Pemekaran Privinsi-provinsi Boneka Indonesia di Tanah Papua Adalah Siasat Pendudukkan dan Mesin Pemusnahan POAP dari Tanah Leluhur

Tanda-tanda pemusnahan etnis Papua
Oleh Gembala DR. A.G. Socratez Yoman
Dalam buku saya berjudul: “PINTU MENUJU PAPUA MERDEKA: PAPUA BARAT ALOM WONE: AKAR MASALAH PAPUA BARAT” yang terbit 22 tahun lalu tepatnya 2001, saya ada bernubuat dalam karya ini.
Dalam halaman 66, saya abadikan nubuatan saya seperti dikutip ini:
“Sepuluh atau dua puluh tahun ke depan Orang Papua akan punah. Para pembaca, percaya atau tidak. Sepupuh atau dua puluh tahun ke depan orang-orang Indonesia akan mengatakan dengan dua pernyataan. Dua pernyataan penulis sebagai berikut:
1. Dulu di negeri ini ada orang rambut keriting dan kulit hitam. Tetapi, sudah hilang karena begini, begini, begini dengan alasan-alasan sebagai argumentasi pembenaran diri.
2. Dulu di negeri Papua ini dihuni oleh mayoritas orang Kristen. Tetapi, sudah hilang karena begini, begini, begini dengan alasan-alasan sesuai dengan versi dan selera orang-orang Indonesia.”
Selanjutnya, 13 tahun lalu tepatnya pada 2010Â dalam buku saya berjudul: “OPM? OTONOMI, PEMEKARAN DAN MERDEKA” saya membuat beberapa ilustrasi dan saya abadikan dalam halaman 68-69 sebagai berikut:
1. Pemekaran Provinsi atau Kabupaten Ibarat Sangkar Burung
“Setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka, dalam era globalisasi, era keterbukaan, era demokratisasi dewasa, ide dan pandangan itu perlu dikelola dan dikawal serta disampaikan secara bertanggungjawab. Oleh karena itu, penulis mempunyai hak intelektual untuk mengekspresikan gagasan, ide dan pikiran penulis.
Dalam konteks menyalurkan pendapat itu, penulis melihat, mengamati dan menganalisa bahwa pemekaran provinsi dan kabupaten di seluruh Tanah Papua adalah sebuah penciptaan seperti “sangkar burung.” Maksudnya, orang-orang asli Papua dikurung dalam sangkar yang tidak bebas menikmati alam bebas nan indah di Papua Barat ini. Burung dalam sangkar akan diperlakukan oleh tuannya sesuai dengan selera dan kemauan tuan. Bahkan bisa dicuri atau dibunuh sewaktu-waktu, kalau burung itu tidak taat pada pemilik sangkar burung itu.”
2. Pemekaran Provinsi atau Kabupaten Ibarat Kandang Kelinci
Ada ternak kelinci di pinggir rumah atau pekarangan rumah. Kelinci ini dibuatkan kandang oleh taunnya dan dikurung dengan baik supaya ternak hewan ini tinggal di dalamnya kandang kecil itu. Tuannya selalu berusaha memberikan makanan daun-daunan atau makanan yang bisa dimakan oleh kelinci.
Bisa saja tuannya lupa memberikan makan ternak ini sewaktu-waktu sehingga kelinci ini kurus dan mati dalam kurungan kandangnya itu. Barangkali, ini cerita lucu, tetapi orang asli Papua patut merenungkan ini baik-baik. Mereka harus berpikir tentang masa depan anak dan cucu di tanah dan negeri leluhur mereka.”
Ingat, sekarang semua kewenangan ada pusat kekuasaan bangsa kolonial modern Indonesia di Jakarta. Provinsi-provinsi boneka dan kabupaten.
Apakah mau hidup tergantung dari Jakarta atau mau hidup dengan Sumber Pendapatan Pajak Daerah?
Ataukah mau kelola Sumber Daya Alam yang ada di Papua?
Tetapi, semua SDA di Tanah Papua dikendalikan, dikuasai, dirampok, dicurix dijarah oleh penguasa kolonial Indonesia dari pusat pemerintahan mereka.
3. Pemekaran Provinsi atau Kabupaten Ibarat Kandang Kurungan Ternak Babi
“Penulis, sebagai anak dari kampung, berasal dari orang tua berlatar belakang petani dan peternak, ingat betul tentang apa yang biasanya dilakukan oleh kedua orang tua. Kami mempunyai ternak hewan (babi) yang membutuhkan perawatan dan pemeliharaan.
Salah satu kebutuhan ternak babi ialah kandang babi (tempat babi tidur atau istirahat) dalam satu honai. Dalam satu honai itu dibuat beberapa petak atau kotak yang dibatasi dengan papan dan kayu penyangga sesuai dengan ukuran besar kecilnya babi. Saya senang sekali memberi makanan kepada ternak dalam kotak atau kurungan mereka masing-masing.
Jadi, babi dari kotak yang satu tidak bisa pindah kotak yang lain, karena dibatasi dengan papan, tiang pisah, dan penyangga. Bahkan, babi dari kotak sebelah sering menggonggong kepada babi yang berada di kotak sebelahnya. Seringkali mereka saling cakar dengan kuku dan gigi taring mereka. Mereka tidak pernah saling bertemu bahkan kadang-kadang bibir dan hidung babi itu terluka dan berdarah-darah karena terkena kayu yang membatasi mereka.
Babi-babi yang berada dalam kurungan mereka masing-masing ini ada yang berteriak-teriang dan membuat bising telinga, karena perutnya masing kosong dan dia masih membutuhkan makanan tambahan. Dia tidak peduli dengan babi-babi dikotak sebelah kiri atau kanannya. Dia tidak peludi, apakah mereka terganggu atau tidak, apakah hak-hak asasi babi ini dilanggar dengan memgusik ketenangan mereka atau tidak. Yang dia pikirkan adalah perutnya atau lambungnya harus penuh dan kenyang.
Sayangnya, babi-babi ini tidak tahu kapan mereka akan disembelih oleh tuan mereka. Penyembelihan merupakan hak prerogatif (hak mutlak) pemiliknya. Pemiliknya sudah merencanakan untuk memotong salah satu dari ternak itu. Yang dikhususkan untuk dipotong ini dibiarkan tetap terkurung dalam kandang, tetapi sesekali dikeluarkan juga bersama dengan babi-babi yang lain untuk pergi ke padang alang-alang atau hutan untuk mencari air dan rumput-rumputan yang bisa dimakan oleh kawanan babi ini. Ketika tiba saatnya, yang dipilih untuk disembelih ini ditangkap dan dibunuh di depan kawanan babi yang lain. Babi yang lain melihat dan menyaksikan peristiwa itu dengan rasa ketakutan.
Penduduk orang-orang asli Papua, ingatlah cerita yang kelihatannya lucu ini. Inilah fakta dan realitas yang terjadi terhadap Penduduk Orang Asli Papua, ras dan rumpun Melanesia yang memiliki Tanah dan negeri Papua Barat ini. Penduduk Orang Asli Papua dikotak-kotakkan oleh penguasa kolonial bangsa Indonesia supaya POAP saling menyerang satu sama lain dalam mempertahankan kotak-kotak ternak ini. Ternak-ternak semakin berkurang, tetapi pemiliknya bertambah banyak dan sewaktu-waktu kandang atau kotak itu menjadi kosong dan dibersihkan oleh tuannya dan tuannya akan menempati tempat itu dan memilikinya.”
Dalam buku saya berjudul: “PEMUSNAHAN ETNIS MELANESIA:MEMECAH KEBISUAN SEJARAH KEKERASAN DI PAPUA BARAT” yang terbit pada 2007, dan dilarang Negara, saya tulis dengan pesan yang sama dalam halaman 239-241.
Di halaman 231, saya tulis, “Pemekaran provinsi dan kabupaten di Papua murni kepentingan politik,keamanan dan ekonomi.”
Saya tulis dalam buku yang sama, “Pemekaran provinsi dan kabupaten dipaksakan oleh orang Indonesia bukan kemauan atau aspirasi orang asli Papua” (2007:234).
“Pemekaran provinsi dan kabupaten siasat polarisasi, isolasi, pengelompokkan, politik adu-domba, devide et impera penduduk orang asli Papua” (2007:244).
Dalam buku saya berjudul: PEMEKARAN DAN KOLONIALISME MODERN DI PAPUA” yang terbit pada 2022, saya menulis:
Operasi pemekaran wilayah Papua dengan jelas terbaca dalam pernyataan mantan Kepala BIN Abdullah Mahmud Hendropriyono:
“Kalau dulu ada pemikiran sampai 7 provinsi. Yang diketengahkan selalu syarat-syarat suatu provinsi. Yah, ini bukan syarat suatu provinsi, syarat untuk MEREDAM PEMBERONTAKAN. Itu. Ini masalah KEAMANAN dan masalah POLITIK. Bukan begini. Masalah KEAMANAN dan masalah POLITIK. Jadi, syarat-syarat administratif seperti itu, ya, nanti kalau sudah aman bikin syarat-syarat administratif. Begitu loh. Tidak sampai dua juta pak.
Seluruh Irian, tidak sampai dua juta. Makanya saya bilang, usul ini, bagaimana kalau dua juta ini kita transmigrasikan. Ke mana? Ke Manado. Terus orang Manado pindahkan kr sini (Papua). Buat apa? Biarkan dia pisah secara ras sama Papua New Guinea. Jadi, dia tidak merasa orang asing, biar dia merasa orang Indonesia. Keriting Papua itukan artinya rambut keriting. Itu, itu sebetulnya pelecehan itu. Rambut keriting, Papua, orang bawah. Kalau Irian itu kan cahaya yang menyinari kegelapan itu Irian diganti Papua…”
“Ide pemekaran provinsi boneka di Tanah Papua itu datang dari penggagasnya Hendropriyono dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, bukan dari rakyat Papua. Lebih tepatnya, pemekaran wilayah di seluruh Tanah Papua dilaksanakan dengan basis keamanan atau militer dengan tujuan eksploitasi sumber daya alam Papua dan menyingkirkan, melumpuhkan dan memusnahkan Penduduk orang Asli Papua secara sistematis, terstruktur, masif, kolektif dan meluas” ( Yoman, 2022: 82).
Almarhum Herman Wayoi mengabadikan pesan ini kepada generasi penerus Penduduk Orang Asli Papua (POAP) sebagai berikut:
“Pemerintah Indonesia hanya berupaya menguasai daerah ini, kemudian merencanakan pemusnahan Etnis Melanesia dan menggantinya dengan Etnis Melayu dari Indonesia. Hal ini terbukti dengan mendatangkan transmigrasi dari luar daerah dalam jumlah ribuan untuk mendiami lembah-lembah yang subur di Tanah Papua. Dua macam
operasi yaitu Operasi Militer dan Operasi Trasmigrasi menunjukkan indikasi yang tidak diragukan lagi dari maksud dan tujuan menghilangkan ras Melabesia dari Tanah ini.” ( Sumber: Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat: Yoman, 2007:142).
Selamat membaca. Tuhan memberkati kita semua.
Ita Wakhu Purom, 7 Maret 2023
Penulis: Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua; Pendiri, Pengurus dan Anggota Dewan Gereja Papua Barat (WPCC), Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC) dan Anggota Aliansi Baptis Dunia (BWA).
Editor: Redaksi