Pernyataan ‘Status Quo Dan Quo Vadis’ Presiden RI Ir. Joko Widodo Atas Konflik Papua Barat
Setiap dusta harus dilawan. Menang atau kalah. Lebih-lebih dusta yang mengandung penindasan“ (Mayon Soetrisno: Arus Pusaran Soekarno Roman Zaman Pergerakan, 2001, hal.369)
Oleh Gembala Dr. Ambirek G. Socratez Yoman
Alm. Prof. Dr. B.J. Habibie pernah mengatakan: “Kamu bisa mengalahkan 30 orang pintar dengan 1 fakta, tapi kamu tidak bisa mengalahkan 1 orang bodoh dengan 30 fakta sekalipun.”
“Tulisan bisa menjadi senjata” (Mayon: 392). “Lebih berbahaya lagi kalau saya diam saja” (Mayon: 2001: 266). “Kita akan memilih jalan perjuangan tidak dengan kata-kata, tetapi dengan PENA” (Mayon: hal. 254). “Ketidakadilan ini harus dilawan dengan tulisan” ( Mayon: hal. 388). “Tulis semua kau tahu tentang bangsamu! Bangsa tertindas yang selama berabad-abad membisu. TULIS.” (hal. 203)
MESKIPUN kebohongan itu lari secepat kilat, satu waktu kebenaran itu akan mengalahkannya,” Pepatah Belanda yang kerap diucapkan alm. Prof. Dr. Jacob Elfinus Sahetapy biasa disapa Prof. JE Sahetapy dalam setiap debat di forum-forum Hukum yang disiarkan
Saya masih membahas pernyataan Ir. Joko Widodo Presiden Republik Indonesia pada 7 Juli 2023, bahwa 99% tidak ada masalah dan aman-aman saja di Tanah Papua Barat.
Pernyataan Ir. Joko Widodo ini sangat menyesatkan rakyat dan bangsa Papua Barat dan Indonesia. Pernyataan ini merupakan kejajatan terbesar dari seorang presiden yang menyebarkan kebohongan di depan publik.
Yang dilakukan Presiden ini yang disebut dengan “misinformation” dan “1disinformasi”.
“Misinformasi” adalah informasi yang keliru, tetapi orang yang menyebarkannya percaya bahwa itu benar.
“Disinformasi” adalah informasi yang keliru, dan orang yang menyebarkannya tahu bahwa itu salah, tetapi tetap menyebarkannya.
Melansir buku Journalism, ‘Fake News’ & Disinformation (2018) terbitan UNESCO, disinformasi adalah kebohongan yang disengaja dan secara aktif diinformasikan oleh aktor jahat.
Yang disampaikan Presiden RI, Ir. Joko Widodo pada 7 Juli 2023 adalah 99% HOAX yang menyesatkan orang banyak.
Saya kutip pernyataan Presiden RI Ir. Joko Widodo pada 7 Juli 2023 sebagai berikut:
“Jangan dilihat (negatif). Karena memang secara umum, 99 persen itu gak ada masalah. Jangan masalah kecil dibesar-besarkan. Semua di tempat, di manapun, di Papua kan juga aman-aman saja”.
“Kita karnaval juga aman, kita ke sini juga gak ada masalah, ya kan? Kita malam makan di restoran juga gak ada masalah. Jangan dikesankan justru yang dibesarkan yang negatif-negatif. Itu merugikan Papua sendiri”.
Menurut saya, pernyataan Ir. Joko Widodo adalah penyataan Status Quo dan Quo Vadis.
Apa artinya Status Quo dan Quo Vadis?
Status quo berasal dari bahasa Latin, artinya ‘keadaan tetap sebagaimana keadaan sekarang atau sebagaimana keadaan sebelumnya’. Jadi, mempertahankan status quo berarti mempertahankan keadaan sekarang yang tetap seperti keadaan sebelumnya.
Quo vadis juga berasal dari bahasa Latin, artinya ‘ke mana engkau pergi?’
Penulis memakai bahasa kaum tertindas dan terjajah untuk dimengerti dengan mudah apa artinya Status Quo dan Quo Vadis, sebagai berikut:
Status Quo artinya watak penguasa kolonial moderen Indonesia yang militerisme, brutalisme, kapitalisme: pembunuh, pencuri, perampok, penjarah, pembohong, munafik, tukang janji yang dipamerkan sejak 1 Mei 1963 tidak pernah berubah sampai memasuki tahun 2023.
Sedangkan Quo Vadis artinya dalam Indonesia tidak ada masa depan yang lebih baik bagi rakyat dan bangsa West Papua yang rumpun Melanesia. Faktanya penguasa kolonial Indonesia lebih mencintai Sumber Daya Alam (SDA) daripada manusia. Manusianya dimusnahkan dengan stigma dan mitos separatis dan pemberontak.
Kesan saya Pemerintah Republik Indonesia mempunyai program, bahwa 60 tahun, sejak 1 Mei 1963 sampai 1 Mei 2023 mau tutup dan lupakan semua kejahatan Negara dengan pernyataan hoax yang menyesatkan pada 7 Juli 2023. Dalam program itu, Ir. Joko Wododo Presiden Republik Indonesia membuat pernyataan 99% hoax yang penuh dengan kebohongan Negara.
Kejahatan Negara dalam proses politik wilayah Papua Barat dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia melalu Perjanjian New York 15 Agustus 1962, Perjanjian Roma 30 September 1962, Pepera 1969, Otsus nomor 21 Tahun 2001 yang gagal total, pelanggaran HAM berat, ketidakadilan, militerisme, rasisme, genocide, dan marginalisasi Penduduk Orang Asli Papua (POAP) tidak bisa diselesaikan dengan pernyataan Hoax seperti pada 7 Juli 2023.
Ada konflik besar dan kekerasan dan kejahatan 99% yang menyebabkan warga sipil, anggota TPNPB, anggota TNI-Polri menjadi korban.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sekarang Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) sudah membantu Pemerintah Republik Indonesia yang telah berhasil memetakkan atau merumuskan 4 akar konflik Papua.
Presiden RI berusaha menghindari atau bekerja keras untuk menghilangkan 4 akar konflik yang sudah dirumuskan LIPI/BRIN dengan pernyataan 99% hoax yang tidak rasional, tidak sesuai fakta dan tanpa riset yang mendalam. Pernyataan hoax ini tidak dapat menghilangkan 4 akar konflik Papua Barat yang sudah tertuang dalam buku Papua Road Map, sebagai berikut:
(1) Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia;
(2) Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian;
(3) Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri;
(4) Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.
Empat akar persoalan ini yang disebut luka membusuk dan bernanah di dalam tubuh bangsa Indonesia oleh Prof. Dr. Frans Magnis, alm. Pastor Frans Lieshout, Dr. Anti Soleman.
Diharapkan, solusi untuk mengakhiri semua persoalan ini, Dewan Gereja Papua (WPCC) dalam seruan moral pada 21 November diserukan, sebagai berikut:
“Meminta kepada Dewan HAM PBB (Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa) datang berkunjung ke Tanah Papua untuk melihat secara langsung situasi penderitaan panjang orang Papua selama 58 tahun.”
“Sudah saatnya pemerintah Indonesia menghentikan kebijakan rasisme sistemik pada orang asli Papua yang terus-menerus meningkat.”
“Presiden Joko Widodo tetap konsisten mewujudkan statemennya pada 30 September 2019 untuk berdialog dengan kelompok Pro Referendum, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dimediasi pihak ketiga sebagaimana yang pernah terjadi antara Pemerintah RI dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di Helsinki pada 15 Aguatus 2005.”
Selamat membaca. Tuhan memberkati.
Waa…..Waa……Kinaonak!
Ita Wakhu Purom, Rabu, 19 Juli 2023
Penulis: Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua; Pendiri, Pengurus dan Anggota Dewan Gereja Papua Barat (WPC), Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC) dan Anggota Aliansi Baptis Dunia (BWA).
===========
Kontak: 08124888458///08128888712
Editor: Redaksi