Papua Barat Merdeka Bergema Di Istana Firaun Modern Republik Indonesia
Fakta
“Tim 100 dan Enni Faleomavaega menggemakan Papua Barat merdeka di Istana Firaun modern Negara Repulik Indonesia”
Oleh Gembala Dr. Ambirek Godmendekmban Yoman (Socratez Yoman)
Ada dua kali suara Papua Barat merdeka bergema di Istana Negara RI dan didengarkan di telinga dua presiden RI yang berbeda.
1. Tim 100 dengan Prof. Dr. B.J. Habibie
Delegasi Tim 100 mewakili rakyat dan bangsa West Papua pertemuan dengan Prof. Dr. B.J. Habibie di Istana Negara Republik Indonesia pada 26 Februari 1999.
Suara Papua Barat merdeka yang disampaikan sebagai berikut:
“….dengan jujur kami menyatakan kepada Presiden Republik Indonesia, bahwa tidak ada alternatif lain untuk merundingkan atau mempertimbangkan keinginan Pemerintah Indonesia guna membangun Papua dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka pada hari ini, Jumat, 26 Februari 1999, kepada Presiden Republik Indonesia, kami bangsa Papua Barat menyatakan bahwa:
Pertama, kami bangsa Papua Barat berkehendak keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan untuk merdeka dan berdaulat penuh di antara bangsa-bangsa lain di bumi.”
Kedua, segera membentuk pemerintahan peralihan di Papua Barat dibawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara demokratis, damai dan bertanggungjawab, selambat-lambatnya bulan Maret tahun 1999.
Ketiga, Jika tidak tercapai penyelesaian terhadap pernyataan politik ini pada butir kesatu dan kedua , maka;
(1) segera diadakan perundingan Internasional antara Pemerintah Republik Indonesia, Bangsa Papua Barat, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB);
(2) Kami bangsa Papua Barat menyatakan, tidak ikut serta dalam pemilihan Umum Republik Indonesia tahun 1999.
2. Hon. Tuan Enni Faleomavaege dengan H. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono
Pada 4 Juli 2007, Mr. Enni Faleomavaega Anggota Kongres Amerika dari Samoa secara resmi minta Papua Merdeka di Istana Negara kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Suara Papua Barat merdeka tidak sembunyi-sembunyi. Tidak bisik-bisik. Tidak di rumput-rumpit. Bukan di pinggir-pinggir jalan. Bukan di hutan-hutan. Bukan di tempat gelap. Bukan di luar negeri. Papua Barat merdeka ada di hati, pikiran dan dalam hidup rakyat dan bangsa Papua Barat di dalam Papua Barat sendiri.
Dinamika dan semangat serta kerinduan hati rakyat dan bangsa West Papua untuk merdeka dan berdaulat penuh secara politik tidak pernah padam dan itu tergambar jelas dengan pernyataan-pernyataan sebagai berikut:
Konferensi Perdamaian Papua pada 5-7 Juli 2011 di Auditorium Uncen Jayapura yang diselenggarakan Jaringan Damai Papua (JDP) dan dihadirkan para pembicara: Menkopolhukam Djoko Suyanto, Gubernur Papua, Kapolda Papua, Pangdam XVII Cenderawasih, Uskup Jayapura Dr. Leo Laba Ladjar, OFM, Dr. Toni Wanggai, Pdt. Dr. Benny Giay, dan saya, Dr. Socratez S.Yoman. Peristiwanya:
Pada giliran Pangdam XVII menyampaikan materi, dimulai dengan permintaan kepada para peserta Konferensi:
“Saudara-saudara, kalau saya sebut “Papua” saudara-saudara perserta menyahut dengan kata “Damai” tiga kali. Pembicara sebut Papua dan peserta jawab “Merdeka, Merdeka, Merdeka sampai tiga kali.”
Pada 17-19 Oktober 2011, Pdt. Dr. Marthen Luther Wanma dan saya mengadakan pertemuan dengan rakyat Manokwari di gedung ibadah jemaat GKI Effata Manokwari untuk kami berdua memberikan penjelasan hasil pertemuan dengan Presiden Republik Indonesia, Dr. Bambang Susilo Yudhoyono di Cikeas pada 16 Desember 2011. Sebelum kami berdua menyampaikan penjelasan, saya mengajukan pertanyaan.
“Saudara-saudara, siapa-siapa yang mau merdeka di atas Tanah leluhur orang-orang Melanesia ini?” Â
Responnya ialah semua rakyat yang hadir dan memenuhi gedung itu berdiri serentak dan angkat tangan dan mengatakan: “Merdeka, Merdeka, Merdeka.” Yang tidak ikut berdiri pada waktu itu ada tiga orang PNS, salah satunya, Sekretaris Daerah Kabupaten Manokwari.
Pada 20 Januari 2012 pertemuan dengan rakyat di Sorong dengan misi yang sama. Pada pertemuan itu yang mewakili Danrem dari Korem 181/Praja Vira Tama(PVT) Sorong hadir dan Kapolres dari Kaporesta Sorong juga hadir.
Saya mengajukan pertanyaan yang sama, yaitu, “Saudara-saudara, siapa-siapa yang mau merdeka di atas Tanah leluhur orang-orang Melanesia ini?” Â
Responnya ialah semua rakyat yang hadir dan memenuhi gedung itu berdiri serentak dan angkat tangan dan mengatakan: “Merdeka….Merdeka… Merdeka.”Yang tidak ikut berdiri pada waktu itu yang mewakili Danrem dan Kapolres.
Pada 24 Agustus 2020 TNI-Polri menyelenggarkan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Stadion Sepak bola Mandala Jayapura dengan pembicara Pendeta Merah Putih Gilbert Lumoindong dengan Tema: Papua Bermazmur.
Pendeta Merah Putih Gilbert Lumoindong dari mimbar atau podium mengajukan dua permintaan sebelum berkhotbah.
Permintaan pertama, “Saudara-saudara, kalau saya sampaikan Indonesia, dijawab dengan Merdeka.” Permintaan kedua, kalau saya sampaikan Papua, dijawab Luar Biasa.”
Pada waktu Pdt. Gilbert mengajak ” Indonesia”, jawaban dari hadirin “NO.”
Ketika Pdt. Gilbert mengajak: “Papua”, jawaban dari hadirin: “MERDEKA.” (Sumber: Jejak Kekerasan Negara & Militerisme di Tanah Papua: Yoman, 2021: 42-43).
Suara: Indonesia….NO….dan Papua…Merdeka….adalah Fakta, Bukti, Realitas. Suara ini tidak direkayasa, suara murni dari hati nurani yang suci dari orang asli Papua, bukan seperti suara yang biasanya diatur atau direkayasaTNI-Polri, BIN, Kopassus untuk Kepala atau OPM Buatan dan Binaan bacakan atau bicara selama ini di TANAH ini.
Kesimpulan
Alm. Prof. Dr. B.J. Habibie pernah mengatakan: “Kamu bisa mengalahkan 30 orang pintar dengan 1 fakta, tapi kamu tidak bisa mengalahkan 1 orang bodoh dengan 30 fakta sekalipun.”
Para pembaca, ini sudah lebih dari satu fakta empiris (fakta yang diterima akal sehat), tetapi, sayang, para penguasa Indonesia masih membutuhkan 30 fakta lain lagi.
Benarlah apa yang dikatakan Pdt. Dr. Benny Giay, mantan Ketua Sinode Sinode Kingmi di Tanah Papua dan sekarang Moderator Dewan Gereja Papua (WPCC):
“Kita berbicara dengan penguasa Indonesia atau orang-orang Jakarta ini, sama saja kita rebus batu dalam belangga, tapi batunya tidak pernah pecah.”
(Alm) Arbishop Desmond Tutu pernah berkata:
“Orang-orang Papua Barat telah dikhianati hak-hak dasar mereka, termasuk hak dasar mereka untuk menentukan nasib sendiri ( the right to self-determination). Teriakan mereka untuk keadilan dan kebebasan telah jatuh pada TELINGA-TELINGA TULI di Jakarta. Saya selalu bersama mereka dalam doa saya tentang kebutuhan mereka.”
Uskup Sephanya Cameeta pada waktu berkunjung ke Papua Barat pernah mengatakan:
“Selama ini, saya berusaha untuk memahami dan mengerti tentang situasi yang dialami umat Tuhan di Tanah Papua Barat ini, tetapi sekarang saya telah melihat sendiri betapa beratnya penderitaan yang dialami oleh umat Tuhan di sini….Semoga terbit sinar harapan, sukacita, keadilan dan kedamaian di Negeri dan Tanah kamu sendiri” (Januari 2008).
Terima kasih. Tuhan memberkati.
Ita Wakhu Purom, 6 September 2023
Penulis: Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua, Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC), Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC) dan Anggota Baptist World Alliance (BWA).
__________
Kontak Person: 08124888458/ 08128888712
Editor: Redaksi