Warga Maybrat Rayakan Natal dalam Keprihatinan di Pengungsian
PAPUASPIRITNEWS.COM, SORONG-Ratusan umat Kristiani di wilayah Aifata Timur dan Aifat Selatan Maybrat Papua Barat Daya harus merayakan Natal tahun ini di tengah suasana prihatin. Namun bagaimanapun, suka cita hari raya ini bisa menjadi obat selama, tiga tahun empat bulan pasca penyerangan Posramil Kisor Maybrat 2 September 2021, yang menewaskan empat anggota TNI dan dua 2 lainnya luka-luka.
Kejadian tersebut mengakibatkan masyarakat sipil dari 50 kampung dan 5 distrik di wilayah Aifat Selatan dan Aifat Timur Raya yang merasa takut dan terancam dan terpaksa memilih meninggalkan kampung halamannya untuk mengamankan diri dan keluarganya ke hutan, beberapa kampung dan kabupaten terdekat.
Sekitar 3.435 orang mengungsi, terdiri dari bayi, anak-anak, lansia, Perempuan, dan laki-laki. Hingga hari ini, sudah 3 tahun 4 bulan kondisi korban pengungsi masih memprihatinkan dan terjadi berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
“Upaya pemulangan pengungsi Maybrat ke kampung halamannya masing-masing ini terkesan dipaksakan oleh pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Maybrat, tanpa ada upaya untuk memenuhi hak-hak mendasar dari para pengungsi, tanpa pertimbangan berlandaskan prinsip-prinsip universal yang harus diperhatikan oleh semua pihak”,ujar Lamberti Faan saat membacakan pernyataan sikap usai Natal pengungsian Maybrat di Intimpura Rabu, (8/1/2025).
Penanganan pengungsi yang dilakukan katanya tidak melibatkan pihak-pihak lain, seperti Gereja, LSM, Pengacara dan Akademisi, sehingga terlihat tidak serius dan komprehensif dan tidak melakukan upaya yang signifikan seperti yang tercantum dalam UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Dalam Pasal 36 ayat (2) UU No. 7/2012 mengatakan bahwa upaya pemulihan pasca konflik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: rekonsiliasi; rehabilitasi; dan rekonstruksi.”
Namun, sejauh ini PEMDA Kabupaten. Maybrat belum melakukan tiga hal tersebut. Hal itu menunjukan sikap Pemerintah tidak serius menangani nasib para pengungsi dan perlindungan terhadap warga negara dengan melakukan upaya meredam konflik sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 9 UU No. 7/2012 .
“Malah Pemerintah Pusat dan Daerah lebih mengedepankan keamanan melalui kebijakan penambahan personel TNI/POLRI menduduki perkampungan. Para personal ini malah ditempatkan di rumah-rumah warga dan Fasilitas umum seperti gedung sekolah untuk dijadikan pos-pos militer, akibatnya masyarakat merasa terancam dan tidak nyaman”,terangnya.
Berdasarkan ketidakadilan, pengabaian, dan tindakan represif militer Indonesia yang kami alami selama kurung waktu tiga tahun empat bulan. Atas nama kebenaran dan keadilan bagi kami rakyat Sipil Maybat Papua yang terusir dan terasing di atas tanah leluhur, kami menyatakan dengan tegas kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten Maybrat/ PEMDA Maybrat :
1. PEMDA Maybrat stop bangun pencitraan bahwa Maybrat sudah Aman dan pengungsi sudah Kembali ke kampung halaman.
2. Pemda Maybrat segera membentuk tim pemulangan pengungsi Internal yang melibatkan semua pihak (Gereja, LSM, Pengacara dan Akademisi) agar hak-hak dasar pengungsi dapat dipenuhi.
3. Pemda Maybrat segera menangani pengungsi Internal Maybrat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. diantaranya sesuai dengan Konstitusi UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pemulangan pengungsi harus sesuai dengan UU No.7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
4. TNI/POLRI harus patuh pada peraturan perundang-undangan, serta sesuai dengan hukum-hukum HAM dan Humaniter internasional.
5. Segera Tarik Militer dari Wilayah distik Aifat Timur Raya dan Aifat Selatan
6. TNI/PORLI Stop menggunakan Gedung sekolah,dan rumah warga sebagai pos Militer.
7. TNI/PORLI Stop menjadikan Hutan Adat di wilayah Adat Aifat Timur dan Aifat Selatan sebagai wilayah steril dan tempat operasi Militer.
8. TNI/PORLI Stop mengawasi dan membatasi Akses Masyarakat Adat atas Hutan dan dusun.
9. Pemerintah Pusat dan PEMDA Maybrat segera selesaikan konflik bersenjata di Maybrat secara Adil, Damai, dan Bermartabat, melalui kebijakan JEDAH KEMANUSIAAN.
Pantauan papua spirit news, sebelum menyampaikan pernyataan sikap diawali ibadah Natal di Gereja Katolik Sta Monika Intipura yang dipimpin oleh imam Konselebrasi yaitu pastor, Izak Bame, Pr, Imanuel Tenau, Pr, Heribertus Lobya, OSA (Direktur SKPKC) dan Bernard Wos Baru, OSA. Dihadiri ratusan umat atau warga pengungsian Maybrat yang tersebar di kota dan kabupaten Sorong.
Ibadah tersebut diangkat tema natal Tahun 2024, “Marilah sekarang kita pergi ke Betlehem” dan sub tema “Biarlah Kami Kembali ke kampung dengan Damai”. [engel semunya]