Sudah Waktunya POAP Berhak Mengevaluasi dan Menggugat Keberadaan Indonesia di Tanah Papua

Jayapura, papuaspiritnews.com-DR. A.G. Socratez Yoman menegaskan sebagai Penduduk Orang Asli Papua (POAP) sadar, bangkit, bersatu, dan menggugat Indonesia bangsa kolonial modern ini di tanah Papua.
“Jangan takut tulis tentang sebuah kebenaran”_ (Barnabas Suebu, SH
“Papua Lives Matter. Black Lives Matter. Save Lukas Enembe Gubernur Papua, Save Papua, Gugat Indonesia. Papua Bukan Bagian dari Wilayah Indonesia. Indonesia ilegal di Papua.”tegas Socratez S Yoman dalam keterangannya kepada papuaspiritnews.com Sabtu, (1/10/2022).
Menurutnya, POAP harus gugat Indonesia dengan beberapa topik mendasar, yaitu: Gugat Sejarah Penggabungan Papua ke dalam wilayah Indonesia, Gugat Pelanggaran HAM berat, Gugat Dalam Perspektuf Budaa, Gugat Penghasilan Sumber Daya Alam Papua sejak 1973 sampai sekarang dan Gugat Ujaran Diskriminasi Rasial.
“Kami harus mengevaluasi menyeluruh keberadaan Indonesia di Papua dan menggugat Indonesia, bukan karena kami POAP tidak senang dan membenci orang-orang Indonesia atau bangsa Indonesia. Tapi, memang POAP berhak untuk merdeka di atas Tanah Pusaka dan Tanah Leluhur kami. Dan memang sudah waktunya POAP menggugat Indonesia”,tegasnya.
Dikatakanya, sebagai POAP harus bertanya siapa ini Hendropriyo yang menghina kami POAP, siapa ini Megawati Sukarnoputri yang menghina dengan menkopisusukan kami POAP, siapa ini Luhut Binsar Panjaitan yang menghina kami POAP, siapa ini Moeldoko yang menteror dan mengacam POAP di depan publik, siapa ini Mahfud MD yang menghina kami dan melabelkan kami POAP dengan label teroris, siapa ini Tito Karnavian yang memaksa kami POAP untuk terima Otsus Sentralisasi jilid 2 dan DOB Boneka, siapa Firli Bahuri ini yang mengkriminalisasi uang pribadi Lukas Enembe Gubernur Papua 1 Milyar ke gratifikasi,
Dimana dusun mereka di Papua? Marga apa orang-orang ini? Apakah orang-orang ini pernah membuat perahu dan honai atau berkebun bersama-sama dengan leluhur dan nenek moyang kam? Di mana bekas kaki dan kebun mereka? Dimana bekas bakar batu mereka?
Dalam studi Sosiologis atau Antropolgis ada 8 orang Ahli, yaitu: Dr Held dalam bukunya De Papuas Improvizators, Dr Kamma bukunya Koreri Bewegings, Dr J.V. de Bruin bukunya Het Verdwenen Volk, Dr van Baal bukunya DEMA (Description of Marind Amin), Wyent Sargent The Peoples of Shangrilla (Baliem Valley), Don Richardson bukunya The Peace Child (Anak Perdamaian).
Dr.Josz Mansoben bukunya Kepemimpinan Tradisional di Irian Jaya, Prof Koencaraningrat bukunya Kebudayaan Irian Barat.
“Jadi ada delapan buku tentang Budaya Papua yang ditulis oleh delapan ahli, yaitu dua Ahli Theologia dua Ahli Pemerintahan, dua Ahli Antrolog/Sosiologi dari Amerika dan dua Antropolog dari Indonesia.
Dalam studi kebudayaan ini, para peneliti tidak ditemukan lelehur dan nenek moyang bangsa Melayu Indonesia pernah ada dan hidup di Tanah ini. Ini Tanah yang diberikan Tuhan secara cuma-cuma kepada leluhur dan nenek moyang kami POAP. Lelehur dan nenek moyang kami POAP mewariskan atau menitipkan kepada kami POAP dan kami akan mewariskan kepada anak cucu kami ke depan”,jelasnya.
Sudah cukup lama, kata Socratez S Yoman yang juga Anggota Baptist World Alliance (BWA) bahwa bangsa kolonial modern Indonesia merusak, menghancurkan dan membinasakan dengan cara-cara biadab, kejam, kriminal dan rasis, yaitu terbaru sangat yaitu, mutilasi 4 warga sipil di Mimika pada 22 Agustus 2022 dan menyiksa 3 warga di Mappi 1 orang orang tewas di tangan TNI pada 30 Agustus 2022.
“Saya mewakili POAP sebagai orang-orang dari keturunan bangsa terjujur di bumi ini, Lukas Enembe Gubernur Papua sudah sampaikan bahwa 1 milyar uang pribadi. Tapi, KPK dan Pemerintah dengan pendiriannya mengatakan uang gratifikasi.
Prof. Paul Ekman mengakui:
“Orang Papua Ras Melanesia, Manusia Terjujur Terakhir di Dunia.”
Seperti Pastor Frans Lieshout, OFM mengakui:
“Saya sendiripun belajar banyak dari manusia Balim yang begitu manusiawi. Saya masih mengingat masyarakat Balim seperti kami alami waktu pertama datang di daerah ini. Kami diterima dengan baik dan ramah, tetapi mereka tidak memerlukan sesuatu dari kami, karena mereka sudah memiliki segala sesuatu yang mereka butuhkan itu. Mereka nampaknya sehat dan bahagia, …Kami menjadi kagum waktu melihat bagaimana masyarakat Balim hidup dalam harmoni…dan semangat kebersamaan dan persatuan…saling bersalaman dalam acara suka dan duka…” (Sumber: Kebudayaan Suku Hubula Lembah Balim-Papua, 2019, hal. 85-86)”,tandas Socratez S Yoman. (ES)