Umat dukung Ensiklik Laudato Si Paus Fransiskus, Uskup Mandagi dukung perusahaan
JAYAPURA, PAPUASPIRITNEWS.com-Hingga saat ini umat Katolik Keuskupan Agung Merauke dari Kampung Wogekel dan Wanam, Distrik Ilwayab, Merauke, Papua Selatan masih berjuang untuk
mempertahankan tanah adat seluas 2 juta hektar sebagai rumah kehidupan dan keselamatan bersama.
Sementara ini, Uskup Aqung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC mendukung pemerintah agar menjadikan lahan produktif tersebut
sebagai rumah perusahaan. Sejak 2015 lalu, Paus Fransiskus mengeluarkan Enskilik Laudato Si. Ensiklik ini dikeluarkan dengan melihat pemanasan global atas tindakan perilaku manusia yang konsumtif memiliki andil besar di balik ancaman terhadap masa depan populasi manusia di dunia ini.
Dalam artikel 145, dalam Ensiklik tersebut Paus menyatakan: “banyak bentuk eksploitasi dan degradasi lingkungan yang sangat intensif tidak hanya menguras sumber daya setempat, tetapi juga melemahkan kemampuan sosial yang telah lama mendukung suatu cara hidup yang sejak lama memberi identitas budaya serta makna hidup dan bermukim bersama.
Hilangnya satu budaya dapat sama serius atau lebih serius daripada hilangnya spesies tanaman atau binatang. Pemaksaan gaya hidup
yang dominan terkait dengan cara produksi tertentu dapat membawa kerugian sama besar seperti perubahan ekosistem.”ujar Suara Kaum Awam Katolik Papua dalam siaran persnya yang diterima papua spirit news Selasa, (12/11/2024).
Dalam artikel ke 146, Paus merasa “amat penting memberikan perhatian khusus kepada masyarakat adat dan tradisi budaya mereka.”Bagi Paus masyarakat bukan hanya minoritas di tengah yang lain, tetapi mereka harus menjadi mitra dialog utama, terutama Ketika dikembangkan proyek-proyek besar yang mempengaruhi wilayah masyarakat adat.
Paus saat ini katanya dalam siaran pers tersebut sangat memahami bahwa bagi dia tanah bukan harta ekonomis, tetapi pemberian dari Allah dan dari para leluhur yang dimakamkan disitu, ruang sakral yang mereka butuhkan untuk berinteraksi demi mempertahankan identitas dan nilai-nilai masyarakat adat.
Tetapi Uskup Mandagi, selaku perpanjangan tangan dari Paus Fransiskus, justru mengambil sikap berbeda. Uskup lebih mendukung kepada pemerintah dan perusahaan yang dalam waktu yang singkat, tanpa mekanisme yang logis merebut tanah milik masyarakat lokal melalui segelintir elit politik lokal.
Posisi Mandagi hari ini sangatlah jelas. la tidak berada di belakang Paus Fransiskus yang saat ini mengutamakan pembaharuan hidup yang lebih menekankan pada keramahan hidup dengan alam semesta. Tetapi justru berada di balik penguasa dan perusahaan yang menawarkan dana yang besar dan memiliki ambisi besar untuk merebut tanah dan hutan milik umat setempat.
“Hendaknya Mandagi mampu membaca tanda-tanda ekosistem pada Lokasi proyek PSN tersebut. Sejak 2000 excavator membongkar hutan, membuat jalan dan sawa sejak September lalu, banyak hewan dan Binatang melarikan diri dari habitatnya. Mereka merasa terusik, terganggu, terusir, dan tersingkir”,terangnya.
Ada Pelajaran berharga dari orang-orang tua di kampung halaman untuk membaca zaman dari alam sekitarnya. Kata mereka: “bila dunia semakin hancur, dan ancaman semakin dekat, berarti lihatlah pada jalan yang dulu terang semakin sempit dengan rumput-rumput; segala sesuatu yang dulunya tidur nyenyak akan melarikan diri untuk mencari aman. Saat itulah tanda-tanda kepunahan akan tiba.”
“Tanda-tanda alam semakin nampak bagi masyarakat adat juga umat Katolik di Keuskupan Agung Merauke. Uskup Mandagi hendaknya mempelajari antropologi macam ini. Nilai-nilai hidup seperti ini memiliki nilai wahyu yang sangat tinggi. Nubuat-nubuat yang diutarakan orang-orang tua di kampung ini bisa saja terjadi dengan adanya PSN, pemekaran dan transmigrasi. Banyak sekali aparat organik dan non organik serta masyarakat sipil akan didatangkan setelah adanya pemekaran, dan PSNini. Dukungan Uskup Mandagi sangat jelas, bahwa secara tidak langsung dia mendukung semua ini”,akui dalam siaran pers tersebut.
Bukan tidak mungkin, masyarakat adat setempat akan tersingkir dan musnah dengan pendropan pasukan, masyarakat sipil dan lainnya atas nama PNS. Masyarakat akan benar-benar tersingkir dan mengalami marginalisasi, seperti burung burung, ular, kasuari, cenderawasih dan lainnya melarikan diri lewat rawa, kali, sungai dan laut hingga ditangkap masyarakat.
Apapun yang dialami hewan dan binatang masyarakat dan umat di Kampung Wogekel dan Wanam, Distrik Iwayab, Merauke, Papua Selatan akan dialami juga masyarakat setempat. Bahkan hal yang sama bisa terjadi bagi gereja Katolik di Keuskupan Agung Merauke. Selama ini gereja Katolik berbangga diri bahwa Papua Selatan sebagai basis terbesar di Tanah Papua, tetapi suatu saat bisa angkat kaki dari tanah rawa-wara dengan keberpihakannya yang cukup diskriminatif saat ini.
Tahta Suci Vatikan harus ingat, bahwa kehadiran Uskup Mandagi di Merauke telah melukai hati dan perasaan umat setempat. Keberpihakan Mandagi yang pro pada penguasa dan perusahaan, membuat umat Katolik di wilayah ini semakin tidak percaya pada pimpinan dan gereja Katolik. Banyak umat mulai berbicara untuk pindah agama karena sikap dan keberpihakan Mandagi yang kurang netral.
‘Karena itulah, kami dari Suara Kaum Awam Katolik Papua, walaupun dipandang merusak nama baik gereja, kami mengkritisi pernyataan Uskup Mandagi. Sebagai bentuk protes, kami melakukan aksi mingguan di setiap gereja di Jayapura, pada Minggu, 11 November 2024, kami melakukan aksi di Paroki “Gembala Baik” Abepura dan Paroki “Kristus Terang Dunia” Waena, Kota Jayapura.
Pada intinya, kami mendukung sebagaimana umat Katolik di Kampung Wogekel dan Wanam dukung Ensiklik Laudato Si dari Paus Fransiskus. Tapi sayangnya, Uskup Mandagi dukung pemerintah dan perusahaan untuk hancurkan hutan ada di sini. Kami mendukung Ajaran Sosial Gereja (ASG) agar gereja Katolik, khususnya Uskup Mandagi menjadikan suka duka umat menjadi suka duka gereja Katolik di Keuskupan Agung Merauke’,bebernya dalam siaran pers itu..
Tetapi amat prihatinnya adalah Uskup Mandagi menjadikan suka cita pemerintah dan perusahaan sebagai suka cita pribadi dan gereja Katolik. Karena itu memberikan legitimasi sesuka hati.
“Kami harap, bahwa jika Uskup Mandagi tidak mau melakukan klarifikasi atas dukungan dan pernyataannya yang kontroversial, maka kami mohon agar Nuncio segera memperhatikan dinamika pastoral di Keuskupan Agung Merauke. Kalau tidak, Katolik di Papua Selatan hanya akan tinggal nama saja. Semoga menjadi kenangan abadi”,pungkasnya.
Penanggung jawab dalam aksi suara kaum awam Katolik Papua di Jayapura, 12 November 2024, yaitu Kristianus Dogopia dan Stenly Dambujai. Editor: Engel S