Manokwari, papuaspiritnews.com-Kisah tokoh refolusi pejuang papua merdeka, Johannes Kaprimi Jambuane tutup usia ke 74 tahun, Johannes Kaprimi Jambuane lahir pada 6 Juli 1938 di kebar kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat, dan Johannes K.Jambuane tutup usia pada 30 Agustus 2022.Kisah perjalanan tokoh pembela Papua Johannes K. Jambuane adalah salah satu diantara pimpinan komando operasi yang diangkat dalam rapat pembentukan Organisasi Pembebasan Papua Merdeka atau (OPPM) di Manokwari. “Johannes Kaprimi Jambuane” adalah nama sebenarnya yang tercatat dalam akta kelahirannya di masa pemerintahan Belanda.Perkawinan Johannes K. Jambuane bersama istirinya Dorlince Waridjo telah mendapatkan 7 orang anak, masing -masing yaitu, Welmince Paulina, Agustinus Justinus, Maritje Neltje, Juliantje Wellem Fox, Johanes Pirik, Abner Seth, dan terakhir adalah Fredrika.
Di masa Belanda, Johannes Jambuane adalah seorang inspektur polisi (1959 – 1962). Ia ditugaskan di detasmen kepolisian Sorong untuk memperkuat pasukan mariner Belanda menghadapi rencana invasi militer Indonesia yang dilancarkan dari pangkalan perang Indonesia di Morotai diwilayah Maluku berdekatan dengan pulau Raja Ampat.
Setelah invasi Indonesia terjadi dan Belanda meninggalkan Papua, Johannes Jambuane pindah dan bertugas di kepolisian Manokwari sebagai polisi peninggalan Belanda antara tahun 1962-1964.
Di saat ia bertugas di Manokwari, terjadi pertemuan dan kesepakatan antara tokoh-tokoh rakyat dan bekas anggota PVK seperti: John Ariks, kedua beradik-kakak Bernard dan Barend Mandatjan, Terianus Aronggear, Wirogi Medudga, Watofa, Tarran, Arumisore, Elky Bemei, Permenas Awom serta tokoh-tokoh lainnya untuk menggugat kehadiran Indonesia di tanah Papua.
Laskar Papua, yang terdiri dari bekas- bekas Tentara Papua (PVK) dan rakyat semesta di daerah kepala burung dibentuk/dibagi dalam beberapa Kompi dimana Sersan PVK Permenas Peri Awom diangkat dan dikukuhkan sebagai Panglima Laskar Papua.
Empat Kompi Laskar Papua yang dibentuk dengan nama “Kompi Kasuari”. Kompi Kasuari I (KK-I) dipimpin oleh: Permenas P. Awom, (KK-II) dipimpin oleh: J.B. Wanma, (KK-III) dipimpin oleh: F.Wambrauw, dan (KK-IV) dipimpin oleh Johannes Jambuane.
Setelah mereka mengambil sumpah, Johannes dan pasukannya meninggalkan Manokwari menuju Kebar. Dan pada tanggal 26 Juli 1965, dua hari sebelum Markas Arfai diserang,
Johannes Jambuane melaksanakan tembakan pertama pada subuh hari menyerang post Tentara Indonesia di Kebar, membunuh sebanyak 45 orang anggota Tentara Nasional Indonesia.
Perang berlangsung hingga ia menyerah pada tahun 1969 ketika Brigadir Jenderal Acub Zainal menjabat sebagai Panglima KODAM-17 Cenderawasih.
Johannes Jambuane dan kawan- kawannya dikirim ke Jawa untuk mengikuti latihan militer dan kembali bertugas di Jayapura di bawah Batalion 753 yang bermarkas di Kemiri, Sentani.
Sonek-1984 dan Johannes Jambuane pada tahun 1984, Sonek-84 dibentuk untuk menyerang dan menduduki kota Jayapura. Gerakan ini dipimpin oleh: Mayor Marthen Luther Prawar (almarhum).
Johannes Jambuane merupakan satu diantara pasukan lapangan yang ditunjuk oleh Major Prawar untuk memimpin anak – anak buahnya dari Batalion-751 untuk menduduki asrama militer di Kemiri.
Dalam Gerakan Sonek-1984 ini, Johannes Jambuane dikenal dengan panggilan “Pace Jambu”.
Dia orang hebat. Cakap berbahasa Belanda dan merupakan seorang penembak jitu yang sangat disegani oleh pihak musuh ketika ia mengangkat perang di hutan wilayah Kepala Burung, tepatnya di daerah Kebar hingga Ayawasi dan ke bagian utara di Sausapor/Amberbaken.
Setiap pejuang maupun bekas pengungsi tahun 1984 semua mengenal pace Jambu baik dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari di kamp (Blackwara), dalam kegiatan Gereja maupun diskusi politik yang diselenggarakan oleh Camp Committee untuk menggarap pemuda Pemudi di Papua dalam pengungsian tentang ideologi Papua Merdeka.
Jambuane kembali dalam gelombang repatriasi pengungsi ke Papua yang disponsori oleh UNHCR. Dia pulang ke Kebar bukan karena putus asa atau menyerah. Jambuane juga pernah mendorong hak – hak dasar atau pengakuan politik rakyat melalu forum indegoneus people di united nation, dan pernah juga menginjak kaki di gedung Peserikatan Bangsa Bangsa PBB di new York. (**)
More