Refleksi Perjuangan dan Harapan Otsus Jilid II, Semakin Maju atau Mundur?

SORONG, PAPUASPIRITNEWS.com– Agustinus R Kambuaya, Anggota DPR Provinsi Papua Barat, Fraksi Otsus mengatakan menjelang berakhirnya Otsus jilid I, hotel Whiz Cikini menjadi saksi proses Revisi Otsus. Presiden Jokowi mengirim surat ke DPRP RI. Surat yang di terima oleh pimpinan DPR RI pada Jumat 4 Desember 2020, kemudian di tindaklanjuti untuk pembahasannya. papuaspiritnews com Selasa, (21/11)
“Isi surat presiden ini sebenarnya tentang permohonan Revisi terbatas pasal 1 tentang ketentuan umum, pasal 34 tentang anggaran dan perubahan pasal 76 ayat 3 dan 4 tentang mekanisme pengajuan pemekaran DOB”,terang Agustinus R Kambuaya yang juga Calon Anggota DPD RI 2024 kepada papuaspiritnews com Selasa, (21/11).
Pada perkembangannya, DPR RI mengembangkan diskusi dalam dinamika intetnal. Kemudian diskusi di perluas dan menyurat ke pemerintah daerah Provinsi Papua dan DPR Papua.
Hal itu muncul penolakan dari DPR Papua dan MRP terkait wacana evaluasi Otsus dan tetap mempertahankan Otsus Plus yang sebelumnya di ajukan oleh DPR bersama Pemerintah Daerah (Pemda) Papua.
Berdasarkan surat Pansus DPR RI, DPR Papua Barat membentuk PANSUS REVISI OTSUS dengan menunjuk DR. Yusak Reba, SH, MH Direktur CSIS UNCEN sebagai Tenaga Ahli Penyusun Draf Revisi dari PANSUS DPR Papua Barat.
Pansus terbentuk dan Kerja-kerja penyusunan Naskah akademik dan Draf Revisi Otsus di buat. Hasil draf dan Naskah yang telah siap di lanjutkan pada lobi-loby Politik di Jakarta. Pansus DPR Papua Barat melakukan Kunjungan ke Fraksi-fraksi partai di DPR RI.
“Tujuannya hanya satu bahwa komitmen semua partai Nasional adalah perbaikan tanah Papua harus di mulai dari Revisi Otsus sebagai Payung Hukum dan Kepastian hukum dan HAM. Diantaranya PDIP dan Komarudin Watubun sebagai Ketua Pansus, Dukungan Golkar, Demokrat, PKB, GERINDRA, PKS, NASDEM Semuanua menyambut baik konsep yang di ajukan PANSUS OTSUS PAPUA BARAT”,terangnya.
Proses dan dinamika, komunikasi yang terus intens membangun hubungan saling percaya sehingga usulan Presiden yang awalnya hanya terbatas pada 3 Pasal berkembang menjadi 20 Pasal dalam Revisi Otsus Jilid II.
Pasal-pasal yang mengalami perubahan pada UU Nomor 21Â Tahun 2001 menjadi UU Nomor 2 Tahun 2021 adalah; Pasal 1 tentang kewenangan umum, Pasal 4 tentang kewenangan faerah Papua, Pasal 5 yang mengatur tentang pemerintahan daerah Provinsi hingga badan musyawarah kampung, pasal 6 tentang nomenklatur DPRD menjadi DPRK.
Pasal 6 ini yang merupakan kompensasi dari penghapusan pasal 28 Tentang Partai Politik lokal dihapus. Sehingga Representasi Politik Orang Asli Papua diberikan dalam bentuk Fraksi Khusus Otsus di DPRK Kabupaten dan Kota. Sementara Pasal 17 UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang masa jabatan Gubernur dan wakil Gubernur Papua. Pasal 76 Ayat satu hingga 4.
Didalam proses revisi Otsus Jilid II orang Papua tidak satu frekwensi mendukung. Menurut Agustinus R Kambuaya ketika itu ada tiga kelompok yaitu kelompok pertama adalah yang menolak dengan tegas revisi UU Otsus dengan alasan Otsus yang merupakan Win-win solution ini telah gagal total. Sehingga perlu adanya perundingan, hal senada juga di sampaikan pula oleh Guberbur Papua Lukas Enembe di Metro TV Pada saat Isu Rasisme. Gubernur Papua Kecewa dengan usulan Otsus Plus.
“Perlu ada perundingan sehingga ada kesepakatan yang sama-sama di hormati”,katanya.
Kelompok Kedua yang mengajukan Kritik juga bahwa Otsus 20 Tahun ini gagal total. Ada semacam saling tidak percaya antara Jakarta dan Papua. Narasi yang di bangun adalah Pemerintah Jakarta hanya Kasih uang dan tidak kasih kewenangan.
Terlihat banyak PERDASUS di susun tapi tidak di setujui oleh jakarta. Jakarta menyalahkan Papua bahwa banyak uang telah diberikan tetapi tidak di gunakan baik. Ada kendala SDM, kompleksitas masalah birokrasi, korupsi, keamanan dan lain sebagainya. Terlepas dari semua itu Otsus Harus di revisi.
Kelompok ketiga, DRP Papua Barat (PANSUS OTSUS) Ketika itu Agustinus R Kambuaya mengajukan pemikiran sederhana bahwa keadan Papua dalam tantangan Nasional dan Global atau regional,
Posisi Papua telah tertinggal jauh dari kemajuan zaman. Karena itu, keadan Papua tidak boleh kekosongan peranan, entah peranan Pemerintah, Gereja, NGO maupun Organisasi Non Pemerintah.
“Intinya Papua tidak boleh terjadi keadan anomali, tidak menghasilkan sesuati atau melakukan sesuatu. Mau ideologi kiri atau kanan, intinya manusia Papua ini ada dalam keadan yang harus bisa di urus. Kalau urusannya tidak sempurna harus di Evaluasi dan di benahi terus menerus”,pintamya.
Dikatakannya seperti “tong pu Filosofi bilang kalau berburu rusa tidak dapat, minimal ada kusu-kusu pohon atau burung bangau pakai makan sementata nanti barulah kejar lagi harapan besar.
“Adanya pikiran itu kita terus berjalan selama 60 Hari di Jakarta menjelaskan, meyakinkan berbagai pihak bahwa mari urus Papua masa depan umat manusia Dunia ada disini. Bahkan masa sekarang saja Papua menyumbang Emas, Minyak dan Gas Untuk Kebutuhan dunia, ASIA, EROPA, AMERIKA dll. Karena itu Papua harus di urus”,tegasnya.
Hasilnya UU Nomor 2 Tahun 2021 di sahkan, ungkapnya, perjuangan tidak terhenti disitu, 90 hari dilanjutkan dengan Peraturan Turunan PP 106 Dan PP 107. DPR Papua Barat terlibat juga secara aktif menyusun draf usulan menurut pandangan Papua.
Akhirnya PP 106 dan PP 107 pun jadi kemudian berlanjut PERPRES NOMOR 121 Tentang Badan Otsus, Perpres 24 tentang RIPP (Rencana Induk Pembangunan Papua). Semua ini di perjuangkan di tengah pademi COVID-19 yang meledak di Jakarta. Bahkan saya (red) sendiri mengalami Karantina mandiri sebanyak dua kali 14 hari yang tidak mengenakan.
Agustinus R Kambuaya yang juga calon amggota DPD RI ini berharap kepada semua pihak pemerintah daerah yang mengelola secara langsung Otsus kewenangan dan anggaranya harus pahami filosofi dan sejarahnya bahwa Otsus ini hadir sebagai jalan penyelesaian konflik Papua.
Uu Otsus tidak diihat sebagai regulasi semata, ini soal rekonsiliasi konflik, negosiasi konflik di pahami sebagai kebijakan dan anggaran khusus untuk mendorong Orang Asli Papua maju dan mandiri sama seperti Saudara se Bangsa dan se tanah air.
“Untuk itu, sebagai anggota DPR, kami menerima aspirasi pengaduan masyarakat bahwa Otsus Jilid II dan turunannya DOB di tanah Papua hanya nama. Masyarakat Asli Papua hanya di jadikan objek eksploitasi kepentingan kaum elit birokrasi.
Anggaran Otsus di DOB Baru di urus dan di kelola secara tertutup, bahkan di buat terbatas aksesnya. Hanya mereka-mereka yang punya akses khusus yang bisa mengakses anggaran dan program Otsus.
Bahkan anggaran Otsus tidak di arahkan sesuai peruntukannya menurut UU Nomor 2 Tahun 2021 yaitu merujuk kepada OAP sebagai Objek tetapi sekaligus subyek pembangunan. Karena itu sebagai tim yang mendorong perubahan UU tersebut, kami mengharapkan komitmen semua pihak untuk menghormati Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 beserta segala perintah, kewenangan, atribut dan anggarannya, harus mengangkat derajat orang asli Papua setinggi mungkin”,harapnya. [Engel Semunya]