Socratez Yoman: KPK dipasung atau dilumpuhkan penguasa

Saya Sampaikan “Belasungkawa” atau “Turut Berduka” Atas “Wafatnya” KPK di Tangan Prof. Mahmud MD
“Meskipun kebohongan itu lari secepat kilat, satu waktu kebenaran itu akan mengalahkannya. – In Memoriam Prof. Dr. Jacob Elfinus Sahetapy.”
Oleh Gembala DR. A.G. Socratez Yoman
TAMAT-lah riwat hidup KPK. Artinya, dalam lembaran sejarah di Indonesia akan tercatat bahwa pada 19 September 2022 adalah hari “wafatnya” atau “matinya” Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK). Karena itu, saya menyampaikan “turut berduka” atau “belasungkawa” atas “wafatnya” atau “matinya” Komisi Pemberantasan Korupsi di tangan Menkopolhukam, Prof. Mahfud MD.
Menurut pendapat saya, KPK adalah lembaga independen dan berdiri sebagai “Benteng yang Kuat” untuk menyelamatkan keberlangsungan bangsa Indonesia yang harus bekerja dengan profesional, proporsional, dan independen, tanpa gangguan atau intervensi dari pemerintah.
Menurut penilaian saya, tanggal 19 September 2022 tercatat sejarah akhir dari perjalanan KPK. Pada tanggal ini telah terbukti independensi dan kedaulatan KPK dimutilasi, dipasung dan disandera oleh pemerintah. Sscara terang dan terbuka pada publik Indonesia Prof. Mahfud, MD, Menkopolhukam mengambil alih tugas KPK dan menyampaikan siaran perss tentang tuduhan korupsi kepada Lukas Enembe Gubernur Papua. Langkah yang ditempuh oleh Menkopolhukam ini kesalahan fatal dan menyesatkan bangsa Indonesia dan seluruh rakyat Indonesia dan juga seluruh rakyat Papua.
Ada pertanyaan penting sebagai berikut:
1. Dimana independensi dan kedaulatan KPK?
2. Bagaimana KPK bekerja secara merdeka dan memiliki otoritas penuh untuk membrantas korupsi di Indonesia kalau pemerintah sudah mencampuri urusan KPK?
3 Apakah Prof. Mahfud MD juru bicara KPK? Ataukah Pak Mahfud sudah ambil alih sebagai Ketua KPK?
Pada 19 September 2022, KPK dilumpuhkan dan dibuat tidak berdaya oleh pemerintah. Rakyat Indonesia dan rakyat Papua sudah tidak percaya KPK. Karena KPK dan pemerintah bersandiwara dengan hukum di negara ini. KPK sepertinya dipelihara rezim oligarki dan rakyat Indonesia dan rakyat Papua menjadi korban “kebohongan dan sandiwara” penguasa.
Menurut saya, KPK sudah “wafat”, “almarhum” atau “mati”, maka KPK tidak berdaya lagi untuk menangkap dan memeriksa dan menjatuhkan hukuman kepada para pelaku korupsi atau koruptor di Indonesia, termasuk di Papua.
Prof. Mahfud MD, mengambil alih dan peran KPK dan membuat siaran perss atas nama KPK di kantor Menkopolhukam. Ini tidak profesional dan pendidikan hukum dan politik yang fatal. Ini terlihat tirani kekuasaan yang paling berbahaya bagi keselamatan dan kelangsungan bangsa Indonesia.
SAYA, heran, waktu siaran perss, pada 19 September 2022, topik pembahasannya tidak fokus, tidak runtut, bicara ke sana ke mari, seperti ada “kepanikan” atau “kebingungan.” Ada kehilangan arah pembicaraan dan alasan yang dicari-cari.
Lebih aneh dan lucunya, Prof Mahfud MD batasi wartawan, “sudah tidak ada tanya jawab lagi”, ada apa ini pak Prof. Mahfud MD? Apakah ada masalah yang tidak beres dalam kasus Lukas Enembe?
Pemerintah sudah mengambil peran atau intervensi wilayah, domain, tugas, dan teriroti KPK, maka KPK sudah “ompong” dan “tidak berdaya lagi.” KPK sudah tidak independen lagi.
Kelihatannya, pemerintah Indonesia sedang “panik” dan berusaha mengalihkan persoalan pelanggaran HAM berat yang “diancam” oleh PBB, Uni Eropa, ACP, dan PIF dengan isu-isu korupsi atau kriminalisasi pejabat Penduduk Orang Asli Papua (POAP).
Tim Pengacara Gubernur Papua Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening, sebut pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD sangat menyesatkan dan juga tak lazim karena didampingi salah satu pimpinan KPK.
Menurut Roy, konferensi pers yang dilakukan Mahfuf MD juga tak lazim karena didampingi salah satu pimpinan KPK.
“Itu artinya KPK tidak independen lagi karena kekuasaan pemerintahan sudah masuk di dalam tubuh KPK. Ini berbahaya dan ada yang kita nilai tidak wajar karena pimpinan KPK, kok bisa ikut konferensi pers dengan Menkopolhukam. Ada apa ini?”_
Akhir dari tulisan ini, saya mau sampaikan
Lukas Enembe Gubernur Papua, Eltimus Omaleng bupati Mimika, Ricky Ham Pagawak bupati Mamberamo Tengah, John Ibo dan para pejabat lain yang menjadi korban kriminalisasi dilindungi, dijaga, diberkati serta dipelihara oleh Allah, alam Papua, leluhur Papua, dan rakyat Papua.
Kami tidak senang dan tidak terima KPK mengganggu bapak Lukas Enembe gubernur Papua sementara dalam keadaan kesehatan terganggu. Ini kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM atas hak kesehatan Lukas Enembe, gubernur Papua.
Penguasa Indonesia harus berhenti kebohongan demi kebohongan karena Papua tidak bisa dipertahkan dengan kriminalisasi pejabat, mutilasi, moncong senjata, dan stigmatisasi. Pemerintah harus menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM berat yang sudah menjadi perhatian PBB.
Yang jelas dan pasti: Tidak ada masa depan Penduduk Orang Asli Papua di dalam rumah kolonial Indonesia. Mari, kita sadar, bersatu, berjuang dan melawan kekerasan, ketidakadilan dengan cara-cara bermartabat.
Terima kasih. Selamat membaca. Tuhan memberkati.
Penulis
1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja
Baptis West Papua;
2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC),
3. Anggota: Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC);
4. Anggota Alliance Baptis Dunia (WBA).
===========
Nomor kontak: 08124888458