Yan Christian Warinussy Menilai Saksi Ahli Kasus Makar, Sepantasnya Memberi Pandangan Hukum Bukan sebagai Saksi Fakta
MANOKWARI, PAPUASPIRITNEWS.com-Sidang Pidana Makar di Pengadilan Negeri Makassar Kelas I A yang mengadili 3 (tiga) terdakwa, masing-masing Kostan Karlos Bonay, Andreas Sanggenafa, dan Hellezvred Bezaliel Soleman Waropen dilanjutkan Senin, 17/4 lalu.
Sidang yang dipimpin hakim ketua Ni Putu Sri Andriani tersebut beragendakan mendengar keterangan saksi tambahan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) M.Ichsan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Manokwari.
Sesuai berkas perkara, sesungguhnya JPU akan menghadirkan saksi salah satu anggota Satuan Intelijen Keamanan (Intelkam) Polres Manokwari atas nama Rachmat Paborong.
Namun saksi yang bersangkutan dengan alasan sedang mengikuti pendidikan di luar Manokwari dan karena sudah diambil sumpahnya oleh penyidik, sehingga berita acara pemeriksaannya dibacakan dan didengar oleh ketiga Terdakwa. Pada pokoknya saksi Paborong inilah yang sempat hadir pada tanggal 19 Oktober 2022 dan meliput proses acara ibadah syukur perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Negara Republik Federal Papua Barat (NRFP) di rumah terdakwa Hellezvred Bezaliel Soleman Waropen.
JPU juga menghadirkan saksi Jaka Mulyanta dari Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbang Linmas) Kabupaten Manokwari Drs.Jaka Mulyanta yang pada pokoknya menerangkan bahwa dalam data yang dimiliki instansi Kesbang Linmas Kabupaten Manokwari, organisasi NRFP belum terdata atau belum tercatat sebagai organisasi.
Kemudian didengar pula pembacaan keterangan ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta atas nama Muhammad Fatahillah, SU, LL.M. Ahli hukum pidana yang dihadirkan atas prakarsa penyidik Polres Manokwari di bawah pimpinan Ipda Hardianto Marianus tersebut justru lebih banyak memberi opini dan atau pendapatnya terhadap perbuatan para terdakwa seakan-akan posisinya sebagai saksi fakta dan bukan sebagai ahli.
Sebab sepengetahuan kami Tim Penasihat Hukum para terdakwa bahwa seyogyanya ahli mesti memberikan pandangan hukumnya mengenai sebuah peristiwa hukum pidana.
Sementara itu mengenai barang bukti yang dihadirkan oleh JPU di persidangan, ketiga terdakwa hanya mengakui dan mengetahui adanya 1 (satu) lembar bendera Bintang Kejora, 1 (satu) lembar Bendera Amerika Serikat, 1 (satu) lembar Bendera Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) serta selembar spanduk yang bertuliskan “Negara Republik Federal Papua Barat Dirgahayu NRFPB XI Tahun”.
Selain itu, ada dokumen yang termuat dalam berkas perkara yang diajukan oleh Ipda Hardianto Marianus dkk seperti Dokumen Pemerintahan Sementara NRFPB Sekretariat Negara NRFPB Jayapura Ibukota NRFPB 31 Juli 2018 sama sekali tidak dikenal dan atau tidak diketahui oleh ketiga klien kami sebagai Terdakwa.
Juga ada dokumen Proposal Perundingan Pengakuan dan Peralihan Kedaulatan dari Republik Indonesia kepada NRFPB secara damai pun sama sekali tidak dikenal dan tidak diketahui oleh Terdakwa Bonai, dkk.
Pula dokumen Naskah Konferensi Pers Presiden NRFPB tentang Ucapan Terima kasih kepada Pemerintah RI karena telah mengakui keberadaan NRFPB secara diam-diam juga sama sekali tidak dikenal dan tidak diketahui oleh ketiga Terdakwa asal Manokwari tersebut dalam persidangan Senin lalu.
Pemeriksaan ketiga Terdakwa Bonai, Sanggenafa dan Waropen juga menimbulkan tanda tanya, karena kendatipun Terdakwa Waropen seperti dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) nya disebut sebagai Sekretaris NRFPB wilayah Doberay, tapi yang bersangkutan tidak pernah menerima Surat Keputusan (SK) dan tidak pernah dilantik secara resmi.
“Saya hanya ditunjuk saja sebagai Sekda oleh Gubernur NRFPB Wilayah III Doberay yaitu saudara Otto Yavet Inden”, jelas Terdakwa Waropen
Sama halnya dengan Terdakwa Andreas Sanggenafa yang disebut sebagai Kapolres atau Kepala Kepolisian NRFPB di wilayah Doberay, tapi yang bersangkutan tidak pernah diberi senjata api atau tidak pernah berlatih memegang dan menggunakan senjata api? Ketika dicecar oleh Penasihat Hukumnya Advokat Pither Ponda Barany, tentang apakah Polisi NRFPB ada punya markas di Manokwari ?
“Kami tidak ada markas polisi pak”, jawab Sanggenafa datar. Kami Tim Penasihat Hukum justru menduga para terdakwa sebagai klien kami sesungguhnya belum dapat dikategorikan melakukan tindak pidana Makar sebagai didakwa JPU.
Kami menduga keras ditangkap dan diajukannya perkara ketiga terdakwa nahas ini ke depan persidangan di Makassar cenderung merupakan suatu cara licik oknum-oknum tertentu di tingkat penyelidikan dan penyidikan untuk meraih promosi kepangkatan belaka”, urai Advokat Yan Christian Warinussy selaku Koordinator Tim Advokat Pembela Terdakwa Bonai, Sanggenafa dan Waropen di Pengadilan Negeri Makassar Kelas I A dalam keterangannya yang diterima media ini Rabu, (20/4/2023)
Sidang ditunda oleh Hakim Ketua Ni Putu Sri Andiani hingga Selasa (2/5) mendatang untuk mendengar pembacaan surat tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. (Engels)