Persoalan Papua Adalah Masalah Berdimensi Internasional Bukan Persoalan Internal Indonesia
Fakta Kebenaran Sejarah
Oleh Gembala Dr. A.G. Socrates Yoman
“Prof. Dr. Ikrar Nusa Bhakti mengatakan: Bahwa sejak dulu hingga kini, persoalan Irian (sekarang:Papua) bukan hanya persoalan antar Indonesia dan penduduk Papua, melainkan juga persoalan yang menyangkut dunia internasional” (Otonomi, Pemekaran, dan Merdeka (OPM), Yoman:2010:98).
Penguasa Indonesia tidak bisa melokalisir persoalan konflik antar Indonesia dan Papua Barat dengan alasan “kedaulatan negara”, dan para penguasa selalu mengatakan “kita waspada internasionalisasi persoalan Papua.”
Pernyataan-pernyataan para penguasa ini sangat menyesatkan dan proses pembodohan terhadap rakyat Indonesia mayoritas berpendidikan rendah. Sebagian besar atau mayoritas rakyat Indonesia menerima semua yang disampaikan pata penguasa yang minim pengetahuan sejarah dan mungkin dengan sengaja mau kaburkan proses sejarah politik rakyat dan bangsa Papua Barat ke dalam wilayah Indonesia.
Para penguasa Indonesia dari waktu ke waktu selama 62 tahun sejak 19 Desember 1961, Indonesia menunjukkan wajah kekerasan militer di Papua Barat dengan mengatakan NKRI harga mati, sudah final, sudah disahkan di PBB dengan Resolusi 2504 dan karena itu Penduduk Orang Asli Papua (POAP) dilabelkan separatis, opm, kkb, teroris, monyet, gorila, kopi susu, tikus-tikus kecil dan masih banyak pandangan rasialisme.
Papua Barat hanya dipertahankan dengan pendekatan kekerasan militer/moncong senjata sampai saat ini. Seperti alm Pastor Frans Lieshout menggambarkan wajah kekerasan militer sejak awal di Papua Barat sebagai berikut:
“Mereka menimbulkan kesan segerombolan perampok. Tentara yang telah diutus itu merupakan kelompok yang cukup mengerikan. Seolah-olah di Jakarta mereka begitu saja dipungut dari pinggir jalan. Mungkin benar-benar demikian.” ( dalam buku Markus Haluk: Gembala Dan Guru Bagi Papua; 2020:593).
Pendekatan kekerasan militer tidak pernah berubah dan tidak menyelesaikan akar konflik Papua Barat dan kekerasan militer itu memperpanjang penderitaan dipihak Penduduk orang asli Papua sampai sekarang ini. Karena militer adalah sumber dan penyebab kekerasan dan kejahatan kemanusiaan di Papua Barat.
Dalam persoalan Papua Barat, ada beberapa sarjana Indonesia yang mempunyai hasil riset, bahwa persoalan Papua Barat adalah persoalan yang berhubungan dengan masyarakat internasional. Karena itu, penyelesaian akar konflik Papua Barat perlu melihatkan pihak ketiga.
Prof. Ikrar Nusa Bhakti mengusulkan: “Bahwa menggunakan pihak ketiga (asing) sebagai mediator mungkin agak memakan waktu. Namun dulu Indonesia pernah menggunakan pihak ketiga untuk menyelesaikan masalah Aceh.”
“Kita tahu dulu Indonesia pernah menggunakan pihak ketiga dalam penyelesaian masalah Aceh. Dan, itu berhasil sangat baik,” (Sumber: Kompas Siang di Kompas TV, Kamis 2 Maret 2023).
Apa yang disampaikan Prof. Ikrar Nusa Bhakti berdasarkan fakta proses politik Papua Barat di dalam wilayah Indonesia dengan beberapa Perjanjian Internasional.
1. Konferensi Meja Bundar (KMB) (bahasa Belanda: Nederlands-Indonesische rondetafelconferentie) adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus hingga 2 November 1949 antara perwakilan
Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia.
Isi dari KMB adalah sebagai berikut: “Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949. Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.”
2. Konferensi Asia Afrika (KAA) Bandung 18-25 April 1955
Dukungan Negara-Negara Konferensi Asia-Afrika Dalam Perjuangan Irian Barat. Membahas perjuangan Indonesia untuk membebaskan Irian Barat dari kolonialisme Belanda dengan dukungan dari negara_-negara Asia-Afrika, khususnya peserta KAA. Dimulai sejak konferensi-konferensi persiapan KAA hingga KAA..
Pada konferensi-konferensi tersebut mereka menyatakan dukungannya untuk membantu perjuangan Indonesia dalam soal Irian Barat. Dukungan yang diberikan tidak hanya berupa pernyataan-pernyataan atau komunike akhir konferensi, tetapi berlanjut dan diwujudkan seusai KAA. Mereka mendukung Indonesia mengajukan masalah Irian Barat ke PBB, sehingga masalah tersebut menjadi agenda bahasan Majelis Umum (MU) tahun 1954 hingga 1957.
Dengan demikian masalah Irian Barat bukan hanya menjadi perhatian negara-negara Asia-Afrika, tetapi juga dunia internasional, yang membuat Belanda mempertimbangkan segala tindakannya di wilayah tersebut.
Sebab itu, ketika Belanda berusaha mempertahankan Irian Barat dengan memperkuat militernya di Irian Barat mendapat boikot dan tekanan dari dunia internasional. Akhirnya Belanda bersedia berunding kembali dengan Indonesia, hingga sengketa terselesaikan dengan ditandatanganinya Persetujuan New York dan pemerintahan sementara PBB menyerahkan kekuasaannya atas Irian Barat kepada Indonesia.
3. Perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang melihatkan tiga Negara, yaitu Amerika, Belanda dan Indonesia.
4. Perjanjian Roma 30 September 1962 yang melibatkan Amerika, Belanda dan Indonesia.
5. Pelaksanaan Pepera 1969 diawasi oleh PBB yang mewakili Sekjend PBB, Dr. Fernando Ortiz Sanz diplomat Bolivia. Hasil Pepera 1969 dicatat “take note” bukan disahkan.
Ini fakta-fakta sejarah proses politik yang melibatkan secara langsung masyarakat internasional dalam memasukkan Papua Barat ke dalam wilayah Indonesia.
Persoalan ketidakadilan, kekerasan negara, rasisme, marginalisasi, pelanggaran berat HAM, pemusnahan etnis yang dihadapi Penduduk Orang Asli Papua selama 62 tahun sejak 19 Desember 1961 adalah persoalan mendasar yang merendahkan martabat kemanusiaan dan ambruknya pondasi kesetaraan, maka semuanya ini melanggar nilai-nilai universal.
Jadi, kekerasan Negara di Papua adalah wajah krisis moral bangsa Indonesia, krisis kemanusiaan, krisis keadilan, krisis nilai kebenaran dan tragedi kemanusiaan terlama yang berjalan telanjang sejak tahun 19 Desember 1961 sampai sekarang ini.
“MESKIPUN kebohongan itu lari secepat kilat, satu waktu kebenaran itu akan mengalahkannya,” Ini pepatah Belanda yang kerap diucapkan alm. Prof. Dr. Jacob Elfinus Sahetapy.”
Terima kasih. Tuhan memberkati kita.
Ita Wakhu Purom, Jumat, 10 Maret 2023
Penulis: Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua; Pendiri, Pengurus dan Anggota Dewan Gereja Papua Barat (WPCC), Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC) dan Anggota Aliansi Baptis Dunia (BWA).
Editor: Redaksi