Perda Tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Ekonomi Berbasis Lokal Dinilai Tumpul
SORONG, PAPUASPIRITNEWS.com-Noken adalah sebuah tas tradisional yang merepresentasikan identitas Orang Papua dan merupakan warisan dari nenek moyang. Tas ini biasanya dianyam oleh Mama-Mama Papua yang berusia dewasa dan lanjut usia.
Sejak ditetapkan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organisation) sebagai warisan budaya tak benda (Intangible Cultural Heritage) pada 4 Desember 2012, Noken mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Tas rajutan yang semula dianyam hanya untuk memenuhi kepentingan domestik dan ritual adat, saat ini semakin laris dipasaran dan dapat menopang ekonomi rumah tangga.
Ukuran dan fungsi Noken sangat beragam. Noken berukuran besar, pada umumnya digunakan untuk memuat hasil kebun, kayu bakar, binatang buruan, hewan peliharaan dan bayi. Sementara Noken berukuran kecil, biasa dipakai untuk menyimpan keperluan pribadi seperti buku, kitab suci, uang, atau sirih pinang.
Nova, Sroyer, S.Sos kordinator umum pemerhati ekonomi Mama Mama Papua Kota Sorong Papua Barat Daya saat ditemui mengutarakan merajut noken untuk menyimbangi kebutuhan keluarga walaupun mama-mama yang bergabung di komunitas ini suami mereka pegawai negeri sipil tetapi beban hidup keluarga semakin tinggi terpaksa mereka juga mencari nafkah dengan marajut noken.
“Mereka mengambil cara alternatif untuk merajut noken. Kalau soal model atau motif, kita yang biasa atau umum karena berkaitan dengan hak cipta. Jadi motifnya biasa-biasa saja”,ujar Novi Sroyer kepada papuaspiritnews Rabu, (8/3/2023)
Menurutnya, ada kelompok lain yang merajut noken dengan tulisan seperti papua, i lov sorong, i lov papua dan warna warni sesuai permintaan konsumen merajut noken di kota sorong tetapi masing tempat seperti di pasar Remu, Boswesen, depan toko Ellyn termasuk sanggar-sanggar salah satunya sanggar Klafun yang ada di tampa garam yang noken itu banyak terbuat dari bahan tikar, rumput rawa, serat kulit kayu dan lainnya.
“Kita di depan bandara Deo sorong baru satu bulan. Kita buka atau datang jual itu sekitar pukul 12.00 hingga 18.00 Wit, walaupun pemerintah kota melarang area depan bandara deo tidak berdagang tetapi masih ada toleransi bisa berjualan tetapi diatas pukul 15.00 Wit.
Anjuran dari pemerintah kota seperti itu tetapi kami datang lebih awal berjualan noken itu sekitar pukul 12.00 Wit, itu kami sudah datang buka tenda, gantung-gantung noken.
Tetapi yang kami lakukan saat ini hanya berbahan benang saja. Sudah satu bulan kita berjualan disini, setiap hari bisa mendapat keuntungan capai Rp 600.000. Karena yang kita jual disini dapat dikatakan murah dari yang terjual di ruko atau di bandara”,tandasnya.
Untuk merajut noken kata dia bahanya benang biasa beli di toko atau pasar setiap 1 pak isinya 12 benang dengan harga Rp 220.000, ada juga yang Rp 160.00 tergantung jenis benang 1 gulung benang seharga Rp 18.000., Rp 20.000 atau Rp 22.000″,bebernya.
Selain itu, setelah jadi harga yang terjual itu berfariasi noken kecil Rp 50.000 hingga Rp 100.000 noken sedang Rp 200.000, hingga Rp. 300.000 sedangkan noken yang besar Rp 400.000 hingga Rp. 500.000″
“Keuntungan yang kita dapat Rp 600.000 perhari, itu kita berjualan sekitar pukul 11.00 atau 12.00 Wit. Kalau berjualan sesuai petunjuk perintah kota melalui dinas teknis itu dari pukul 15.00 Wit berarti keuntungan dibawah itu”,akuinya.
Merajut noken kecil itu kata dia bisa satu hari 3 atau 4, kalau yang sedang atau besar bisa sampai 2 atau 3 hari. Ketika ada kesibukan lain bisa tertunda.
“Kami alami kendala itu, tidak punya tempat untuk usaha merajut noken jenis benang. Kita pernah bertemu dengan pemerintah kota agar menyiapkan satu tempat yang khusus bagi seniman papua seperti ukir-ukiran merajut atau menganyam noken dan lainnya”,akuinya.
Untuk itu, dirinya berharap dengan adanya Peraturan Daerah (Perda) Kota Sorong Nomor 12 Tahun 2019 tentang pemberdayaan dan perlindungan ekonomi berbasis lokal diwujudnyaatakan dengan pertaruran pelaksanaannya.
“Isi dari perda itu kan termasuk memberikan ruang publik untuk seni dan kreatif untuk orang asli papua tampilkan kearifan lokal yang ada”,tutupnya. (ES)