya. Saya menulis untuk bangsaku yang terpinggirkan dari tanah leluhur mereka. Saya menulis untuk melindungi bangsaku yang merasa ketakutan. Saya menulis untuk menyelamatkan bangsaku yang sedang dimusnahkan oleh penguasa Indonesia sebagai Firaun dan Goliat moderen.
Saya menulis tentang sejarah bangsaku. Saya menulis tentang harga diri dan identitas bangsaku. Saya menulis pengalaman bangsaku. Saya menulis tentang harapan masa bangsaku.
Saya menulis untuk bebaskan bangsaku dalam rasa ketakutan. Saya menulis untuk sadarkan bangsaku yang sudah dilumpuhkan kesadaran oleh bangsa kolonial Indonesia. Saya meneguhkan dan menguatkan bangsaku yang ragu-ragu, kecewa dan bimbang
Menulis merupakan pertanggungjawanan iman dan ilmu pengetahuan serta panggilan hati nurani untuk rakyat dan bangsaku Melanesia di West Papua.
Tugas dan kewajiban saya dengan jalan menulis dapat mengubah cara pandang dan berpikir orang Melayu Indonesia, terutama penguasa, TNI-Polri yang menduduki dan menjajah bangsaku.
Semua penindasan, penjajahan dan kejahatan negara yang berbasis rasisme ini harus kita akhiri. Mari, kita bersama-bersama dalam posisi kita masing-masing MENULIS dan MENULIS untuk suarakan, bahwa masalah kejahatan kemanusiaan, marjinalisasi, diskriminasi, ketidakadilan dan rasisme yang terjadi sebelum dan selama Otonomi Khusus harus diselesaikan. Untuk penyelesaian semua persoalan di Papua ada empat pokok akar konflik yang sudah dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI: sekarang Badan Riset Inovasi Nasional -BRIN) yang tertuang dalam buku Papua Road Map: Negociating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008), yaitu:
1) Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia;
(2) Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian;
(3) Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri;
(4) Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.
“HIDUP INI UNTUK MENULIS DAN MENULIS UNTUK KEBEBASAN DAN KEMERDEKAAN SEJATI BANGSAKU.”
Doa dan harapan penulis, para pembaca mendapat pencerahan.
Selamat membaca. Tuhan memberkati.
Waa…..Waa…..Kinaonak!
Ita Wakhu Purom, Sabtu, 20 Mei 2023
Penulis: Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua; Pendiri, Pengurus dan Anggota Dewan Gereja Papua Barat (WPCC), Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC) dan Anggota Aliansi Baptis Dunia (BWA).
Editor: Engel Semunya